"Jadi, gimana, bun?"
Di dalam lab usang ini, bunda sudah menyelesaikan tugasnya. Jenazah sudah dikembalikan ke tempat, bukti-bukti sudah diabadikan oleh Sega.
Ruangan ini hanya menyisakan bunda, Biru, Abel dan Alskara. Mereka bertiga tengah membantu bunda berkemas. Sesekali membicarakan kegiatan tadi yang lumayan kontroversional.
"Tadi bunda udah jelasin semuanya ke Sega. Sega juga kayaknya udah bikin dugaan-dugaan sementara soal apa yang udah terjadi. Bunda buru-buru sekarang, mau ke supermarket. Marsya lagi sakit, takut rewel."
Bunda berucap tanpa menatap siapapun, dia sibuk membereskan alat-alat kerjanya yang dulu.
Setalah semuanya dikemas, wanita itu mendongak, menatap menantunya. "Bunda duluan, ya? Al jangan lupa jemput Kansa, bunda pamit ya.. "
Alskara, Biru dan Abel kompak mengangguk tanpa banyak tanya lagi. Mereka agak penasaran dengan raut wajah bunda yang benar-benar tidak tertebak. Entah memang tabiatnya yang seperti itu, atau ada alasan dibalik air mukanya.
Biru menghela napas kasar. Jujur, dia merasakan ketidakmungkinan di dalam jiwanya. Tapi realitanya semua bisa berubah seiring dengan ancaman yang sepadan.
Sialan.
Lo mikir apa sih, Bir?!
Biru terduduk di salah satu kursi di sana. Tatapannya datar, mengundang banyak pertanyaan dari Abel.
"Kenapa?"
Alskara diam-diam mendengarkan, menunggu bagaimana respon sepupunya.
"Gak papa, ayo cabut!"
.
Kalanva dan Joana ketiduran di kamar Kansa. Tadi mereka sudah banyak bercerita satu sama lain, membicarakan hidup masing-masing dan merakit masa depan. Kedengaran aneh memang, tiga orang berbeda, disatukan dalam sebuah cerita yang juga tidak sama.
Sementara dua temannya tidur, Kansa tadi sibuk menyiapkan makan dengan bahan seadanya. Sebagai tuan rumah, dia tidak enak bila tidak menyuguhkan apa-apa pada tamunya.
Perempuan itu melepas celemeknya saat makanan seadanya (kentang goreng dan kue lapis) sudah siap disuguhkan. Karena teman-temannya belum bangun, Ia memutuskan untuk menjenguk Gal yang berada di kamar lama Kansa.
Klek
Kansa menghela napas, ternyata putranya masih belum bangun juga.
Suara motor di halaman rumahnya, mengalihkan atensi Kansa. Perempuan itu buru-buru keluar untuk mengeceknya.
"Skara? Kok sendirian?"
Alskara melepas helmnya, kemudian berjalan menghampiri Kansa. Pakaiannya masih berupa seragam sekolah yang dibalut jaket kulit.
"Bunda ke supermarket, temen-temen ngurus hasil otopsi tadi."
Kansa mengangguk pelan. "Em, kamu mau makan? Tapi cuma ada cemilan aja, soalnya bahan masakan bundanya udah abis. Kalo mau, ayo makan diluar, hehee."
Alskara mendengus. "Gue mau ke rumah Daddy, mau ikut?"
Kansa tersenyum lebar. Wajah perempuan itu berseri-seri. "Mau bangetttt!"
"Gal kemana?"
"Tadi pas aku cek ke kamar, Gal masih tidur. Mau aku bangunin?" tawar Kansa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSKARA
Roman pour AdolescentsAlskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan Ia sudah menjadi sosok Ayah di umurnya yang baru menginjak angka ke delapan belas tahun. # 2 - tee...