22

7.5K 211 13
                                    

Walaupun kejadiannya sudah tidak sehangat hari itu, tapi soal pembantaian—misterinya masih menjadi teka-teki untuk para pemikir. Layar-layar elektronik di sepanjang koridor, tangga, maupun kafetaria sudah tidak lagi menyinggung soal belasungkawa. Dan Kansa sedikit lega karena itu, dia tak tega melihat anak-anak Gardixen yang kadang murung, tak mau keluar kelas.

Sekarang Kansa berada di gedung IPS, karena mulai hari ini, Ia dan teman-temannya sudah memasuki lintas minat sebenarnya. Padahal hal seperti ini terlalu berlebihan untuk sebuah pembuktian.

Dan soal hubungannya dengan Kalanva, Joana, Crystalin—Kansa rasa status mereka sudah dalam skala pertemanan. Bahkan saat ini mereka sedang santai di kelas barunya, melupakan rutinitas biasanya yang memuakkan, belajar.

"Cemen banget si Crys!" Kalanva menyipitkan mata, terlampau penasaran apa yang membuat si perfeksionis itu tak ada di kelas ini. Hipotesisnya-mungkin perempuan itu tak bisa menguasai lebih materi soshum.

"Nggakkk, gak mungkin!" Joana menatap Kansa dan Kalanva bergantian, "tau dia kannn?"

Disini Joana paling tidak mau salah.

Crystalin tidak masuk sekolah, tanpa meninggalkan pesan, apalagi surat izin kepada wali kelas. Ini mengundang banyak perspektif orang-orang di sekitarnya. Setidaknya, orang-orang yang masih menganggapnya sebagai personil IPA 1, maybe.

Kansa menatap Joana sengit. "Kok aku nethink, sih?"

"Emangnya apa yang lo pikirin?" Kalanva menopang pipi, menatap Kansa serius.

Kansa melepas kacamata bulatnya, melihat sekeliling, memastikan anak-anak lainnya benar-benar belajar, dan tidak terlalu fokus pada pembicaraan mereka.

Sebenarnya Kansa ragu mengatakan hipotesisnya.

"Gak jadi deng."

"KANSA!!!" pekik Joana.

Seisi kelas menatap Joana horor, sangat terganggu oleh suara melengkingnya. Beberapa di antara anggota kelas, ada yang terheran-heran, sebab tak biasanya Joana dan Kalanva sesantai ini. Dalam artian, mereka tidak terlalu menekankan untuk belajar sebelum di ajari. Tidak seperti biasanya.

Joana dan Kansa tersenyum lugu, seolah bicara bahwa mereka tidak bermaksud demikian. Kalanva mendengus malas, menutupi wajahnya dengan buku paket Kimia.

Kansa menyengir polos. "Yang mau aku omongin gak nyambung sama kenapa Crys gak sekolah."

"Ngomong aja sih, wir!"

"Dia.. dia masih berharap sama HSSHq gak sih?"

Meski kelihatan biasa saja, reaksi Joana cukup terbaca oleh Kansa. Begitupun Kalanva. Keduanya saling tatap, beradu pikiran.

"Gue tebak isi pikiran lo.. " Kalanva mendekat, refleks Joana dan Kansa melakukan hal serupa, "Crystalin join HSSHq sendirian, dan berakhir tragis?"

Kansa mengerutkan dahi pertanda heran. "Kita satu pikiran. Tapi berakhir tragis maksud kamu-"

"—di bunuh?!" Joana memotong, "yakali!"

"Mm, lagian emang segede apa nyali cewek sombong itu?"

Kansa dan Kalanva saling pandang. Sebesar apapun nyalinya, ambisinya, apa Crystalin akan mendadak jadi bodoh dan membahayakan diri? Tapi dugaan Kalanva sedikit kuat, dan Kansa setuju dengannya.

Tapi kalo Crystalin memang benar-benar join HSSHq, harusnya Abel dan Biru tahu. Mereka yang mengurus segalanya. Mungkin salah satunya punya akses melihat daftar anak-anak HSSHq. Dan sejauh ini, mereka tidak menampakkan sesuatu yang berhubungan dengan Crystalin.

ALSKARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang