Atas saran dari Togar, Langit mulai bekerja di sebuah pabrik makanan. Tapi hanya bertahan satu pekan, dia memilih mengundurkan diri lantaran jadwal shalatnya, pengerjaan skripsinya, dan minum obatnya terganggu. Alhasil dia meminta maaf kepada seniornya itu karena tak bisa melanjutkan pekerjaannya.
"Aku minta maaf, Bang." Langit tak enak hati pada pria yang tengah makan mi ayam di seberang meja itu. Langit sendiri memilih tak makan dan malah membungkus mi ayamnya untuk dibawa pulang agar dimakan oleh istrinya.
"Gak apa lah. Itu terserah kau. Aku juga udah bilang ke kenalanku, kalau kau itu masih coba-coba dulu. Ternyata emang gak cocok kau, padahal aku udah senang kali kau satu tempat kerja sama aku. Kalau boleh aku tahu, kenapa kau gak suka kerja di sana? Gajinya kan besar," tanya Togar. Senior Langit dari Teknik Elektro yang belum juga lulus dan sudah masuk kategori 'nenek moyang kampus'. "Apa karena kau susah shalatnya?"
Langit mengangguk. "Sebenarnya ... alasan utamanya karena aku ditempatkan di bagian yang memang gak ada waktu istirahat untuk shalat, Bang. Akhirnya aku terlambat shalat terus. Terlambat yang sampai mendekati waktu akhir dari shalat itu."
Togar baru sadar, bahwa Langit itu sangat menjaga ibadahnya. Mereka memang tak seagama, tapi Togar tahu persis sifat juniornya yang pernah membantu mengantarnya ke rumah sakit saat terluka akibat berkelahi dengan mahasiswa dari Hukum itu. Kisah singkat pertemuan pertama mereka yang membuat Togar si preman kampus selalu ingin melindungi Langit.
"Oh ... aku paham. Ya, mau gimana lagi kan. Kau memilih shalat tepat waktu daripada kerjaan yang buat kau sulit shalat walaupun gajinya besar. Aku bangga sama kau."
Langit tersenyum. "Terima kasih, Bang. Aku pegang prinsip, kita kerja buat dapat rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki rezeki, maka gak tepat kalau pekerjaan itu justru menjauhkan kita dari-Nya yang memberikan kita rezeki.
"Aku yakin akan dapat ganti yang jauh lebih baik, karena aku meninggalkan sesuatu karena-Nya."
Hampir satu bulan itu, Langit benar-benar tak bekerja seperti biasa. Dia bingung apakah setelah satu bulan, dia akan mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik dan mendukung masa pengobatannya.
Namun, Mentari tak masalah dengan semua itu. Dia justru senang Langit bisa istirahat. Suaminya itu pun lebih fokus mengerjakan skripsi dan tak sungkan membantu pekerjaan rumah seperti yang selalu dilakukan selama ini. Membantu mencuci pakaian, mencuci piring, membersihkan kos, dan lainnya. Pria itu tak gengsi karena statusnya sebagai pria dan sebagai seorang suami. Dia justru memilih meringankan beban istrinya daripada selalu menjadi pria yang ingin dilayani.
Hal itu yang membuat Mentari sangat bersyukur menikah dengan Langit meskipun hidup dalam kondisi yang serba sulit. Karena dia tahu, dia jarang menemukan ada pria yang seperti itu. Menempatkan istrinya sebagai pendamping, bukan layaknya pelayan.
"Terima kasih, ya, Mas," ucap Mentari pada Langit yang baru saja membersihkan diri dan berbaring setelah selesai menyikat lantai toilet.
Pria itu mendongkak dan tersenyum ke arahnya. "Sama-sama dik."
"Kenapa sih Mas mau ngelakuin itu? Selama ini aku jarang tahu ada bapak-bapak yang mau bantu pekerjaan rumah. Adanya berantem sama istrinya bahkan sampai mukul istrinya hanya karena kopinya kurang gula, karena istrinya terlambat buat kopi, rumah berantakan karena punya anak kecil. Selalu istrinya yang dimarahi. Kasihan istrinya. Udah capek seharian kerja di rumah, tapi dibilang gak kerja apa-apa dan masih aja diperlakukan gak baik.
"Pas aku sama Mas, eh, Mas malah lain. Selalu bantu aku mau pas Mas kerja atau belum kerja. Selalu aku dibantuin."
Langit tertawa kecil mendengar celotehan istrinya yang tengah berbaring di kasur di seberang itu. "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam aja bantu pekerjaan istri beliau, apalagi Mas yang bukan siapa-siapa ini dik. Dalam Islam, membantu pekerjaan istri di rumah itu sunnah. Al-Qur'an juga memerintahkan untuk bergaul dengan istri dengan cara baik.
"Dari Al-Aswad, ia bertanya pada 'Aisyah, "Apa yang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?" 'Aisyah menjawab, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat." (HR. Bukhari, no. 6039)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga pernah bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik pada keluarganya. Aku sendiri adalah orang yang paling baik pada keluargaku." (HR. Tirmidzi, no. 3895. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
"Jadi kita itu harus saling membantu dalam banyak hal. Kadang kalau kita terlibat masalah, salah satu harus mengalah. Kalau gak adik yang tenangin Mas, Mas yang tenangin adik. Jangan sama-sama istilahnya, 'ngegas', mau menang sendiri, susah kalau kayak gitu.
"Sifat asli kita itu terlihat saat sama keluarga kita. Kita sama orang lain di luar sana bisa baik banget, maka seharusnya di rumah sama orang-orang terdekat dan tersayang kita harus jauh lebih baik," lanjut Langit membuat hati Mentari menghangat. Dia baru tahu pentingnya menikah dengan pria yang baik agama dan akhlaknya.
"Mas belajar tentang rumah tangga udah lama, ya?"
"Dulu sebelum menikah, Mas minta nasihat dari gurunya Mas di kajian. Gurunya Mas nasihat kayak gitu dik. Jadi Mas ingat."
***
Setelah berlalu satu bulan, Langit menemui Dokter Yahya. Dia memilih mengundurkan diri, karena kondisi kesehatannya yang tak memungkinkan untuk melanjutkan pekerjaannya di Citra Husada.
Tak disangka, pria paruh baya itu justru menawarkannya pekerjaan lain.
"Istri saya memiliki restoran. Sudah ada 3 cabang. Pusatnya berada di dekat rumah sakit ini. Beberapa hari lalu, salah satu karyawan mengundurkan diri karena ingin merawat orang tuanya yang sakit di kampung.
"Saya sudah berdiskusi dengan istri, dan istri saya sangat senang kalau kamu mau bergabung menjadi karyawannya. Beliau bilang statusmu sebagai mahasiswa yang tengah fokus menyelesaikan skripsi, bisa diatur. Manajernya akan menyesuaikan jadwal agar kamu bisa tetap fokus dengan skripsimu, tapi bisa tetap bekerja 8 jam. Kamu bersedia, Langit?"
"Alhamdulillah ...." Langit sangat bersyukur karena mendapatkan tawaran pekerjaan.
Saat dijalani, ternyata pekerjaan itu jauh lebih baik dari pekerjaan pabrik yang ditinggalkannya. Gajinya mungkin tak sebesar pekerjaan di pabrik makanan sebelumnya, tapi ada jam khusus untuk istirahat shalat yang membuat shalatnya tak terganggu. Dia sangat bersyukur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekapan Langit (TAMAT)
Spiritual📚 Part Lengkap #Karya 15 Tak seperti kisah putri dalam dongeng yang dijemput oleh pangeran dari kerajaan yang kaya raya. Mentari yang kerap disiksa oleh Tante Arumi dan saudara sepupunya itu dijemput oleh Langit. Mahasiswa Teknik Sipil yang KKN di...