Part 9 - Putra

1.1K 17 0
                                    

Sesekali Vannya mencuri pandang kepada Putra yang daritadi duduk berjauhan dari dia dan teman-temannya yang lain. Kelakuan Putra ini tidak seperti biasanya, biasanya dia akan menggabungkan dirinya bersama anak-anak PKL untuk mengobrol-ngobrol tentang apapun itu, membuat Vannya dan teman-temannya merasa tidak canggung dan mudah akrab dengan staff lainnya.

Saat ini mereka sedang menunggu staff lainnya untuk sama-sama pergi menuju GOR yang telah mereka sewa untuk bermain bulu tangkis, tentu saja kecuali Vannya. Seperti yang telah dikatakannya tadi siang, Vannya telah memiliki janji dengan seseorang sehingga ia tidak bisa kembali ikut dengan yang lainnya.

 “Kak Putra kenapa sih?” tanya Adel pelan. “Nan, kak Putra kenapa?” Adel mengulang pertanyaannya itu kepada Nanda.

“Emm, gue juga gak tau. Vannya kayanya lebih tau.”

Pandangan Adel kali ini berpindah manatap Vannya, “Van, kak Putra kenapa?” Sebagai jawaban Vannya hanya mengangkat bahunya.

Apa dia marah sama gue? batin Vannya sambil kembali mencuri pandang kearah Putra. Tiba-tiba Putra mengangkat wajahnya dari ponsel yang dipegangnya, berdiri dan tanpa berpamitan kepada siapa-siapa langsung keluar dari ruangan sambil membawa serta tasnya.

Tapi kenapa dia marah? Gara-gara gue gak ikut? Gue harus minta maaf gak sih?

Tiba-tiba penghuni perutnya berteriak protes karena belum diberi makan dari siang, dihelanya nafas dengan kasar, lalu berdiri dari duduknya. “Gue ke kantin dulu yah, laper nih.”

“Eh, gue ikut.” Seru Adel sambil mengikutinya dari belakang.

Akhirnya, berdua mereka melewati lorong-lorong rumah sakit menuju kantin, dikantin Vannya membeli roti dengan taburan keju parut diatasnya dan sebotol air mineral. Sementara Adel hanya membeli sebotol air mineral.

“Mungkin gak sih kalo Putra marah sama gue?” tanya Vannya pelan. Mereka memutuskan untuk duduk dulu sebentar dimeja kantin sambil Vannya menghabiskan rotinya.

“Hah, emang kenapa?” tanya Adel sebelum menenggak minumnya.

Vannya langsung menceritakan apa yang terjadi tadi siang, sampai kata-kata Putra yang terakhir ditujukan untuk dirinya. “Apa emang gue kurang bersosialisasi sama staff farmasi disini?”

“Mungkin kalo dilingkungan rumah sakit sih elo udah cukup bersosialisasi, buktinya lo bisa akrab sama mereka kan? Nah, tapi kalo diluar rumah sakit, kayanya elo emang terlalu cuek deh.”

“Terus gue harus gimana dong?”

“Ya lo ikut gabung dong sama acara-acara yang dibikin sama Kak Putra, Kak Ari, Kak Nita, ataupun Kak Niki. Okelah, lo gak ikutan acara itu karena itu Cuma acara nongkrong atau nonton biasa, nah tapi yang sekarang ini, lo harusnya ikut.”

“Ya gimana dong? Gue kan udah janji duluan sama Dimas, lagian acara ini juga kita baru tau tadi siang kan, mana gak bawa baju ganti lagi. Masa kan kita mau main butu tangkis pake rok kaya begini.” Kata Vannya sedikit frustasi, sambil menunjukan rok abu-abu rempel yang dipakainya.

“Seengganya ikut ngeramaiin lah, daripada gak dateng sama sekali.”

Setelah menceritakan semuanya kepada Adel bukannya lebih tenang, Vannya malah semakin merasa tidak enak kepada Putra dan yang lainnya.

Apa iya gue terlalu cuek? Tapi biasanya kalo Adel udah ngomong gitu ya pasti gitu, diakan pengamat keadaan yang baik. Tapi, bisa juga kan dia salah, manusia kan gak sempurna, pasti ada salahnya juga. Eh, tapi kan... aaaaahh gak tau deh gue! pusing!

###

“Kenapa gak ikut Van?” tanya kak Nita yang memang kebagian shift sore hari ini.

 “Engga kak, aku udah ada janji sama orang lain. Gak enak kalo dibatalin gitu aja.” Jawab Vannya sambil tersenyum.

Senandung Masa PKLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang