44

155 13 0
                                    

Hari sudah gelap namun Revan baru menginjakkan kaki nya di rumah, karena ia berpikir tak akan ada yang peduli, dan tidak akan ada yang memarahi nya, di hanya sendiri di rumah sepi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari sudah gelap namun Revan baru menginjakkan kaki nya di rumah, karena ia berpikir tak akan ada yang peduli, dan tidak akan ada yang memarahi nya, di hanya sendiri di rumah sepi ini.

Namun saat ia menghidupkan lampu ruang keluarga ia terkejut bukan main, disana ada Ayah nya duduk terdiam sambil melipat tangan di dada nya.

Revan dengan takut-takut semakin melangkah masuk.

"Darimana kau?" tanya Ayah nya dingin, melangkah lalu berdiri di depan Revan.

"Futsal," jawab Revan asal.

"Futsal, futsal, futsal terus! Mau jadi apa kau?! Tugas mu itu cuman belajar yang bagus, malu saya punya anak seperti mu. Hanya menurut apa susah nya? Ingat peringkat mu cuman sebatas 10 besar tidak lebih! Sudah berulang kali saya menyuruhmu untuk tembus ke tiga besar, tapi apa?! Kerja mu hanya keluyuran sampai pulang malam!" marah Ayah Revan.

"Jadi seperti ini tabiat mu setiap hari?! Karena saya jarang pulang ke rumah ini, bukan berarti kau bisa sesuka hati melakukan sesuatu, hidup ini semuanya punya aturan," lanjut Ayah Revan sambil menunjuk ke arah bawah menekan kata aturan.

"Udah lah Yah, udah malem, besok aja ceramahnya," balas Revan malas, ia tau ucapan nya tak memiliki sopan santun, tapi ia sudah terlalu muak dengan segala ucapan Ayah nya.

"Kurang ajar! Ini salah satu penyesalan saya, kenapa dulu saya mau menikahi ibumu! Pada akhirnya saya harus menerima anak tidak tau diri seperti mu!" sarkas Ayah Revan.

Tangan Revan mengepal, mati-matian agar tinjuan nya tidak melayang mengenai pipi sang Ayah.

"Stop Yah, aku capek, lagi malas buat ribut,"  balas Revan masih berusaha untuk tetap tenang.

"Kenapa? Kau tidak terima? Tapi itu lah faktanya, saya benar-benar merasa terbebani karena kehadiran kalian berdua. Sialnya dia pergi tapi meninggal kan beban seperti mu, kenapa ia tidak mengajak mu sekalian?" ucap Ayah Revan, kali ini ucapan Ayah nya lebih menyakitkan dari biasanya.

"Cukup Yah! Ibu udah tenang disana! Nggak usah bawa-bawa Ibu lagi, kalau Ayah mau marah, marah ke Revan aja, nggak usah bawa-bawa Ibu lagi! Pukul Revan, maki Revan, bila perlu bunuh Revan! Tapi satu hal yang Revan minta, tolong jangan hina Ibu lagi. Karena itu nyakitin bagi Revan!" ujar Revan putus asa, nafas nya tak beraturan dengan emosi yang memuncak. Mata nya memanas tak kuasa menahan air mata nya sendiri.

"Saya tidak sudi menodai tangan saya untuk anak pembawa sial seperti mu. Tapi aku berharap, secepatnya kau menyusul ibu mu!" bentak Ayah Revan.

"Baik! Kalau itu mau Ayah oke Revan turutin, Revan bakalan ngelakuin semua kemauan Ayah!" balas Revan mengusap air mata nya kasar, tak sudi menangis karena laki-laki bajingan yang menyandang status sebagai Ayah kandungnya.

"Tapi satu lagi, saya harap sebelum kematian menjemput mu, setidak nya untuk pertama kali kau berguna untuk orang-orang di sekitarmu, jangan pergi dengan label 'beban kehidupan'. Jangan sampai mati pun kau tak ada gunanya untuk orang-orang di sekitarmu mu!" tutup Ayah Revan lalu melangkah pergi keluar, sudah pasti ke rumah nya yang lain.

𝐂𝐀𝐂𝐓𝐔𝐒 𝐂𝐎𝐔𝐏𝐋𝐄 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang