KRING kring!!!
Rista membuka matanya satu sentimeter. Ia melirik jendela masih gelap. Belum ada cahaya matahari. Ia keheranan namun ia memutuskan untuk mematikan alarm dan menyambung mimpi nya barusan.
Kring! Kring!
"Iih nyebelin! Udah dimatiin bunyi lagi. Ini jam berapa coba?" Rista mengambil alarm, " Baru juga jam dua udah bunyi. Lagian kapan aku pasang alarm jam dua?"
Ia mengacak rambutnya kesal. Kalau sudah begini, pasti ia tidak bisa tidur nyenyak seperti tadi. Ia pun memutuskan untuk mencuci muka. Setelahnya, ia turun ke lantai bawah untuk mencari air dingin. Tenggorokannya terasa kering.
Ia memilin-milin jarinya. Entah mengapa, ia merasakan ada hawa yang berbeda. Apalagi, Ardan sudah terbiasa mematikan lampu sebelum tidur.
Pemandangan di lantai satu seperti scene di film horor. Sangat gelap. Ia mencoba mencari keberadaan saklar. Dengan meraba-raba dinding dan mengingat di mana letaknya, akhirnya ia pun mendapatkan saklar.
Tring!
Dor! Dor! Dor!
"AAAAAAA!!!!" Rista terkejut. Hampir saja ia berlari ketakutan. Pasalnya, setelah lampu menyala Ardan memecahkan beberapa balon yang sudah disiapkan. Ia tersenyum senang melihat balon-balon itu bertuliskan Happy Anniversary.
"Selamat ulang tahun pernikahan yang ke dua bulan!" Ardan meniup peluit kecil.
Rista masih diam mematung. Ia tidak menyangka dengan momen ini. Karena sadar tidak ada reaksi, Ardan menariknya ke dalam pelukan hangat.
"Terima kasih sudah menemaniku."bisik Ardan tepat di telinganya.
" Baru dua bulan, Kak."sahut Rista menepis rasa bahagianya ketika mendengar ucapan Ardan.
" Nggak apa-apa baru dua bulan. Insyaallah akan jadi dua tahun, dua puluh tahun, lalu jadi dua ratus tahun." Ardan menangkup wajah Rista, " Panggil aku 'Mas' ya kali ini. Jangan panggil kakak lagi, kita suami istri."
Pipi Rista menghangat. Menatap kedua bola mata lelaki itu membuatnya gugup setengah hidup. Ardan mendekatkan wajah Rista dan mencium keningnya.
Jantung Rista seakan berloncatan. Menerima perlakuan itu justru menjadikan suhu badannya menjadi panas dingin.
Ardan tertawa geli melihat wajah Rista memerah. Ingin sekali ia mencubit pipi gadis itu. Rasanya sangat gemas. Ia mengeluarkan dua tiket ke hadapan Rista.
"Mas udah siapkan dua tiket ke Bali. Pengennya sih ke Eropa, tapi karena atasan Mas yang ngasih waktunya dikit aja. Jadi, Mas memutuskan untuk ke Bali. Gimana menurutmu, Dek?"
Rista masih mematung. Ucapan Ardan kali ini membuatnya ingin berlari ke sana ke mari sambil meninju angin. Ia ingin berteriak Yes! Yes! Yes!.
"Gimana, Dek?"bisik Ardan lagi. Kali ini tangannya melingkar di pinggang Rista.
"E-ehehe..aku agak kaget. T-tapi, aku juga senang."ucap Rista terbata-bata. Ia tidak tahu harus mengekspresikan perasaannya bagaimana.
"Ya harus senanglah. 'Kan kita mau buat adek."sahut Ardan dengan senyum penuh arti. Ia terkekeh melihat gadis itu memukul dadanya. Seakan-akan setelah mendengar itu, ia tidak bisa bernafas.
"Buka mulutmu biar Mas kasih nafas buatan." Ardan memegang wajah Rista kembali. Sontak, Rista menepisnya pelan.
"Apa sih, Kak. Udah deh, aku balik ke kamar dulu. Bye." Rista membuka kulkas dan mengambil sebotol air mineral. Ia pun buru-buru meninggalkan Ardan yang menertawainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rista dan Ardan
RomanceCerita ini adalah lanjutan My Senior My Husband ya. Membahas cerita kakak nya Zahra sama Kakak Iparnya ya. cekidot!