07

12.8K 372 2
                                    

Malam ini dingin dua kali lipat. Jutaan orang akan memilih tidur nyaman di tempat tidur dibanding keluar rumah, basah-basahan akibat hujan. Rasanya Alskara juga demikian, jadwal pertandingan boxing yang sudah menjadi program kerja Gardixen terpaksa diundur— kebiasaan pemuda milenial jaman sekarang.

Keluar kecilnya baru selesai makan malam tadi. Alskara main HP di sofa. Gal eksperimen fisika— menjatuhkan kapas dan batu berulang kali, gabut. Kansa di dapur, menyiapkan susu buat Gal.

Gitu-gitu Gal doyan susu.

Gal bosan beberapa kali eksperimen. Hasilnya tak menentu. Otak bocah dua tahun itu seolah memutar, mengingat ucapan Rangga siang tadi. Satukan ayah-ibu.

"IBUUUUU!!"

Dasar anak gak sopan!

Di dapur, Kansa baru selesai mengocok botol susu punya Gal. Perempuan itu segera menuju sofa tempat anak dan suaminya berada.

"Biasa aja gak usah teriak, bocah!" dengus Alskara.

Gal mendelik tak suka.

"Nih susu punya Gal, abisin ya?"

Gal menerima botol yang ibunya berikan. Bocah itu cepat-cepat menahan tangan Kansa sebelum perempuan itu ke tempat lain.

"Ibu Gal pengen bobo, bertiga sama ayah."

Alskara berdecak. "Apapaan sih lo!"

"AYOOO!!!" Seru Gal.

Kansa meringis pelan. "Gal kenapa aneh banget?"

"Pokoknya mau bobo barenggg! Berrtiga!!"

"Kan biasanya Gal bobo sendiri, atau berdua sama ayah. Lagian mana muat kasurnya," jelas Kansa, alasannya memang rada tidak masuk akal. Tubuh Gal masih kecil, Kansa juga memiliki tubuh yang ringan. Muat-muat saja jika ditambah si kepala keluarga, Alskara.

"Kalo gitu ayah sama ibu aja tidurr berdua!"

Kansa refleks menatap suaminya. Mengerjap, menyadari situasi apa yang sedang dia hadapi.

"Lain kali aja, Gal."

"Kenapa sih?!" Protes Gal. "Gal belum pernah lihat ayah sama ibu berduaan, pelukan, mam bareng, pegang tangan, ciuman—"

"Gal!" tegur Kansa.

Sementara Alskara menatap putranya intens, paham gelagat anaknya yang seperti ini, pasti ada latar belakangnya. Pasti ada sebuah ucapan yang mengganggu pikiran anak itu supaya dia berkata demikian. "Rangga?"

"TRUE!!!"

Persis seperti dirinya. Dua orang yang memiliki hubungan darah, dua tahun telah menjalani hidup bersama. Alskara tahu anaknya.

"Sialan si Rangga!" desis Alskara.

"Kalo ayah sama ibu ndak tidur bareng, Gal broken home!!"

Kansa menghela napas, menatap anaknya penuh sayang, "mana buktinya? Gal biasa aja kan?"

Gal diam. Iya juga.

Ibunya selalu menjelaskan apapun dengan sabar kepadanya. Kansa selalu terima setiap respon dari Gal, apapun itu. Marahnya, cueknya, kasarnya, Kansa masih menyayangi Gal. Kansa bersyukur Gal hadir sebelum Kansa menginjak umur 17 tahun. Masa bodo soal pendidikan dan sejenisnya. Yang penting Kansa tidak dituntut jadi sempurna saat bersama anaknya, meski Alskara kadang menuntut sesuatu darinya

Jawaban dari ibunya memang sedikit mengubah pola pikir Gal soal hubungan orangtuanya. Tapi Gal masih merasa tidak lengkap.

"Tapi Gal mau lihat ayah baik sama ibu," kata bocah itu polos, lalu dia menatap ayahnya tajam. "Gal gak pernah tuh liat ayah peluk-peluk ibu kayak Gal. Ibu gak pernah suapin ayah kayak ibu suapin Gal."

Kansai mengerjap. Samar-samar ujung matanya menatap Alskara.

"Karena ayah sukanya marahin ibu, Gal juga suka marah-marah ke ibu," ucap Gal.

Alskara menatap anaknya datar. "Keren lo marah-marahin ibu lo?"

Gal merasa atmosfer di ruangan ini berubah drastis. Gal rasa..  ayahnya marah?

"Keren lah! Mirip ayah."

"U-udah, udah, sekarang pada tidur aja ya?" Kansa menengahi, dia yakin di antara anak dan suaminya tidak akan ada yang mengalah. "Gal mau bobo dimana? Sendiri, sama ibu, atau sama ayah?"

"Sendiri aja, lah!" ketus Gal.

Bocah dua tahun itu berdiri, berjalan tertatih-tatih menuju kamarnya sendiri. Mood-nya hancur melihat respon orangtuanya.

Ruangan ini tinggal sisa pasangan suami istri muda. Masih dengan suasana tegang versi Kansa.

"Lo diem aja di ketusin anak sendiri?"

Kansa menelan ludah.

"Lembek banget sih lo! Tinggal marahin aja, lawan!" Jeda, "dasar lemah!"

Alskara berdiri.

"Gal masih anak kecil, jangan kebanyakan di manja, jadi kurangajar kan dia?!"

Muak di tempat, Alskara pergi ke kamarnya. Meninggalkan istrinya yang berdiri mematung. Tidak bergeming, sampai Alskara benar-benar menghilang dari penglihatannya.

Ini yang Kansa benci di dalam rumah tangga.

.

Bolpoin yang jadi alat buat mengisi soal-soal ulangan di hadapan Kansa bermasalah. Tintanya keluar banyak dari ujung wadah bolpoinnya. Perempuan itu menghela napas, untung hasil ujiannya sudah selesai dia revisi. Tinta-tinta itu pun samasekali tidak mengenai baju seragamnya.

Jarum jam di kelas unggulan ini sudah menunjukkan pukul 10.10. Waktu ulangan sisa sedikit lagi. Sisa waktu itu Kansa gunakan untuk menulis angka-angka yang akan jadi pembelajaran anaknya saat istirahat pertama nanti. Tapi Kansa belum mau bertemu Gal ataupun suaminya. Keinginannya merenung sebentar, mencari tahu apa yang jadi kesalahan besarnya soal kemarin.

Harusnya Kansa bisa menjawab ucapan terakhir Alskara kemarin. Justru karena Gal masih kecil, Gal mesti banyak mendapat kasih sayang. Gal berhak dimanja. Tapi Kansa juga tidak sepenuhnya benar, dia belum tahu cara mendidik anak dengan baik. Kansa masih awam soal itu. Di mana dia menjadi ibu di umurnya yang waktu itu baru menginjak usia 15 tahun.

"FINISHED!!"

"Kumpulkan! 10 detik dari sekarang!!"

Madam Celine tahu, sebelum dirinya bicara pun anak IPA1 sudah pasti selesai mengerjakan ulangannya. Mereka bukan anak biasa. Mereka jenius, disiplin, dan terlampau perfeksionis.

Jawaban ulangan sudah ada di meja guru, semuanya. Para jenius kebanggaan sekolah ini sudah memasukkan mata pelajaran awal ke tasnya masing-masing. Tanpa basa basi lagi, madam Celine pergi dari kelas ini.

Sepeninggal guru bahasa Inggris tadi, Kansa menatap sekeliling. Anak-anak yang lain sibuk membaca materi pelajaran selanjutnya, memahaminya agar bisa dengan mudah mengambil hari guru, dan mendapatkan nilai plus. Kansa menghela napas, istirahat masih satu jam kemudian. Sementara semenjak punya Gal, Kansa seolah malas belajar. Kansa seolah Ingin selalu fokus pada Gal. Kansa suka apapun tentang Gal dan— suaminya.

"Zi!" panggil Kansa.

Azio menoleh malas. Cowok itu sedang sibuk-sibuknya mempelajari soal kimia. Dan Kansa benar-benar membuang waktunya. "Apa?"

"Aku izin ya? Ke kamar mandi."

Karena Azio adalah ketua kelas. Otomatis Kansa meminta izin pada pemuda ambis itu. Azio bodo amat, meskipun dia ketua kelas, fokusnya hanya pada mata pelajaran. Masa bodo dikira tidak bertanggung jawab. Azio tidak begitu peduli.

"Ya, ya, pergi sana!"

Kansa menggeser kursinya, lalu berdiri. Pergerakannya sama sekali tidak membuat anak-anak yang lain terganggu. Mereka fokus memahami materi untuk mapel selanjutnya.

Keluar kelasnya, dan mulai menghirup udara yang khasnya lumayan beda dengan udara di kelasnya tadi, Kansa seolah jadi manusia rakus terhadap udara beberapa detik tadi.

Saatnya memperbaiki hubungan yang hampir rusak.

ALSKARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang