BAB 7

9 3 0
                                    

  AYAH menghempaskan dirinya di atas sofa. Wajahnya tampak gusar. Begitupun Ibu, wajahnya masih tampak marah. Nafasnya naik turun, sedang matanya menatap lurus ke depan.

Rista berpikir, bahwa ini adalah kesempatan untuk menolong Riska. Ya, Rista ingin berpura-pura hamil agar Riska tak mendapatkan amukan seperti yang terjadi padanya.

Di seberang, Riska masih menunduk. Takut aibnya terbongkar. Hatinya gelisah tak karuan. Namun, ketika matanya menoleh pada Rista seperti ada rasa lega yang dijamin dari adiknya itu.

"TERUS SAMA SIAPA?!! MANA MUNGKIN AYAH TERIMA BEGITU SAJA! AYAH BARU RESIGN DARI KANTOR! AYAH INGIN MEMULAI BISNIS BARU SENDIRI! KALAU BEGINI CARANYA, AYAH SUDAH KALAH SEBELUM PERTANDINGAN! DAN ITU SEMUA GARA-GARA ANAK TIDAK TAU DIRI INI!"teriak Ayah sembari menunjuk Rista.

Rista terdiam, ia tidak takut dengan omongan ayahnya. Toh, nanti reda juga.

"Kita harus mencari lelaki untuk kamu! Kalo kamu ngga mau, silahkan beritahu kami siapa ayah dari anak itu?"ucap Ibu meredakan emosinya.

Namun, Rista tak menanggapinya, ia sibuk menggigiti kukunya yang sedikit agak panjang. Melihat hal itu, Ayah menarik rambut Rista.

"CEPAT KATAKAN!!"teriak Ayah. Rista meringis kesakitan. Riska berdiri, ia tidak sanggup melihat hal-hal yang terjadi pada adiknya.

Ibu seperti memikirkan cara lain. Masalahnya ini adalah aib, apalagi masalah kecil seperti ini akan menjadi besar jika seantero teman arisannya tau.

Ibu melepas tangan ayah lalu menariknya memasuki kamar. Sepertinya mereka akan berdiskusi 'paksa'.

Setelah mengunci pintu kamar, Ibu menarik Ayah agar duduk di tepi ranjang. Walaupun Ayah sempat menolak.

"Ayah, kita ngga bisa siksa Rista terus. Dia tetap ngga bakal ngasih tau siapa yang menghamilinya. Mau sampai kapan, Ayah? Bisnis Ayah sama urusan Ibu penting di atas segalanya. Kalau seandainya berita ini menyebar ke rekan-rekan Ayah, hm? Atau arisan Ibu, hm? Ayah ngga pikir itu?"

Ayah mengusap wajahnya gusar.

"Terus kita harus bagaimana, Bu?"lirih Ayah yang sudah putus asa.

"Kita harus menikahkannya." Ibu tersenyum di akhir kalimat.

"Sama siapa? Lelaki mana yang mau menikah sama wanita yang hamil di luar nikah?"sahut Ayah. Ibu terdiam beberapa detik, otaknya terus berputar mencari sosok yang pas, yang bisa diajak 'kerja sama'.

"Bagaimana kalau, hm—Rendi?"tanya Ibu.

"Rendi anaknya banyak nuntut, Bu! Nggak!"

"Bagaimana dengan Elang?"

"Elang anak manja! Entar dia ngomongin hal ini ke mamanya. Enggak!"

"Zafin?"

"Enggak!"

"Alvin?"

"Engga!"

"E-eh, Ar—"

Ayah langsung menepuk pahanya. Satu nama yang ia yakini bisa menjaga aib sudah ada di kepalanya.

"Siapa, Ayah?"tanya Ibu yang penasaran dengan Ayah. Ayah menatap Ibu dengan wajah berbinar.

"Ardan, Bu."




   ***




  Ayah keluar, lalu Ibu menyusul. Rista melihat Riska yang agak gelisah. Entah mengapa Riska seperti tidak senang dengan persetujuan mereka berdua.

Rista mendekatinya, ia duduk di samping kakaknya sembari mengusap punggungnya.

"Kak, aku bersedia menerima apapun, ya? Apapun yang Ayah lakukan, aku janji akan melindungi Kakak."ucap Rista membuat Riska sedikit tenang. Namun, Riska hanya diam tanpa berniat membalas ucapan Rista.

"Tapi, ingatlah, Kak. Tolong jaga sikapmu. Aku nggak mau Ibu atau Ayah mencurigai mu. Biarlah hal buruk terjadi padaku, karena biar bagaimanapun mereka pasti memafkanku. Tapi, kalo kamu—ya seperti itu lah, Kak. Jadi berjanjilah agar tetap dalam rencana ini?"ucap Rista sembari menyodorkan kelingking pada akhir kalimat.

Riska bimbang, namun akhirnya dia menyetujuinya. Dia pun menautkan jarinya.

Ibu duduk di hadapan Rista, sedangkan Ayah duduk di hadapan Riska. Masing-masing saling memegang tangan di hadapannya. Hal itu membuat Rista sedikit terheran.

"Ibu dan Ayah sudah putuskan, Rista."ucap Ibu.

"Riska, tolonglah berbesar hati untuk kaliiiii ini saja, Nak."ucap Ayah sembari meyakinkankan Riska. Riska agak sedikit takut walaupun dia tidak tau apa yang akan dikatakan keduanya.

"Ya, Riska?" Ibu memohon jawaban Riska. Riska mengangguk pelan. Kemudian ia menoleh pada adiknya.

"Ibu dan Ayah berencana menikahkan Rista dengan—huh, dengan Ardan."ucap Ayah yang langsung membuat Riska terkejut. Bukan hanya Riska, adiknya pun terkejut.

Rista berdiri dan menunjukkan wajah piasnya.

"Ayah, kenapa kalian memutuskan hal ini tanpa persetujuan kami?!"bentak Rista tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Sudahlah, Rista. Keputusan Ayah sudah bulat. Jangan membuat Ayah murka sama kamu!"sahut Ayah.

Riska berdiri dengan pelan, ia memeluk Rista dengan hati yang teriris. Ia menangis walau tanpa suara. Ia memilih tak banyak berkomentar. Ia memilih mencoba mengikuti mau kedua orang tua angkatnya itu. Cukuplah sebagai tanda balas budi selama ini.

"Rista, kakak ridho jika kamu menikah dengan Ardan—" Riska menarik napas lalu melanjutkan ucapannya, "Ardan pasti berbuat baik pada kamu, dan jangan pernah kamu menolak persetujuan Ayah dan Ibu, ya?"

Setelahnya, Riska berjalan tertatih-tatih menuju kamarnya. Rista masih mematung, air mata ada di pelupuk mata namun tidak mau keluar. Hanya rasa panas yang terasa.

Ayah dan Ibu bahagia, mereka saling memeluk pada akhirnya.

Dan pada akhirnya, mereka tau hati mereka dibawa kemana oleh Sang Membolak-balikkan hati.



 

   ***

HI, SEMUA!!!! HAYO JANGAN LUPA MAMPIR DAN IKUTI TERUS KISAH MEREKA.

JANGAN LUPA VOTE YA!!!!

 

Rista dan ArdanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang