Menangis di tengah malam

1.6K 57 0
                                    

tidak terasa waktu begitu cepat berlalu kini liburan sekolah tinggal 3 hari lagi , rasanya hari-hari ku yang damai kini sudah hampir habis , rasa gelisah mulai datang , bukan karna sebentar lagi berangkat ke sekolah tapi karna aku harus kembali pulang ke rumah ibu tiriku,

aku selalu berharap pada mbah isah dan nenek , semoga mereka bisa membuat bapak setuju agar aku tetap bisa tinggal di sini,

sore itu aku pergi ke rumah mbah isah lagi , terlihat ia sedang menyapu halaman rumahnya dengan tubuh renta nya yang khas dengan cara berdiri yang agak bungkuk,

aku terduduk dan mengamati nya dengan seksama sosok seorang nenek dan mbah isah adalah dua orang yang paling menyayangi ku, sejak mamah meningal aku merasa yang paling berpengaruh dalam membesarkan ku adalah mereka berdua meskipun bapak masih ada namun bapak hanya pulang dua bulan sekali , dan itu pun kadang bapak tak menginap dan langsung berangkat kembali.

"sejak kapan kamu di situ rud.?"
tanya mbah isah , yang seketika menyadarkan ku dari lamunan,

"baru saja rudi sampai mbah."
ujarku,

"itu rud , coba buka bakul di samping pintu , simbah belikan buah untuk mu , rencana nya tadi mau simbah antarkan ke rumah nenek mu setelah selesai nyapu , ehh kebetulan sekali kamu kesini,"
ucap simbah menunjuk bakul dari anyaman bambu di sebelah pintu.

segera aku memeriksanya ,

"wah terimakasih mbah ,"

"iya, ngomong- ngomong kapan bapakmu datang kesini.?"
tanya mbah isah,

"kayak nya besok mbah."

"besok simbah akan bicara langsung sama bapak mu rud, perihal kamu yang harus tetap tinggal di sini , "
ujar mbah isah,

"mbah kalau boleh rudi malam ini, nginep di sini lagi ya.?"
pintaku pada mbah isah

"ya boleh banget , simbah malah seneng , tapi kamu udah minta izin sama nenek mu belum.?"

"sudah mbah , rudi sudah izin ke nenek tadi,''

malam ini aku menginap lagi di rumah mbah isah , setelah makan malam mbah isah dan aku pun duduk di depan rumah , mbah isah kembali menanyakan banyak hal padaku ,kami mengobrol sampai aku teringat ,

"ngomong- ngomong simbah tak menyiapkan bahan untuk membuat dagangan besok , biasanya sudah di tata rapih di atas meja.?"
tanyaku heran,

"simbah besok nga jualan dulu."
ujar mbah isah,

"loh memangnya kenapa.?"

"simbah tidak mau melewatkan kesempatan bicara sama bapak mu besok , jadi setelah dengar bapak mu akan menjemput mu,
simbah memutuskan untuk tidak dagang"

"ya sudah rud ayo masuk , sudah malam , "
tambah mbah isah yang menyuruhku masuk ,

aku pun segera membaringkan badan ku di atas ranjang dan mbah isah duduk di bangku kecil dan menyalakan sebatang rokok,

meski mbah isah perempuan dan sudah tua tetapi aku tidak heran melihat nya merokok , karna mayoritas warga desaku yang sudah sepuh (tua) memang mempunyai kebiasaan merokok , dan sebagian lagi memilih kinang .

segera aku bersiap untuk tidur , mataku sudah mengantuk , rasanya nyaman sekali walau tidur di rumah gribig yang hanya berdinding anyaman bambu . tak lama aku pun tertidur dengan pulas

******

sayup- sayup suara wanita menangis lirih terdengar di telinga ku , segera aku membuka mata untuk memastikan arah dari suara tangisan tersebut , kulihat mbah isah tak berada di dalam rumah dan pintu pun terbuka lebar , segera aku bangkit dan berlari menuju pintu , kulihat dengan jelas mbah isah duduk berlutut di dapan halaman sembari menangis menutup wajah nya dengan kedua telapak tangan. aku yang kuatir pun mendekat.

POCONG PENGETUK JENDELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang