36

144 11 0
                                    

Devano menutup pintu kamarnya, kegelapan langsung menyapa dirinya, ia menekan saklar lampu yang tepat disamping nya, tangan nya melepas dasi yang mencekik nya satu harian ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devano menutup pintu kamarnya, kegelapan langsung menyapa dirinya, ia menekan saklar lampu yang tepat disamping nya, tangan nya melepas dasi yang mencekik nya satu harian ini.

Ia jatuh bersandar ke pintu nya, ia memandang kosong ke depan, lagi-lagi fakta mengejutkan nan menyakitkan ia dapat.

Wajah nya datar dan dingin, rambut yang acak-acakan, namun tak juga menua di umur nya yang sudah menginjak kepala 4.

Ia beranjak ke meja kerja nya, ia menarik salah satu laci yang paling bawah, mengambil binder lusuh dengan sampul bewarna navy.

Semua kehidupan nya sejak SMP ada disana, namun karena terlalu penuh, beberapa isi nya sudah ia lepas dan disimpan di kotak lain.

Ia melepas satu kertas dari binder itu, ia mengambil pulpen dari saku jas nya, ada nama nya dan Kartika di sana.

Matanya menatap kosong kertas putih itu. Seolah ia merasa tak tega kertas itu akan menerima rasa sakitnya lagi dan lagi.

Kartika

Rangkaian huruf itu lah yang terukir pertama, mengawali ceritanya malam ini.

Tangan nya dengan lihai menggores kata demi kata membuat rangkaian kalimat, yang sebenarnya tak tau ia tujukan pada siapa.

Tangan kirinya mengepal di atas meja, rasa sakit di hatinya tak tertahankan hingga pada akhirnya air matanya meluruh juga.

Ia menangis, untuk kesekian kalinya.

Kapan aku bahagia? Ajak aku bahagia Kar

Tangan Devano berhenti, kalimat terakhir itu lah yang menjadi penutup ceritanya malam ini.

Sebelum air matanya jatuh tepat diatas kata 'Bahagia', membuat tulisan yang belum sempat kering itu memudar seketika.

Devano melirik foto nya dan Kartika yang sengaja ia pajang di atas meja nya.

Tangan nya terulur menjamah bingkai itu dan akhirnya ia angkat dan di dekap nya.

"Aku nggak kuat sendiri Kar, harus sesakit apalagi yang aku rasakan, kapan semesta berhenti bermain-main dengan ku Kar?"

"Setelah kehilangan Ayah dan Bunda, aku menemukan mu, namun nyatanya? Aku juga kehilangan mu, dan sebentar lagi, rasa sakit karena kehilangan mungkin akan kurasakan kembali," monolog Devano sembari terisak.

"Kenapa bukan aku saja yang menghilang? Jika semesta memang tak menyukai ku, mengapa bukan aku saja yang menghilang?"  Devano menunduk, dahi nya bersentuhan dengan meja kerjanya, mungkin ini malam yang kesekian kali ia akan tertidur lagi dengan posisi seperti ini.

Ia terlalu lelah, bahkan sekedar berjalan ke kasur nya, atau memang ia lebih suka menyakiti dirinya sendiri.

Bingkai yang sering berada di dekapan nya pun tak pernah terlepas dan terjatuh dari tangannya, selain karena ia mendekap nya dengan cukup erat, juga karena memang ia tidak pernah tertidur lelap.

𝐂𝐀𝐂𝐓𝐔𝐒 𝐂𝐎𝐔𝐏𝐋𝐄 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang