The End

8K 485 27
                                    

Enam Tahun Kemudian ...

Langit membuka pintu mobil dengan sigap dan Mentari keluar dari dalam mobil. Sejenak wanita itu tampak terpana melihat rumah penuh kenangan di hadapannya.

Rumah yang menyimpan banyak memori yang tak indah untuknya, tapi sudah lama ingin dikunjunginya. Ya, rumah Arumi.

Rumah itu terlihat tak terawat. Rumput liar tampak subur menjulang di halamannya, bahkan beberapa ternak beristirahat di sana.

Aneh, pikir Mentari. Dia menatap suaminya seolah mencari jawaban, tapi pria berkemeja biru Langit itu pun tak tahu.

"Cari siapa, ya, Mas dan Mbak?"

Keduanya sedikit terkejut sebelum menoleh ke arah samping mendapati seorang pria paruh baya yang tengah menuntun sapinya.

Sedetik kemudian pria itu lebih terkejut. "Mentari, ya?"

Mentari mengangguk hormat. "Iya, Pak Tono. Apa kabar?"

"Masyaallah. Mentari udah lama gak ke sini. Alhamdulillah saya baik. Waduh ... udah kaya aja sekarang." Pria itu geleng-geleng sambil menatap takjub mobil hitam super mulus yang terparkir di belakang mereka. "Linda dari dua tahun lalu itu cari kamu ke Jakarta, tapi gak ketemu. Mana gak ada alamat kamu."

"Linda, Pak?" Mentari tentu ingat pada temannya semasa masih di desa itu.

"Iya. Linda udah nikah dan punya lima anak. Eh, Bapak lupa, Linda ke Jakarta itu buat bilang ke kamu, kalau Bu Arumi udah meninggal."

Deg

Sontak Mentari terdiam di tempatnya. Mendapat kabar mendadak yang tak siap diterimanya.

"Mohon maaf, Pak, maksudnya bagaimana, ya, Pak?" tanya Langit memastikan.

"Bu Arumi udah meninggal dua tahun lalu, Mas. Sebelumnya dipukul beramai-ramai sama beberapa warga, karena waktu itu nagih hutang tapi pakai kekerasan. Beberapa warga yang dendam, akhirnya sama-sama balas. Bu Arumi dan anak buahnya dipukul. Bu Arumi sendiri sampai kakinya patah.

"Para pelakunya udah dilaporkan ke polisi dan ditangkap. Setelah itu, anaknya yang Rissa itu gak mau ngurusin ibunya. Pergi sama orang gak jelas yang nawarin pekerjaan. Ya udah, Bu Arumi gak ada yang ngurus, gak ada keluarga yang peduli, warga yang masih peduli juga takut ke rumahnya, akhirnya gak tahu kalau Bu Arumi kelaparan. Bu Arumi akhirnya meninggal di dalam rumahnya karena kelaparan. Gak ada yang tahu. Tiga hari kemudian baru ditemukan jasadnya karena baunya tercium sama warga yang lewat depan rumah ini," jelas Tono membuat air mata Mentari sudah menetes sejak tadi. Wanita itu menangis dalam diam. Sangat kehilangan. 

"Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un," ucap Langit. Ekspresinya berubah sendu. "Kalau Rissa kerjanya di mana, ya, Pak?"

Tono geleng-geleng. "Nah, Rissa ini pergi sama orang yang waktu itu satu bulan kemudian setelah bawa Rissa, orang ini ditangkap karena katanya ikut dalam ... apa itu ... perdagangan manusia, Mas. Rissa dibawa ke negara lain tapi gak jelas gitu. Ditipu. Sampai sekarang gak ada yang tahu Rissa di mana, Mas. Masih hidup atau gak, gak ada yang tahu kabarnya."

Mentari semakin terpukul mendengar kabar itu. Pada akhirnya dia dan suaminya pulang dengan membawa berita yang menyakitkan.

"Hiks ...." Sepanjang perjalanan, Mentari terus menangis terisak-isak di kursi yang berada di samping suaminya yang tengah menyetir itu. 

Langit sendiri tak menyangka bahwa Mentari akan sangat sedih, padahal mengingat perlakuan Arumi dan Rissa pada istrinya itu, rasanya tak ada yang baik sama sekali.

Arumi sendiri yang memukul Mentari sampai sulit berjalan, memilih tak menganggap Mentari sebagai keluarganya lagi, dan tak membiarkan gadis itu pulang kembali dengan ancaman akan dibunuh. Ternyata kesalahan terbesar Arumi adalah membiarkan orang yang paling peduli padanya itu pergi.

Dekapan Langit (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang