ARDAN menyiapkan sarapan pagi untuknya dan Rista. Setelahnya, ia mencuci semua peralatan yang dipakainya. Suara langkah kaki di tangga membuatnya menoleh.
Rista sudah berpakaian rapi. Dengan dress panjang tanpa lengan, serta tote bag putih. Rambutnya dicurly bagian ujung.
"Kamu mau kemana?"tanya Ardan langsung menghampirinya.
"Mau ke rumah orang tua ku."Jawab Rista. Ardan mengerti, buru-buru ia masuk ke dalam Musholah. Ia mencari suatu barang. Setelahnya ia kembali ke ruang tengah.
Ardan mendekati Rista, "Sini, aku pakaikan."
Rista menggeleng , "Ah enggak usah, Kak. Lagian aku nggak biasa pake hijab."
"Kalo aku minta, tolong kamu jangan bantah, ya? Ini demi kebaikanmu."ucap Ardan lalu melipat hijab segi empat itu menjadi segitiga. Lalu dipakaikan di kepala Rista, setelahnya Ardan memakaikan peniti di tengahnya.
Kemudian Ardan meraih jaketnya dan memakaikan pada Rista. Sekarang Rista lebih tertutup.
"Sudah. Tuh kan, kamu kelihatan lebih cantik."puji Ardan. Pipi Rista langsung bersemu.
Ardan mencubit pipi Rista, ia terlalu gemas. Pipi Rista sedikit lebih berisi membuatnya terlihat gemoy.
Rista mencubit pinggang Ardan, "Lepasin!"
"Aw! Iya iya aku lepasin."ucap Ardan, "Ayo, biar aku antar."
Rista menggeleng cepat, "Nggak usah. Aku bisa naik motor kok."
"Sudahlah, aku kan bilang jangan dibantah permintaanku. Karena ini demi kebaikanmu. Lagian kan kamu lagi hamil. Kalo ada apa-apa gimana? Nanti kalo kamu kenapa-napa berarti aku bukan suami yang bertanggung jawab. Ayo."
Ardan meraih tangan Rista, mereka berjalan beriringan ke garasi. Momen ini membuat Rista sangat gugup. Ardan sangat menghormatinya walaupun mereka tidak saling mencintai.
Biar bagaimanapun, kamu istriku. Berarti tanggung jawabku, Ris. Aku nggak mau dicap suami yang tidak bertanggung jawab kepadamu. Ketika ijab qobul selesai, berarti tanggung jawab ayahmu sudah pindah padaku. Dan aku, nggak mau menyia-nyiakan tanggung jawab ini.
Seperti kata Ummi, aku harus melaksanakan tugasku sebagai suami. Semua hak dan kewajibanmu insyaallah aku akan memenuhinya. Walaupun harus membutuhkan waktu.Perjalanan setengah jam ini menjadi saksi bisu kediaman mereka. Rista melempar pandangannya ke luar. Sesekali Ardan meliriknya. Ardan mengambil beberapa roti yang dia siapkan untuk ke kantor. Ia menyerahkan kotak sarapannya pada Rista.
Rista terdiam beberapa saat, "Hm, nggak usah Kak Ardan. Lagian kan aku mau ke rumah orang tuaku, pasti banyak makanan di sana."
Rista tersenyum membuktikan dia akan baik-baik saja. Ia menepuk-nepuk perutnya agar tidak kedengaran bunyi keroncong.
Ardan terkekeh pelan, "Makanlah, Ris. Di samping kantor ada restoran, aku bisa beli."
Rista menutupi mukanya yang sudah memerah. Kemudian tangannya meraih kotak bekal Ardan, ia pun melahapnya.
***
Ting! Tong!!!
Ibu bergegas memakai anting lalu membuka pintu. Ia terkejut sesaat namun dengan cepat ia memeluk anak gadisnya. Mereka berpelukan.
"Ibu nggak bisa lama-lama, Rista. Ayah juga lagi keluar kota. Kamu mau menginap atau bagaimana?"tanya Ibu seraya melepaskan pelukannya.
"Kak Riska dimana? Kuliah? Kalo iya, biar Rista tungguin aja."jawab Rista sembari melepaskan sepatunya.
"Kakakmu lagi pulang kampung. Dia lagi butuh waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rista dan Ardan
RomanceCerita ini adalah lanjutan My Senior My Husband ya. Membahas cerita kakak nya Zahra sama Kakak Iparnya ya. cekidot!