"Ibu sangat senang kamu mau bergabung bersama kami. Kata Pak Yahya, kamu itu sangat rajin saat bekerja di rumah sakit," ucap Pak Slamet yang merupakan manajer di Restoran Madinah milik Maryam yang merupakan istri dari Dokter Yahya itu.
"Terima kasih, Pak. Insyaallah saya berusaha bekerja dengan baik."
"Baik, Langit. Kita ada dua sif. Sif pagi dan sif malam. Jadwal masuknya sif pagi dari jam delapan pagi sampai tiga sore. Nanti sif malam masuknya dari jam tiga sore sampai jam sebelas malam. Kamu harus beritahu jadwal kamu setiap satu pekan sekali agar saya bisa atur. Tugas pertama kamu menyambut tamu di depan, mencatat pesanan, memberikannya ke bagian dapur, dan mengantarkan pesanan kembali ke pemesan di setiap meja. Nanti setelah jam istirahat, kamu juga ke belakang untuk membantu bagian produksi mengolah bahannya." Pak Slamet terus melanjutkan penjelasannya.
Langit juga diajari prosedur melayani tamu dan diawasi oleh staf yang bertugas untuk itu.
Selanjutnya dia terus mondar-mandir tak kenal lelah melayani para tamu yang terus berdatangan. Tak bisa duduk walaupun sebentar. Semua karyawan aktif bekerja.
Saat jadwal shalat, dia diberikan waktu istirahat untuk shalat dan duduk sejenak untuk minum selama satu jam. Waktu istirahat itu dipergunakannya untuk membaca referensi berupa buku yang dipijamnya dari perpustakaan kampus yang berkaitan dengan skripsinya. Dia sangat bersyukur dengan keberadaan perpustakaan kampus yang lengkap, karena dia tak ada uang lebih untuk membeli buku referensi skripsinya yang cukup mahal.
Sesekali dia menyeka keringat di dahinya dan terus menbaca dengan fokus di lorong dapur restoran.
Setelah selesai waktu istirahat, dia kembali bekerja membantu tugas bagian produksi sesuai arahan. Menahan diri tiga jam berada di depan api yang panas.
Sesekali percikan minyak panas yang digunakan untuk menggoreng itu mengenai tangannya. Tapi dia menahan diri untuk tidak mengeluh dan tetap bekerja sesuai instruksi.
Saat pulang ke kos, Mentari menyambutnya dengan bahagia. Membuatkannya minuman hangat dan memijit pundaknya saat dia sibuk mengetik skripsi di laptopnya.
"Apa semua baik-baik aja, Mas?" tanya Mentari sambil sibuk memijit pundak Langit.
"Iya? Soal apa dik?"
"Di tempat kerja yang sekarang."
Langit menghela napas sebentar. "Beberapa orang terang-terangan bersikap gak suka sama aku dik. Biasa itu kalau pekerja baru."
"Sabar, ya, Mas. Di mana-mana pasti ada orang yang baik sama kita dan ada juga yang gak baik karena belum mengenal kita. Ya, kita gak bisa kendalikan dengan siapa kita bertemu, mereka suka sama kita atau gak, dan lainnya. Tapi kita bisa berdoa dan berusaha melembutkan hati mereka. Besok kan Mas sif pagi, aku buatin nasi uduk deh buat karyawan-karyawan di sana. Gratis. Boleh gak ya sama manajernya?"
Langit tersenyum sebelum menoleh ke arah istrinya yang berada di balik punggungnya. "Masyaallah. Pinter banget sih istriku."
Keduanya bertatapan sambil tertawa bersama.
Karena hal itu diperbolehkan, Langit akhirnya membawa dua puluh nasi uduk buatan istrinya untuk sarapan karyawan. Mereka sangat bahagia karena beberapa dari mereka memang belum makan. Terlebih rasa nasi uduk yang sangat enak.
"Aduh ... ini nasi uduk beli di mana sih, Langit? Kok bisa seenak ini?" tanya salah seorang karyawan pria yang mewakili sepuluh karyawan lain yang tengah makan tak jauh dari Langit.
Langit yang sedang membersihkan meja itu tersenyum simpul. "Alhamdulillah kalau suka, Mas. Itu buatan istri saya. Istri saya jualan di depan kos, tapi ini gratis kok. Istri saya buat khusus untuk karyawan di sini."
Sepuluh karyawan itu justru terbelalak.
"HAH? Kamu udah punya istri Langit?" tanya salah satu karyawati yang berhijab.
"Alhamdulillah udah, Mbak."
"Jadi kamu nikah saat masih kuliah? Kamu usianya berapa sih?"
Langit tetap tersenyum tenang. "Alhamdulillah saya udah 23, Mbak. Istri saya 22."
Para karyawan itu angguk-angguk kepala. Tak menyangka Langit sudah memiliki istri.
Semenjak hari itu, beberapa orang yang semula memusuhi Langit berubah menjadi teman. Terlebih sikap Langit yang sangat rajin dan bersahabat. Kadang ikut lembur membantu tugas teman-temannya.
Kabar tentang nasi uduk buatan Mentari yang sangat enak pun sampai di telinga Pak Slamet yang akhirnya memesan nasi uduk tiga kali sepekan untuk sarapan para karyawan yang masuk pada sif pagi. Mentari terkejut sekaligus bersyukur mendapatkan lebih banyak pesanan, karena sebelumnya dia tak ada niat selain berbagi.
***
Langit tak sengaja melihat ruang VIP milik restoran yang mendapatkan banyak kunjungan dari orang asing yang datang bersama keluarga. Karyawan yang ditempatkan di sana pun wajib menggunakan Bahasa Inggris.
Dia teringat bahwa salah satu seleksi perusahaan ternama yang akan melakukan seleksi di kampusnya adalah seleksi wawancara. Seleksi wawancara menggunakan Bahasa Inggris.
Banyak teman-temannya yang dikabarkan sudah mengambil kursus khusus untuk memperlancar kemampuan Bahasa Inggris mereka. Langit pun tak tinggal diam. Dia tak memiliki cukup uang untuk kursus khusus, tapi memilih mengasah Bahasa Inggrisnya dengan meminjam buku dari perpustakaan, membaca referensi Bahasa Inggris, menonton ceramah Bahasa Inggris, dan meminta untuk ditempatkan di ruang VIP itu.
"Kamu mau kerja di ruang VIP saat hari libur? Benar? Kamu itu libur sepekan hanya sekali, Langit. Apa mau digunakan juga untuk kerja? Tidak ada penambahan gaji untuk itu," ujar Pak Slamet saat Langit mengutarakan maksudnya untuk bekerja di ruang VIP saat jadwal liburnya.
"Tidak apa-apa, Pak. Saya mau berkomunikasi langsung menggunakan Bahasa Inggris."
Alhasil permintaannya dikabulkan. Dia banyak berlatih melalui percakapan dengan para tamu asing itu. Kurang lebih 8 jam dia bekerja di ruang VIP dan melakukan percakapan menggunakan Bahasa Inggris yang membuatnya mulai mengetahui beberapa pelajaran baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekapan Langit (TAMAT)
Spiritual📚 Part Lengkap #Karya 15 Tak seperti kisah putri dalam dongeng yang dijemput oleh pangeran dari kerajaan yang kaya raya. Mentari yang kerap disiksa oleh Tante Arumi dan saudara sepupunya itu dijemput oleh Langit. Mahasiswa Teknik Sipil yang KKN di...