12

267 23 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Raena menatap langit yang mulai meredup dari jendela kamarnya. Air mata masih mengucur membasahi pipinya.
Memang dia suka membaca cerita fiksi remaja, dia juga suka membaca cerita tentang perjodohan.

Tapi satu hal yang tak pernah Raena perkirakan adalah, hal itu terjadi di dunia nyata, dan itu terjadi di kehidupan nya.

Jika awalnya ia berangan-angan dijodohkan juga dengan lelaki tampan, perlu diketahui bahwa itu hanya sebatas angan-angan nya saja, tidak ada harapan agar hal tersebut menjadi nyata, tidak ada.

Menikah di usia muda bukanlah suatu hal yang ingin ia lakukan, itu benar-benar konyol.

Karena Raena tau, menikah itu tak seindah yang dibayangkan, apalagi menikah di usia yang masih labil, itu hanya akan membawa masalah.

Ia juga tau tak semua keluarga bisa seharmonis keluarga nya, belum tentu di dalam pernikahan nya nanti ada kata harmonis yang menyelimuti, banyak pertimbangan bagi Raena untuk menerima ini.

Jika menikah nanti, apa ia masih bisa leluasa pergi kesana-kemari? Apa ia masih bisa leluasa dekat dengan siapa pun? Dan apa ia masih bisa mewujudkan impian nya sebagai wanita karir? Apa semuanya masih bisa ia lakukan? Mungkin bisa, tapi tak akan semudah jika ia tak memiliki hubungan khusus dengan lelaki mana pun.

Raena menggeleng kan kepalanya, semuanya telah ia pikir kan, benar, tak akan ada untung yang akan ia dapatkan, yang ia dapatkan hanya kerugian jadi apa alasan nya menerima perjodohan ini?

Ketukan pintu membuat fokus Raena teralihkan.

"Na? Bunda masuk ya?" Ujar Riana dari arah luar.

"Iya Bun," jawab Raena lalu menghapus air mata yang masih tercetak di pipinya.

Riana melangkah mendekati Raena yang berada diatas kasur nya.

Raena yang tadinya menghadap jendela mengubah posisinya, untuk melihat wajah Bunda tercinta nya yang sepertinya baru selesai menangis juga.

Riana meraih tangan Raena dengan lembut. Mereka terdiam satu sama lain, Raena mencoba memahami guratan risau di wajah Riana, sedangkan Riana masih berperang di dalam hatinya, ia benar-benar bingung bagaimana cara meyakinkan putri nya ini.

"Na, alasan Bunda jodohin kamu sama anak Tante Kartika, bukan semata-mata hanya untuk memenuhi keinginan Tante Kartika, tapi di satu sisi, Bunda mau bawa anak Tante Kartika pulang, Bunda mau dia balik kesini, Bunda nggak tau hal apa aja yang terjadi sama dia di luar kota sana, apalagi Om Devano juga nggak terlalu peduli sama dia, kamu bayangin gimana dia harus hidup kesepian selama ini?"

"Kamu masih ingat nggak, waktu Bunda sama Ayah ke Tokyo ada urusan, dan kamu harus tinggal sama Oma? Gimana perasaan kamu saat itu?" Tanya Riana menatap Raena dengan lembut.

"I feel very sad and lonely," jawab Raena pelan.

"Jadi bisa kamu bayangkan kan bagaimana rasanya jadi anak Tante Kartika? Besok untuk tahun ketujuh belas dia tanpa pernah sekalipun di merasakan bagaimana pelukan hangat seorang ibu, jadi Bunda pengen di ulang tahun nya kali ini, untuk kali pertama ia bisa merasakan pelukan hangat seorang ibu, meskipun Bunda bukan Ibu kandungnya, tapi entah kenapa Bunda pengen ngelakuin itu,"

"Setidaknya ini bisa sebagai bentuk terimakasih Bunda untuk Tante Kartika yang udah pernah ada di hidup Bunda, seseorang yang telah banyak menebar kebaikan di dalam hidup Bunda," tutup Riana, matanya memerah menahan tangis, ia malu jika harus menangis lagi di depan putrinya, ia akan terlihat seperti ibu yang lemah.

"Bun? Kalau memang itu alasan bunda kenapa Bunda nggak ngangkat dia jadi anak Bunda? Kenapa harus ada perjodohan ini?" Tanya Raena dengan nada bergetar.

