BAB 30

3 0 0
                                    

   ARDAN memandangi pemandangan laut di bawah hotel. Semilir angin meniup wajah indahnya. Cahaya matahari yang tidak panas membuat kulitnya terlihat bersinar.

Hatinya gelisah. Ia merasa takaruan. Tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya.

Bingung dengan semuanya. Pun bingung dengan pernikahannya.

Beberapa kali hatinya mencelos. Menyesali semuanya walau nasi sudah menjadi bubur. Terlambat.

Pak Bos menelponnya sekitar jam 3 subuh. Sebab ada pertemuan mendadak ke Kalimantan.

Ardan mengira hanya dirinya dan Pak Manajer yang diperintahkan. Namun ternyata ada Riska juga. Entah maksud Pak Bos apa sampai meminta gadis itu.

Apalagi saat tau kamar mereka bersebelahan. Entah bagaimana Ardan bereaksi.

"Ardan."

Ardan membalik tubuhnya ke belakang. Sudah berdiri gadis cantik nan berkerudung biru di depannya. Hanya berjarak satu meter saja. Namun, aroma parfum gadis itu sudah menelisik penciumannya.

Ardan mengalihkan pandangannya. Berusaha menepis rasa gugupnya. "Kenapa kamu menerima perintah Pak Bos? Apa kamu punya rencana busuk?"

Mata Ardan menangkap guratan kesedihan di wajah cantik itu.

"Kamu masih mengira aku akan terus mengejarmu? Maaf, Ardan. Maafkan semua sikapku. Aku terlalu sibuk mencari cara agar kamu bisa mencintaiku lagi. Namun, sepertinya tidak bisa. Aku pun sudah tidak mau mengikuti perangkap setan lagi."jelas Riska sembari berjalan ke samping Ardan.

Mata almond miliknya mengikuti arah mata Ardan sebelumnya.

"Jadi, apa kamu akan keluar dari Perusahaan?"

Riska menggelengkan kepalanya. Sejenak mata mereka menyatu. Sebelum tatapan itu membuat jantung Ardan semakin berdegup, ia pun menundukkan pandangannya.

"Aku sedang mencari pekerjaan lain. Tapi, sebelum aku mendapatkannya. Aku akan bekerja di Perusahaan ini. Kenapa? Kamu masih tidak senang melihatku kerja di sini?"

Pertanyaan itu membuahkan hasil. Ardan langsung menggeleng cepat. "Tidak. Aku mengira kamu akan keluar setelah tidak mendapatkan apa yang kamu mau."

Riska berdecih sembari melipat tangannya di dada. "Kita sudah kenal cukup lama. Masa kamu masih bertanya seperti itu."

Mendengarnya, membuat Ardan terkikik geli. Ia membenarkan apa yang dikatakan Riska. Mereka pernah kenal cukup jauh.

"Ardan, ada yang mau aku beritahukan padamu. Hal ini cukup penting. Tapi, waktunya belum pas."ucap Riska ragu-ragu.  Sesekali ia menggigit bibir bawahnya.

Ardan mengangguk paham, "Baiklah. Kapan waktu yang pas?"

"Tunggulah sampai hari terakhir aku bekerja di Perusahaan. Tapi, berjanjilah. Apapun itu, kamu harus tetap tersenyum bahagia. Oke?"

Kalimatnya membuat Ardan sedikit sedih. Ia paham jika Riska berkata seperti itu. Itu artinya hal itu mampu membuatnya patah sepatah mungkin.

Ardan mengangkat seutas senyum, "Oke, Riska. Aku balik duluan, ya. Bye!"

"Bye!"

Riska memandangi punggung Ardan yang semakin menjauh. Air matanya yang sudah ia tahan sedari tadi, langsung mengucur deras.

Ia dengan cepat membuang mukanya ke arah laut.

"Ar, maafkan aku. Maaf."









Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rista dan ArdanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang