RISKA ingin menolak rencana Ibu dan Ayah angkatnya itu, tapi 'ego' di dalam hati tidak mau mengalah. Ego demi harga dirinya itulah yang terpenting, toh jika jodoh pun pasti Ardan akan kembali untuknya.
Riska merias diri seadanya, malam ini ia akan bertemu Ardan dan menyampaikan masalah ini pada Ardan. Masalah palsu.
Tanpa ditemani Rista, ia pergi sendirian ke cafe tempat mereka sering bertemu. Sebelum masuk, Riska memastikan penampilannya. Dia pastikan perut yang masih rata itu tidak menuai kecurigaan.
Ardan melambaikan tangan ketika melihat Riska. Riska pun duduk di depan Ardan. Ardan celingak-celinguk mencari keberadaan Rista, tapi tidak ada. Biasanya kan, dimana ada Riska pasti ada adiknya itu.
Suasana cafe tampaknya tidak terlalu ramai. Hanya sekitar beberapa kursi yang penuh, selain itu semuanya kosong. Riska menarik napasnya, lalu menghembuskan perlahan. Ia harus melepaskan rasa groginya.
Pelayan datang dan membawa beberapa makanan yang sudah dipesan Ardan. Bau bawang putih dari ayam goreng membuat perut Riska sakit. Tenggorokan dan hidungnya terganggu. Rasanya seperti mau muntah tapi tidak keluar. Ardan yang melihat langsung memindahkan piring itu.
"Kamu sakit, Ris?"tanya Ardan khawatir.
"Enggak kok, mungkin masuk angin aja."jawab Rista sembari tersenyum kecil di ujung kalimat.
"Ya udah, aku antar kamu pulang ya?"tawar Ardan. Riska menggeleng cepat.
"Ngga apa-apa, Ar. Lagi pula ada yang mau aku omongin."
"Mau omongin apa? Kalo ngga penting biar nanti aja. Kesehatan kamu itu lebih penting."
"Ini penting kok. Please."sahut Riska cepat. Ardan menghela nafasnya lalu mengangguk.
Riska terdiam beberapa saat, takut memulainya dari mana. Apalagi tatapan Ardan yang penasaran apa yang akan dibicarakan.
"Aku..se-sebelumnya aku minta maaf, Ar. Harus melibatkan kamu dalam masalah ini. T-tapi, ngga ada pilihan lain. Orang tuaku merasa bahwa kamulah orang yang tepat,"ucap Riska, mendengar penuturannya Ardan tersenyum senang.
"Kamulah orang yang tepat untuk menikah dengan adikku."lirih Riska sembari menundukkan kepalanya. Matanya sudah berkaca-kaca, tapi harus ditahan karena keramaian.
Ardan mematung sesaat, namun ia langsung cepat menggelengkan kepalanya.
"Coba ulangi lagi, Ris. Kayaknya aku salah dengar."ucap Ardan sembari memegang telinganya.
"Kamu ngga salah dengar kok. Aku ridho kamu menikah dengan adikku."jawab Rista sembari mengangkat wajahnya. Manik matanya bertemu dengan manik mata Ardan.
"Tapi, kenapa? Kok tiba-tiba? Dan aku pun ngga mencintai dia, aku mencintaimu."ucap Ardan yang tidak terima dengan tawaran Riska.
"Rista hamil, Ar. Dan ngga ada laki-laki yang cocok untuk menutupi aib ini, hanya kamu yang dirasa bisa untuk menutupi aib ini." ucap Riska dengan sedikit tegas.
"Kamu pikir aku ini apa, Ris? Dengan seenaknya kamu berkata seperti itu. Aku ini bukan sampah!"ucap Ardan lalu mengambil ponselnya di atas meja, lalu dia pun mengeluarkan uang dan meletakkannya di atas meja. Setelahnya, Ardan beranjak keluar.
Riska berjalan cepat demi menyamakan langkahnya dengan Ardan. Ardan berhenti dan berbalik pada Riska.
"Aku kecewa sama kamu! Aku udah menaruh harapan lebih sama kamu! Aku udah menyiapkan semuanya untuk pernikahan kita! Pernikahan kita tahun depan, Ris! Kamu ingat, kan?"
Riska terdiam sesaat, napasnya seakan tertahan di tenggorokannya.
"Aku tertipu sama sikapmu! Ternyata...kamu ngga jauh beda sama cewek di jalanan, ya?"
Plaaakkkk!!!!!
Tamparan keras mendarat di pipi Ardan. Riska kaget dengan kejadian barusan. Ia menatap tangannya yang sudah menampar Ardan. Ia menangis tersedu-sedu. Terduduk di trotoar.
Ardan berjongkok untuk melihat wajah Riska. Gadis itu menangis seakan-akan masalah besar menimpanya. Ardan sedikit kasihan pada Riska.
"Baiklah, Ris. Jika memang itu mau kamu. Akan aku laksanakan. Akan aku nikahi adikmu. Yang penting kamu bahagia,"ucap Ardan sembari menahan air matanya.
Riska menghapus air matanya lalu menundukkan kepalanya.
"Terima kasih ya, Ris. Selamat tinggal."ucap Ardan lalu berjalan pergi, ia meninggalkan Riska yang terdiam.
Riska menatap punggung Ardan yang sudah menjauh. Riska kembali terisak, ia menutup mulutnya dengan jaket. Sedang Ardan menangis dalam diam, ia berjalan menuju mobilnya dan meninggalkan tempat itu.
Petir menyambar bumi, guntur di langit seakan-akan marah. Setelahnya, hujan pun turun. Namun, Riska tidak beranjak sedikitpun. Ia masih menangisi takdirnya.
***
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Anifa Syarista binti Rohim Abdul Malik dengan maskawinnya yang tersebut, tunai.""Bagaimana saksi? Sah?"
"SAH!!!!!!"
Sorak gembira dan pujian dilontarkan ketika Rista keluar dari kamar dengan dandanan yang sesuai untuk wajahnya. Di sampingnya, Riska, wajahnya tampak lesu. Ia pun berdandan seadanya dengan gamis berwarna merah.
Mata Ardan menangkap sosok bidadari nya dulu. Rasa hatinya membuncah setelah ijab kabul terjadi. Ingin sekali nama gadis yang disebutnya adalah Anifa Mariska. Tapi, takdir berkata lain.
Para tamu semuanya bahagia terlebih ada hidangan baru di perjamuan. Ayah dan Ibu tersenyum senang karena akhirnya bisnis mereka sudah aman.
Rista duduk di samping Ardan dengan jantung yang hampir copot. Apalagi kepalanya terasa berat karena mahkota di kepalanya itu. Belum lagi rasa lapar karena tidak makan dari pagi.
Ardan termangu melihat Riska di sudut pintu dapur. Pandangan keduanya bertemu. Pandangan kerinduan. Dari sorot mata mereka, Rista bisa menyimpulkan rasa benci tentang pernikahan ini.
Abi dan Ummi datang sembari memotret keduanya. Zahra menyalami mereka sembari mengucapkan selamat atas pernikahan mereka.
"Aku bingung loh, Rista. Mau manggil kamu apa. Kalo manggil kakak ipar kan kita seumuran, ya? Kalo adik ipar juga ngga sreg."ucap Zahra memecah keheningan keduanya.
"Panggil Ibu aja kalo gitu."celetuk Ardan. Rista langsung melotot tajam ke arah Ardan.
Zahra tertawa terbahak-bahak melihat keduanya. Ayah menghampiri Abi dan menyuruh dua keluarga besar itu untuk foto bersama.
"Satu....dua....tiga!"
Ceklek!
***
Hi semua!! Jangan bosan-bosan untuk terus mendukung cerita ini. Karena vote kalian begitu berarti buat saya.
Sekian terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Rista dan Ardan
RomansaCerita ini adalah lanjutan My Senior My Husband ya. Membahas cerita kakak nya Zahra sama Kakak Iparnya ya. cekidot!