11

11.8K 335 0
                                    

Masih di lokasi yang sama. Setelah pembahasan berat tadi, mereka belum mau meninggalkan tempat bersejarah ini. Lagipula ini belum waktunya para anak sekolah pulang. Selagi masih ada waktu, mengapa mereka tak menghabiskannya dengan bersenang-senang?

Truth or dare adalah permainan pilihan Abel saat ini. Diikuti tujuh anak inti Gardixen di tambah si bocah sangar Gal. Kansa di suruh masak di sini, oleh suaminya. Mau menolak, tapi tak tahu caranya. Rasanya seperti dia tidak punya hak, dia hanya punya kewajiban.

"Truth or dare."

Entah tak punya modal, atau apa, alat yang di gunakan adalah botol bekas minuman Legister. Dan ujungnya berhenti tepat menunjuk sosok Gal.

"BOCAH!!" seru Abel semangat. Senang sekali rasanya jika bisa menjahili putra semata wayang Alskara ini.

"Ck!!" Gal jelas berdecak. Sudah beberapa kali dia kena. "Masa gue mulu?"

"Tinggal pilih apa susahnya sih?!" ketus Sega.

"Truth dah! Biar cepet, males soalnya!'

Alskara tersenyum tipis. Bocah itu tak suka sesuatu yang banyak membuang waktu. Dia mudah bosan dengan apa yang berada di genggamannya. Sedikit sama persis dengan tabiat Alskara sebenarnya, tapi semoga aura positif Kansa juga turun pada anak laki-lakinya itu. Walaupun terlahir dari sebuah kesalahan, Galaksi Elgailel tetap anak biologisnya, darah dagingnya.

"Lebih sayang ibu, atau ayah?" tanya Rangga. Dia menaikturunkan alisnya menggoda.

Yang lain tertawa terbahak. Entah sudah tahu jawabannya, atau merasa lucu atas respon bocah dua tahun itu. Alskara mendengus malas, kemudian lelaki itu membuang muka. Tentu dia tahu jawabannya.

"Ibu!!" papar Gal bangga.

"HAHAHA!"

"Bapak lo ini!!" Biru yang duduk di dekat Alskara menepuk-nepuk bahu cowok itu refleks. "Jahad banget elah!"

"Sabar Al, punya anak ngelunjak kayak gini!!"

"Dah, dah!"

"Puter! Puter!"

Botol diputar lagi, menunjuk Biru sebagai sasaran selanjutnya. Cowok itu mendengus malas. "Gue pilih dare!"

"Ya, ya si paling sains. Gue tantang lo buat ngajuin project mesin waktu di HSSHq nanti!"

Agil tertawa keras. Wajah Biru benar-benar dongkol. Sementara yang lain bertepuk tangan heboh ketika Biru mengangguk pasrah. Selain cerdas dan genius, Biru anaknya pemberani. Dia paling suka menantang seseorang yang dianggap membahayakan.

"Bisa lah Bir! Anaknya profesor Arganta masa gak bisa?! HAHAHA!" tawa Abel pecah lagi, sebagai sahabat sehidup sebangsa yang tentu tahu latar belakang temannya itu.

Wajah Biru memerah mendengar penuturan cowok itu. "Diem lo kobel! Mau gue nikahin nyokap lo?!"

"ANJING!! PARAH, BEL!" seru Rangga.

"Nikahin aja, cocok lo pada, anak sama bapak!" celetuk Alskara.

"LAH, LAH! BOS?!"

"Ck!!" Gal malah berdecak risih mendengar celotehan mereka. Baginya, itu bukan sebuah lelucon. Itu terlalu monoton untuknya. "Ayo!! Gal mau liat lagi!"

"Iya raja, iya!!" ketus Biru.

Botol diputar, sasarannya adalah Agil.

"Apa, Gil?"

"Truth!"

"Hal yang ada di pikiran lo sekarang?"

Hening.

ALSKARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang