Pengakuan Langit

5.7K 473 2
                                    

Setelah menikah Mentari menyadari, bahwa cinta setelah menikah itu berbeda dari cinta sebelum menikah. Cinta setelah menikah itu punya konsekuensinya jika memilih bersama. Sedangkan cinta sebelum menikah justru sebaliknya.

Dulu sebelum menikah, dia berekspektasi bahwa dunia pernikahan akan indah dan baik-baik saja tanpa air mata. Rupanya sangat berbeda.

Kisah cintanya biasa saja. Dia bahkan tak tahu Langit benar-benar mencintainya atau hanya sekadar kasihan padanya.

Semakin lama melihat wajah keletihan Langit setiap pulang bekerja, dia semakin tak tega. Memang gaji suaminya itu cukup bagus untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, tapi Langit tak terbuka mengenai kesulitan dan permasalahan hidupnya yang membuat Mentari semakin tak nyaman. Merasa menjadi beban hidup daripada pendamping hidup.

Terlebih Langit benar-benar menepati ucapannya untuk tak pernah mengambil keuntungan apa pun darinya selama dia tidak menginginkannya. Buktinya mereka satu kos, tapi tidur di kasur yang berbeda, tak melakukan hubungan layaknya sepasang suami dan istri, nyaris tak ada momen romantis, menjalani hari seperti formalitas belaka yang membuat Mentari merasa, dia menumpang hidup pada Langit.

Hal itu yang membuat Mentari nekat memulai usaha sendiri untuk berjualan nasi uduk di pasar saat dini hari. Mengingat Langit akan pulang dari jaga malam saat jam enam pagi, maka dia berjualan dari sebelum subuh sampai setelah subuh kepada pedagang-pedagang di pasar.

Setiap pagi gadis itu menembus dinginnya pagi, berjalan kaki seorang diri di jalanan sepi menuju pasar yang sedikit jauh dari kos mereka. Dia tak pernah memberitahu Langit, apalagi meminta izin pada pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Hanya niat ingin membantu Langit yang ada di pikirannya.

Kegiatan itu terus berjalan tanpa diketahui oleh Langit, karena pria itu sibuk mengurus tugas akhir dan bekerja. Tak ada kecurigaan atau obrolan yang menjurus ke kegiatan mereka masing-masing.

Suatu pagi, seperti biasa dia berjalan menyusuri jalanan yang sedikit gelap. Tiba-tiba dia mendengar sebuah langkah kaki di belakangnya. Mentari berbalik dan mendapati seorang pria asing yang memakai jaket hitam dan topi yang sedikit menutupi wajahnya.

Deg

Dia langsung berjalan lebih cepat sambil membawa keranjang merah berisi dagangannya. Jantungnya mulai berdebar kencang dan perasaannya mulai tak enak.

Benar saja, pria itu mengikutinya.

Pria itu terus mengikutinya yang membuatnya berjalan semakin cepat. Pada saat seperti itu, hanya ada Langit di pikirannya.

Begitu melihat sebuah masjid, dia berjalan cepat ke sana dan membuka pagarnya dengan sebelum menutupnya kembali.

Sontak pria itu berhenti di luar pagar dan tak memilih melanjutkan untuk mengikutinya lagi, lantaran terdapat beberapa kendaraan di depan masjid yang menandakan sudah ada beberapa orang yang melaksanakan ibadah sepagi itu.

Mentari lega begitu masuk ke dalam masjid. Dia berusaha menenangkan dirinya di saf wanita.

Tak sadar sebening air mata lolos dari manik hitamnya. Apa yang sudah dia lakukan? Pikirnya.

Perlahan dia mengambil ponselnya dan menghubungi suaminya. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, dik." Mendengar suara pria di seberang telepon itu, hatinya langsung tenang. Tapi entah kenapa air mata bersalahnya semakin menggenang.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Mas ...."

"Ada apa dik? Suaranya kenapa begitu?" tanya pria itu dengan suara lembut.

"Mas ... aku minta maaf."

"Minta maaf karena apa dik?"

"Bisa minta tolong jemput aku setelah subuh di masjid yang dekat kos kita, Mas?"

Dekapan Langit (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang