"Sudah sore, kenapa masih di sini?"Rista membalikkan badannya, matanya terkagum melihat siluet tubuh Ardan. Ia menggelengkan kepalanya cepat. Dan benar saja, itu hanya ilusi.
Kenapa aku masih memikirkannya? Padahal orangnya sedang ada di kamar. Huh!
"Dik, ayo naik. Mas sudah belikan kamu baju,"
Rista menggelengkan kepalanya, ia benar-benar frustasi. Lama-lama bisa gila dengan pikirannya.
"Dik?"
Ia menoleh dengan malas.
"Kenapa? Kok kamu melihat Mas begitu?"ucap Ardan kesekian kali sembari memegang bahu Rista.
Rista mengerjapkan matanya, kali ini nyata. Ia masih terhenyak walaupun suaminya sudah melambaikan tangan di depan wajahnya.
Ardan tersenyum simpul, "Mas ganteng, kan?"
"Ganteng kalau dilihat dari ujung pipet."gumam Rista masih belum sepenuhnya sadar.
Mendengarnya Ardan tertawa geli. Istrinya sangat mahir membuat jokes. Sadar ditertawakan, Rista pun tersadar dari lamunannya. Ia menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi.
Ingatannya memutar pada ceramah Ustadzah yang didengarnya dari ponsel. Ustadzah itu juga termasuk cicit Nabi Muhammad Saw.
Perlahan ia meyakinkan dirinya untuk bertukar pikiran dengan suaminya.
Sekarang atau tidak selamanya.
"Mas, apa menggunakan jilbab itu wajib?"ucap Rista dengan pelan. Ia tidak mau orang-orang di sekitar merasa aneh dengannya.
Ardan mengangguk, "Iya, hukumnya wajib. Yang artinya apabila ditegakkan kita mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan maka akan mendapat dosa."
Rista mengangguk pelan, ia menarik napas sebentar, "Lalu, bagaimana denganku? Padahal aku sholat loh. Masa aku berdosa juga."
Mendengarnya Ardan tersenyum simpul, "Sholat itu wajib untuk semua umat Muslim. Tapi, jilbab itu wajib untuk perempuan."
"Iya, Mas. Aku tau kalau soal itu."sanggah Rista dengan cepat. Pikirannya masih belum menerima.
"Kalau kamu paham hukumnya, lalu apa yang menghalanginya?"
"M-mas, pake jilbab itu panas. Belum lagi modelnya yang terlihat kuno. Jadi, aku belum berniat untuk memakai jilbab."jawab Rista dengan tegas.
"Ris, mungkin kamu perlu untuk berkumpul di sebuah perkumpulan akhwat berhijrah. Nanti kalau dapat info aku kirimin alamat sama waktunya, ya?" Ardan tidak berputus asa.
"Hm, baiklah."jawab Rista pelan. Ia berpikir mungkin ini adalah awal yang baik. Awal yang baik menuju perempuan yang bisa masuk pada pintu-pintu surga manapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rista dan Ardan
RomanceCerita ini adalah lanjutan My Senior My Husband ya. Membahas cerita kakak nya Zahra sama Kakak Iparnya ya. cekidot!