"Kalau Bunda bisa menuhin keduanya, kenapa Bunda harus memilih salah satu nya?" Ujar Riana balik bertanya.

"Tapi masalahnya Bunda nggak bisa, Raena nggak mau Bun, ini kehidupan aku jadi taruhannya, aku nggak tau dia cowok yang kayak mana, aku nggak tau sifatnya dia kayak mana, aku nggak tau kedepannya dia bisa bikin hidup aku bahagia atau enggak, aku belum tau seluk beluknya Bun," tolak Raena sembari menggeleng kepalanya berkali-kali.

"Aku nggak bisa Bun," ujar Raena, tapi satu hal yang Raena sesali, Bunda nya kembali menangis, raut kekecewaan langsung tergurat jelas di wajah Bunda nya.

"Na, bantu Bunda, Bunda nggak bisa tenang, coba kamu bayangin, selama ini dia hidup tanpa ibu, atau bahkan ayah, karena Om Devano juga nggak peduli sama dia, kamu bayangin hari-hari nya yang hampa, kamu bayangin gimana dia di hari ibu, kamu bayangin gimana dia ngeliat temen-temen nya yang punya ibu, kamu bayangin setiap pembagian rapor atau setiap kelulusan nggak ada yang datang, setidak nya dihari kelulusan nya nanti ada berbeda Na, dia udah punya keluarga yang benar-benar dia rasa keluarga, coba kamu bayangin—"

"Cukup Bun!" Potong Raena cepat, ia memandang bahu Bunda nya yang bergetar, perasaan bersalah berkali-kali lipat lebih menyakiti nya.

"Aku nggak mau nantinya aku bakalan liat dia karena perasaan iba, tinggalin aku sendiri dulu, aku masih butuh pertimbangan." Tutup Raena melepas tangan nya dari genggaman Riana lalu merebahkan tubuhnya membelakangi Riana.

Riana mengusap air mata nya lalu mengangguk.

"Iya, Bunda ngerti, yaudah kamu istirahat dulu, Bunda keluar ya," ujar Riana lalu melangkah pergi namun ia berhenti di ambang pintu.

"Kalau kamu tetep nolak, nggak apa-apa ya sayang? Nanti kasih tau Bunda, nanti malam Bunda bisa bicara baik-baik sama Om Devano, met bobo putri Bunda." Tutup Riana lalu menutup rapat pintu kamar Raena.

Raena menangis sejadinya-jadinya, dia benar-benar anak yang tidak berguna, bagaimana bisa ia membuat Bunda nya yang selama ini telah merawatnya menangis karena dirinya.

Otak nya berputar, selama ini memang belum ada perjuangan yang ia berikan kepada kedua orang tuanya, hidup berlimpah harta dan kasih sayang tak ada sedikitpun kekurangan yang ia rasakan dalam keluarga nya ini.

Mendapat berbagai penghargaan dan peringkat 1 pun bukan murni karena usahanya, karena pada dasarnya semuanya itu juga berkat kedua orang tua nya yang jenius, jadi apa telah ia perbuat bagi kedua orang tuanya? Tidak ada, ia semakin menyesal atas perbuatan nya tadi, sungguh ia menyesal.

Raena menarik selimutnya hingga sebatas lehernya, hari ini cukup melelahkan, lelah berpikir ia ingin mengisi tenaga nya yang sudah terkuras habis.

Menurut nya, tidur sejenak meskipun hanya beberapa menit bisa meningkatkan energi dan semangat nya, tidur juga dapat membantu nya melupakan sejenak masalah-masalah yang sedang ia hadapi.

Secinta-cinta nya ia dengan makanan, namun menurutnya lebih baik ia tidak makan daripada ia tidak tidur.

Ia menutup matanya yang terasa lelah karena menangis dengan waktu yang lama, ia ingin tidur, berharap nanti setelah ia bangun semua nya bisa berjalan dengan baik.

Ia menutup matanya yang terasa lelah karena menangis dengan waktu yang lama, ia ingin tidur, berharap nanti setelah ia bangun semua nya bisa berjalan dengan baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Okeh jangan lupa Votmen nya everybody, author disini mengharapkan nya supaya rank cerita ini bisa naik huhuhu~

Janlup follow akun ig Darren ganteng ya?
@drrnn_atmaja

See youu sayang-sayang ku♡♡♡♡♡

𝐂𝐀𝐂𝐓𝐔𝐒 𝐂𝐎𝐔𝐏𝐋𝐄 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang