25. Tidak peduli

44 26 1
                                    

Hai?

Warning ⚠️: jangan plagiat! Jangan lupa untuk vot & komen!

Lengkara berjalan lunglai, ia berjalan melewati trotoar yang ramai akan lalu lalang nya kendaraan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lengkara berjalan lunglai, ia berjalan melewati trotoar yang ramai akan lalu lalang nya kendaraan.

Sungguh hati Lengkara rasanya sudah mati rasa akan hinaan, begitu tega mereka mengeluarkan hinaan yang tak sepantasnya.

“ Aku salah apa tuhan? ” Isak Lengkara.

Lengkara menatap langit yang sudah mendung, Langit saja tau bahwa dirinya sedang bersedih.

“ Langit tunggu aku di sana ya, sebentar lagi aku pulang. ” Kata Lengkara sambil tersenyum manis, dia mengusap air matanya kemudian berjalan untuk menuju ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit Lengkara langsung menghampiri ayahnya. “ Ayah kenapa belum tidur? Udah malem loh ” Katanya.

Doni menggeleng, “ Ayah belum ngantuk, maafkan ayah yah nak yang sudah menyembunyikan penyakit ini. ” Sesal Doni.

Lengkara mengangguk, “ Ayah ga perlu minta maaf, Lengkara yang seharusnya minta maaf karena sudah gagal untuk menjaga ayah. Ayah jangan khawatir, yang terpenting ayah sekarang harus sembuh untuk biaya sudah Lengkara bayar menggunakan BPJS. ”

“ Kamu sudah makan Nak? ” Kata Doni, Lengkara mengangguk.

Padahal dirinya belum makan, karena  uang nya sudah habis untuk keperluan. Maka dari itu Lengkara kini sedang mencari pekerjaan.

“ Ayah tidur ya, udah malem. ” Ucap Lengkara.

•••

Kelas Lengkara kini masih sepi, karena dia datang terlalu pagi jadinya belum ada yang datang selain satpam, guru dan dirinya.

Lengkara kini sedang membaca buku, ia sangat suka membaca buku bahkan buku dengan kata-kata indah.

Sekitar 30 menit, kini kelas udah tampak ramai oleh siswa/i. Pelajaran pertama telah di mulai.

“ Anak - anak sekarang kita akan bagi kelompok untuk melakukan hasil observasi lingkungan. Kelompok pertama yaitu Bombom, Azina, Kafka, Celine. ” Kata pak bodi.

“ Kelompok ke dua, ada Lengkara, Lauzen, Zahra, Sinta. ” Lanjut pak Bodi, terdapat 5 kelompok untuk melakukan hasil observasi lingkungan.

Males banget gue sekelompok Ama tuh bocah.

Yess gue sekelompok sama bebeb Azina

Untung ga sama Lengkara si bocah ingusan.

Lengkara terdiam, ia menuruti apa kata guru untuk membagikan kelompok. “ Gapapa Lengkara pasti kamu bisa. ” Semangatnya.

Sinta mendekati meja Zahra, “ Ra, pulang sekolah kita kerkom ya. ” Zahra pun mengangguk begitu pun Lauzen.

Tumben sekali Lauzen tak berulah?

Lengkara menatap Sinta, “ Sinta, maaf aku izin ga ikut kerkom gapapa? Tapi nanti aku bantu lewat WhatsApp. ”

Sinta memutar bola matanya malas, “ Ya! ”

Lauzen bersikap dada, “ Gak, enak bener lo! Nyusahin banget sih. ”

“ Lau, Ayah ku sakit jadi aku gabisa ikut kerkom, tapi aku bantu kalian lewat online. ” Kata Lengkara.

Zahra angkat bicara. “ Mau ayah lo sakit atau mati emang kita peduli, ya gak? Kita ga butuh bantuan lo. ”

Lengkara menatap mata Zahra dengan tatapan sulit di percaya, “ Zar, kenapa kamu jadi gini? Aku salah apa sama kamu? Tega kamu ya. ”

“ Kita sahabat, ga sepantasnya kamu mengatakan kata-kata yang bikin orang sakit hati. ” lanjutnya.

Zahra terkekeh sinis, “ Apa Lo sakit hati sama perkataan gue? Ini semua pantas buat Lo! Emang lo pikir gue ga sakit hati sama tingkah laku mama lo yang jadi simpanan ayah gue?! GUE SAKIT HATI ANJING! ”

“ Gue sakit hati Kar, asal lo tau gue mati matian buat nyembuhin mental gue dan mental mama gue gara - gara kelakuan benalu! KENAPA LO DAN MAMA LO GA MATI AJA? gue berharap lo mati secepatnya kar, gue muak liat lo di dunia. ”

TBC

Jadi Zahra sakit jadi Lengkara jauh lebih sakit, iya gak?

Maaf ya Zahra dan Lengkara, akan ku buat kalian bahagia kembali ya 🤗

Ig: fr.amorr

Bintang untuk Ayah [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang