BAB 20

8 1 0
                                    

WAKTU sudah menunjukkan pukul 05.30, namun Rista belum terlepas dari ponselnya. Kali ini ia membuka ceramah dari Ustadz terkenal. Tangannya meraba laci lemari mencari headset.

Ia malu kalau Ardan sampai tau isi ceramahnya. Apalagi biasanya Ardan pulang jam begini.

Ketemu.

Rista tersenyum lebar lalu memakainya. Setelah meraih buku dan bolpoin, ia pun mencatat isi penting yang ia dapatkan.

Kewajiban istri terhadap suami selanjutnya adalah bermuka manis dan menyenangkan suami.

Perintah ini secara khusus berkaitan dengan psikologi perempuan yang terkadang tidak stabil, baik karena faktor biologis maupun non-biologis.

Untuk itu, kewajiban istri terhadap suami lainnya adalah dapat mengontrol dan mengelola emosi sebaik mungkin.

Maksud dari bermuka manis dan menyenangkan suami ini tentu bisa berbeda berdasarkan kebiasaan dan pola dalam sebuah rumah tangga.

Bagi seorang istri, menyenangkan suami bisa dilakukan dengan memasak makanan kesukaannya.

Sedangkan bagi istri lainnya, menyenangkan suami bisa berarti mengajak suami liburan, dan lain sebagainya.

Mengenai hal ini, ada sebuah hadis dari Abu Hurairah RA, beliau mengatakan Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Sebaik-baik perempuan ialah seorang perempuan yang apabila engkau melihatnya, engkau merasa gembira. Jika engkau perintah, dia akan mentaatimu. Dan jika engkau tidak ada di sisinya, dia akan menjaga hartamu dan dirinya."

"Memasak? Hm, baiklah. Tapi, makanan kesukaan Mas Ardan apa, ya?" Rista bergumam lirih.

"Mas Ardan suka Nasi Padang."ucap seseorang berbisik tepat di telinganya.

Rista menggosok tengkuknya yang meremang. Lafadz Allah ia lantunkan beberapa kali. Ia menolak pikiran negatifnya terhadap 'makhluk halus' di belakangnya.

"A'udzubillahi minassyaito nirrojim."

Plak!!

"ADUH!!"

"Astaghfirullah, Mas Ardan! Kamu nggak apa-apa?"ucap Rista sembari menatap Ardan dengan rasa khawatir.

Ardan masih memegang kepalanya yang terasa pusing. "Kok kamu pukul aku sih?"

"Ya aku kira Mas Ardan setan. 'Kan kata Pak Ustadz kalo ada setan tuh baca taawudz terus digeplak." Jawab Rista dengan cengiran khasnya.

"Mana ada setan seganteng Mas, hm?"ucap Ardan dengan tatapan maut.

"Kepala Mas Ardan masih sakit, ya?"tanya Rista dengan rasa bersalah. Ia takut pukulannya membuat Ardan tidak menyukainya.

"Emang kenapa kalau masih sakit? Mau kamu cium gitu?"goda Ardan dengan wajah tanpa dosa.

Rista mendelik tajam, "Mau aku geplak lagi pake buku tebal. Gimana?"

"Ah, ngga jadi."sahut Ardan lalu berjalan meninggalkan Rista. Ia masih memegang kepalanya sembari komat-kamit tidak jelas. Entah apa yang sedang ia bicarakan. Tapi, melihatnya membuat Rista terkikik geli.

***

Rista memilin jarinya, berusaha menghilangkan rasa gugupnya. Sekelumit jengkel menyergap otaknya, namun ia menepis dan berusaha sabar. Seandainya saja Ardan memberitahukan dari kemarin bahwa hari ini jadwal liburan, mungkin saja ia sudah memilih baju yang bagus.

Ia melirik sinis ke arah Ardan yang menahan tawanya. Pandangan lelaki itu selalu saja pada pakaian Rista. Pasalnya, gadis itu hanya memakai kaos oblong berwarna putih dan....celana tidur. Untung saja panjang.

Rista dan ArdanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang