***
"Damar!"
Teriakan kencang dari arah punggung Damar membuat pemuda itu terpaksa menghentikan gerak kakinya di tengah koridor kampus.
Damar memutar balik tubuhnya ke belakang. Dia melihat gadis manis yang kemarin menjadi orang pertama mengajaknya bicara dengan akrab, Andini Putri.
Siang ini, pakaian Dini terlihat lebih casual dan lagi-lagi sebuah pujian terlontar dari sudut hati Damar. Dengan rambut panjangnya yang dia kuncir kuda dan baju kemeja longgar yang dia biarkan terbuka dengan baju dalam menggunakan kaos model crop top.
Cantik, puji Damar dalam hati.
"Damar, lo mau ke kantin, kan? Bareng, yuk," ajak Dini.
"Gue mau sendiri," tolak Damar tegas mengabaikan ajakan Dini.
"Kenapa harus sendiri sih kalau bisa barengan?" Dini terus memaksa Damar.
Damar menghela nafas jengah. Nyatanya gadis yang dua kali dia puji cantik itu memiliki banyak stock batu di kepalanya.
"Bukannya kemarin gue udah bilang sama lo, jangan pernah bicara lagi sama gue. Gue ngga mau lo jadi bahan gunjingan orang-orang sini." Damar berucap dengan intonasi sedikit meninggi.
Dini berdecak sebal. Tanpa menunggu persetujuan terlebih dulu dari Damar, Dini langsung menarik tangan Damar dan terdengar Damar sedikit merintih kesakitan.
"Awwsshh ...."
Dini segera menoleh ke bawah dan melihat tangan Damar. Kedua mata Dini seketika terpaku. Lingkaran merah terang memenuhi ruam pergelangan tangan Damar. Secara spontan Dini meraih tangan sebelah Damar dan pemandangan serupa kembali Dini temui.
"Mar, tangan lo kenapa?" tanya Dini masih mempertahankan mata membesarnya.
Damar menghempaskan kasar tangannya.
"Bukan urusan lo, dan ini terakhir kali gue kasih tau untuk jangan pernah bicara sama gue lagi." Damar menekan suaranya dan menatap tajam Dini.
Damar berjalan mendahului Dini yang masih termangu di tempatnya. Dari arah belakang, pundak Dini ditepuk oleh salah seorang temannya yang sedari tadi memperhatikan Dini dan Damar.
"Din, lo kenapa ngobrol sama dia sih?" tanya temannya membuat wajah Dini berubah tidak suka.
"Memang kenapa? Memang dia penyakit menular yang harus gue hindari?" jawab Dini sarkas.
"Bukan begitu, Din. Dia itu gigolo, simpenan tante-tante. Lo kalau bergaul sama dia, nanti lo bisa ikutan kotor kaya dia."
"Memang hidup lo udah bersih?" Pertanyaan Dini seolah membungkam telak mulut temannya.
"Kalau lo udah merasa bersih, baru lo boleh hina dia kotor," lanjut Dini melenggang pergi meniggalkan temannya seorang diri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIA BUNGA RAYA (END) (Revisi)
RomanceWARNING ONLY 21+ 🔞🚫 DI BAWAH 21 TOLONG DI SKIP Bukan tanpa alasan dia menjatuhkan dirinya ke dalam rengkuhan para mawar-mawar berduri itu. Mawar-mawar gila yang senang mendengar erangan kesakitan dari dirinya. Hidupnya sudah terlalu jatuh dan hin...