KEESOKAN harinya, Ibu dan Ayah keluar mengurus pekerjaan mereka. Untuk melangsungkan kehidupan anak-anaknya.
Karena suntuk tak melakukan apa pun, Rista memutuskan ke alun-alun kota. Mumpung hari Minggu, batinnya.
Ponselnya berdering. Ada panggilan dari Alda.
"..."
"Waalaikumussalam Alda, kenapa?"
"..."
"Wah! Kayaknya seru. Boleh deh. Aku ajak sekalian Kak Riska, ya?"
"...."
"Waalaikumussalam."
Tut!
Rista mengambil beberapa perlengkapan baju ganti, serta beberapa bedak agar wajahnya tetap fresh. Tak lupa juga membawa cemilan agar tak kelaparan habis berenang nanti.
Setelah selesai mengatur perlengkapannya dalam tas, Rista memutuskan untuk membangunkan Riska yang 'dirasa' belum bangun. Tanpa pikir panjang, Rista langsung masuk ke kamar Riska.
Namun, keberadaan Riska tak diketahui. Kamarnya kosong, walaupun berantakan. Rista mencoba membereskan satu per satu barang. Dimasukkan barang-barang itu ke tempatnya masing-masing.
Rista tersenyum melihat Boneka Minion yang terjatuh di pojok ranjang. Pasalnya, boneka itu adalah boneka kesayangan kakaknya.
Setelah dirasa barang-barang sudah kembali pada tempatnya, Rista menuju ranjang dan melipat sprei serta selimut yang berantakan. Bantal itu basah.
Pasti Kak Riska ngga kuat sama masalah yang dihadapinya.
Selimut dikibaskan agar debu tak menempel. Suara benda kecil jatuh terdengar. Kedengarannya ada di pojok kiri ranjang. Rista berjongkok dan mulai mencari benda apa itu.
Tangannya menggapai vas bunga. Setelah dipindahkan, ada sebuah benda kecil seperti balok bentuknya. Namun, benda ini pipih dan ada warna biru dan merah di sana.
Segera diambilnya ponsel dan memotret benda itu. Niatnya, ingin ditanyakan pada Alda. Tidak sampai dua menit, Alda membalas pesan Rista.
From: Alda
Itu testpack, Ris. Untuk mengecek adanya kehamilan atau tidak. Dan dari dua garis merah yang tertera di situ, artinya si pemilik sedang hamil. Emang siapa yang punya itu, Ris?
Rista menjatuhkan ponselnya spontan. Kaget dengan jawaban yang diberikan Alda. Nafasnya seperti tercekat di tenggorokan. Matanya pun terbelalak ketika mendengar suara benda jatuh di belakangnya.
Dengan pelan, Rista memutar balik badannya. Tepat di hadapannya ada Riska yang sedang jongkok sembari mengambil pisau dapur.
Riska menatap nanar pada adiknya itu. Senyumnya menyeringai, seperti pendapat mangsa yang diincarnya dari lama. Pisau diangkatnya dan dengan cepat pisau itu ada di samping pinggang Rista. Untunglah tidak mengenainya.
"Kak, kamu kenapa? Tolong jangan lakukan hal-hal seperti ini."lirih Rista sembari mengatupkan kedua tangannya di hadapan Riska.
Sreet!!
Rista kaget melihat darah di jemari telunjuknya. Yang lebih kagetnya lagi, bagian ruas jari atas telunjuknya lepas. Darah mengalir sampai ke sikut nya.
Riska menghujamkan pisau itu kembali. Namun, dengan sedikit kekuatan Rista mencoba menghindari pisau itu. Rasa ngilu di jemarinya tidak dihiraukannya.
Dengan kedua tangannya berhasil menjatuhkan pisau. Pisau itu tergeletak di depan pintu kamar. Riska dan Rista berebut untuk meraih pisau.
Ternyata kemenangan berpihak pada Riska. Tanpa pikir panjang, Rista berlari keluar. Ia berlari sekencang-kencangnya. Terdengar suara Riska memanggil Rista seperti menakutinya.
Setelah menggapai kenop pintu, Rista memutar dengan sekuat tenaganya. Riska sudah dekat dengan Rista. Alhamdulillah nya pintu nya terbuka dan Rista terhuyung ke depan.
Bunyi ponsel membangunkan Rista dari mimpinya. Ia terhenyak ketika mendapati dirinya masih di kamar Riska. Ia mencoba mengatur nafasnya pelan-pelan.
"Astaghfirullah."pekik Rista lompat dari ranjang. Ia kaget mendapati benda pipih itu ada di tangannya. Rasanya seperti Dejavu.
Ceklek!
Riska keluar dari kamar mandi dan mendapati Rista sedang memegang testpack miliknya. Rista mendekati pintu, waspada jika mimpi nya bisa menjadi nyata.
Riska meluruhkan badannya di bawah. Kakinya ditekuk ke bawah. Air mata sudah keluar beserta isakannya.
"Kakak minta maaf, Rista. Kakak udah hamil di luar nikah—" Riska menarik nafas sebentar. "T-tapi, ini bukan seperti pikiranmu. Sekali lagi kakak minta maaf—"
Rista mendekatinya lalu duduk di hadapannya.
"Kakak harusnya udah mati, Ristaaa— karena kakak udah ngga pantes ada di dunia ini—"
"ALLAH jahat, Ristaaaa! DIA ngga menolongku! DIA meninggalkan kakak di perkosa begitu saja! Kakak sudah berusaha untuk menjatuhkan janin setan ini! Tapi, kenapa ALLAH lagi-lagi ngga menolong kakak?!!"
Rista terkejut mendengar penuturannya. Kedua tangannya menutupi wajahnya saat ini. Kemudian, ia memeluk Riska yang sudah tak karuan.
"Kakak mau mati aja, Ristaaa. Pliss bantuan kakak "lirih Riska dengan suara parau.
"Sssttt!!! Kak Riska, ngga boleh ngomong seperti ini."ucap Rista setelah diam cukup lama. Tangannya menepuk-nepuk bahu kakaknya.
"Tapi, sehabis ini apa yang akan terjadi? Perutku akan membesar! Ya, mungkin aku bisa menutupi dari orang luar. Tapi, Ibu? Ayah?"
Rista masih terdiam sembari mencoba menenangkannya. Pikirannya berputar dan mencerna apa yang harus dilakukan.
"Kenapa Ibu dan Ayah?"
Rista sontak melepaskan pelukan dan menoleh ke arah pintu kamar. Di sana sudah berdiri sosok Ibu. Rista menatap Riska lagi. Riska hanya menunduk dan menelan Saliva nya.
Rista berdiri sembari membantu kakak nya untuk berdiri. Namun, karena terlalu lemah, akhirnya Riska terduduk di sisi ranjang.
Mata Rista membulat sempurna ketika mendapati testpack itu ada di atas ranjang. Ia menoleh ke arah Ibu dengan tatapan khawatir. Ia menoleh lagi pada testpack yang ada di atas kasur, tepatnya satu meter di belakang Riska.
Ibu mendapati keanehan pada mimik wajah Rista. Ia menyadari ada benda kecil berwarna putih di atas kasur. Dengan cepat ia berjalan dan akan mengambilnya. Namun, Rista lebih dulu mengambil benda itu.
"Apa itu, Rista? Sini berikan pada Ibu!"ucap Ibu dengan tegas. Rista menggeleng sembari menyembunyikan benda itu di belakang punggung nya.
Ibu yang semakin penasaran pun maju dan mencoba menarik apa yang ada di belakang Rista. Rista menahannya dengan sangat kuat.
"Jangan, Ibu."ucap Rista agar Ibunya melepaskan tangannya. Namun, tetap saja tidak. Ibu menarik dan menariiiik nya lebih kuat.
Gawat!
Testpack itu sudah di tangan Ibu. Begitu terkejutnya Ibu melihat benda itu. Matanya terang nyalang. Ia menatap tajam ke arah Rista.
Plakkk!!!!
Dengan cepat Ibu melayangkan sebuah tamparan pada Rista. Rasa panas dan perih bercampur menjadi satu di pipi Rista. Rista masih kaget dengan apa yang terjadi. Masih memegangi pipinya.
Bruuuukk!!!
Ibu mendorong tubuh Rista dengan sangat kuat. Tubuh Rista terjatuh dan terbentur di atas lantai. Ibu menaikkan kakinya dan mulai menginjak perut Rista.
"AAAAA!!! IBUUU!!!! JANGAAAAN!!!!SAKIIIIITTTT!! TOLOOOOOOOONGGG!!!"
"RASAKAN INI!!! BIAR ANAK DI PERUTMU ITU LANGSUNG KELUAR!!! BIKIN MALU SAJA!!!!!!"teriak Ibu tak mau melepaskan kaki nya. Karena mendengar suara teriakan Rista dan Ibu, Ayah langsung berlari menuju kamar Riska.
***
HI! JANGAN BOSAN-BOSAN YA!! IKUTI TERUS KISAH RISTA, RISKA, ARDAN. JANGAN LUPA VOTE AND LIKE. BYEEE!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rista dan Ardan
RomanceCerita ini adalah lanjutan My Senior My Husband ya. Membahas cerita kakak nya Zahra sama Kakak Iparnya ya. cekidot!