BAB 25

3 0 0
                                    

SEBULAN kemudian...

"Mas, sarapan dulu."ucap Rista sembari menata makanan di atas meja.

Matanya mengikuti setiap gerakan yang dilakukan suaminya.

Ardan merogoh ponselnya yang berdering. Mereka mengobrol secara singkat.

"Dik, kamu sarapan sendiri saja, ya? Soalnya rekan aku baru saja nelpon. Dia bilang Pak Bos menyuruh kita untuk hadir lebih awal. Nggak apa-apa, kan?"

"Em, nggak apa-apa kok. Ya udah, aku siapin bekal, ya?"jawab Rista cepat.

Sebenarnya, ada hal yang ingin ia bicarakan. Namun, sepertinya waktunya belum tepat.

"Iya, aku tunggu."ucap Ardan tanpa menoleh. Ia sibuk membaca rentetan pesan di aplikasi WA.

Rista menyelesaikan bekal Ardan secepatnya. Ia tidak mau suaminya mendapat masalah di kantor.

"Ini, Mas. Jangan lupa dimakan, ya. Hati-hati di jalan."celoteh Rista.

Lagi, Ardan sama sekali tidak menoleh. Ia hanya menganggukkan kepalanya.

Hal itu tentu saja membuat istrinya cemberut. Namun, sepertinya lelaki itu tidak menyadari.

"Aku pergi. Assalamualaikum."ucapnya begitu saja melenggang pergi.

Karena tidak mendengar jawaban, ia pun berbalik ke belakang.

Rista sedang melipat tangannya di dada. Pandangan matanya sedang tidak baik-baik saja.

"Sayang, kok nggak dijawab?"tanya Ardan tanpa sadar.

"Aku ada urusan sama Alda. Nanti kunci aja pintunya." Alih-alih menjawab, ia malah mencari alasan agar tidak membuat Ardan berpikir lebih.

Padahal hal itu justru membuat Ardan sedih. Ia pun melanjutkan langkahnya ke mobil. Tak lupa mengunci pintu.

Setelah mobil keluar dari pekarangan rumah, Rista menyembulkan kepalanya.

Sedari tadi ia mengintip lelaki itu. Ia pun menyenderkan punggungnya ke dinding.

Meratapi sebuah testpack di tangannya. Di sana bermunculan dua garis merah.

Yang artinya, dia sedang hamil.

Kalau diperkirakan olehnya, usia kandungannya bisa saja sudah satu bulan. Atau mungkin baru beberapa minggu.

***

Ardan baru saja sampai di kantor. Ia baru saja berpikir bahwa kedatangannya terlalu awal.

Ternyata, rekan-rekannya sedang berkumpul di ruang rapat.

Kedengarannya dari luar, mereka sedang membincangkan seorang perempuan.

Ceklek!

"Permisi, Pak. Maaf, saya sudah terlambat."ucap Ardan dengan penuh hormat.

Pak Bos tersenyum senang sembari menepuk bahu Ardan.

Ardan pun mengangkat kepalanya. Ia menyadari ada seorang perempuan berjarak satu meter darinya.

"Ayo, kenalan sama karyawan baru."titah Pak Bos memberi instruksi.

Ardan memberikan tangannya, "Ardan."

Perempuan itu pun berbalik dan menyambut tangannya. "Riska."

Tubuh Ardan mendadak kaku. Sepertinya aliran darahnya terputus.

Rista dan ArdanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang