“Ini udah masuk kategori penculikan tau!” protes Vannya saat dirinya dan Putra sedang duduk dipinggir jalan menikmati minuman mereka.
“Atas dasar apa?” jawab Putra kalem.
“Pertama, lo cegat gue di depan rumah sakit dan bawa gue pergi entah kemana. Kedua, gue belum sempet nginjekin kaki gue di rumah sakit dan belum ketemu orang-orang, bisa aja kan gue dianggap bolos. Dan ketiga, gue gak tau sekarang lagi dimana, dan gue juga gak tau lo mau bawa gue kemana lagi.” Terang Vannya panjang lebar.
Ana melirik jam tangannya, sekarang waktu telah menunjukan pukul setengah sebelas. Dari pagi, mereka telah mengunjungi dua perusahaan farmasi yang cukup besar.
Kata Putra, mereka ke sana untuk mengurus kerjasama supply obat-obatan ke rumah sakit. Namun, entahlah.. Vannya hanya menemani dan mendampingi saja, dia tidak mengerti apa yang Putra dan wakil dari perusahaan itu bicarakan.
“Pertama, gue emang cegat lo di depan rumah sakit, tapi elo sendiri yang dengan suka rela naik ke atas motor gue. Kedua, gak usah khawatir, elo ikut dan bantuin urusan gue, berarti elo gak bolos. Dan asal lo tau, bu Assyfa sendiri yang nyuruh gue ngajak elo. Dan yang ketiga, selama perjalanan gue gak nutup mata lo kan? Lo bisa liat nama-nama jalan yang kita lewati. Masalah kita mau kemana lagi, kita udah selesai kok, tinggal ngejenguk bu Siska di rumahnya.”
Vannya menundukan kepalanya, sedikit sebal dengan sikap Putra itu.
“Kak, serius nih, gue gak tau kita dimana?” Tanyanya lagi.
“Cimahi, Bandung Barat.” Jawab Putra sebelum kembali meminum teh botolnya. “Ayo! Keburu macet entar.” Lanjutnya sambil meraih tangan Vannya agar ikut berdiri.
###
“Van..” Panggil Putra sedikit berteriak disela kegiatannya memacu motornya yang cukup kencang.
Vannya yang sedang memejamkan mata menikmati angin yang berhembus disekitarnya menjawab dengan gumaman, “Hmm..”
“Lo kok diem aja sih?” Tanyanya sedikit menoleh kebelakang.
Vannya membuka matanya dan langsung memukul punggung Putra. PLAK!
“Aaawww.. Apa-apaan sih lo!?” Protes Putra tak terima tiba-tiba dipukul seperti itu.
“Elo gimana sih? Gue bawel, elo marah-marah. Gue diem, masih ditanyain juga. Jadi elo maunya gue gimana?”
“Ya, gue pengennya elo jangan bawel. Tapi bukan berarti elo diem juga kan? Gue jadi takut kalo elo diem terus kaya tadi.”
Ish! Apaan sih nih cowok. Minta seenaknya, emangnya gue robot apa?!
“Tau ah!” jawab Vannya akhirnya.
###
Berkat keahlian Putra dalam memacu kendaraannya, jarak antara Bandung barat ke Bandung timur yang biasanya memerlukan waktu satu jam lebih, bisa mereka tempuh hanya dalam waktu empat puluh menit.
Pukul sebelas lebih dua puluh menit, mereka telah sampai di depan salah satu rumah berlantai dua dengan cat putih.
Ana turun sambil menenteng keranjang buah yang tadi mereka beli di salah satu super market yang terlewati dalam perjalanan menuju sini.
“Kak, ini rumahnya bu Siska?” Tanyanya sambil mengamati halaman rumah itu yang dipenuhi dengan tanaman bunga berbagai jenis.
“Bukan. Rumah wali kota.” Jawab Putra santai sambil memarkirkan motornya.Sesaat mata Vannya membulat, namun tak lama ia menyadari kalau Putra sedang membohonginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Masa PKL
Novela JuvenilVannya seorang siswi SMKF di kota Bandung harus bertemu dengan dua cowok cakep saat melaksanakan praktek kerja lapangan. Pertama adalah Putra, salah satu asisten apoteker yang menjabat sebagai admin yang hobinya telat dan membuat Vannya menunggu lam...