Setelah mandi air hangat, Vannya kembali mengenakan seragamnya yang –roknya- kebesaran.
Vannya duduk di sofa hitam Putra sambil menggosok-gosokan handuk pada rambutnya yang basah. Putra yang sedang mengambil salep masuk dan langsung duduk di sebelah Vannya.
“Ada-ada aja sih lo! Mana sini gue liat dulu..” Putra menarik kaki kiri Vannya yang memar akibat kebentur dinding kolam saat kecebur tadi. Dengan perlahan Putra mengoleskan salep yang dibawanya di bagian yang membiru di kaki Vannya.
“Mana gue tau bakal nyebur gitu.. aawww sakit tau, pelan-pelan!” protes Vannya saat Putra menekan memarnya sedikit keras.
Tepat pada saat itu mama Putra muncul dari pintu kamar Putra yang memang sengaja tidak di tutup, “Putra kasar ya? Maafin anak tante ya.” Ucapnya yang membuat Vannya menoleh kaget.
Vannya jadi malu kepergok jejeritan di rumah orang dan orang yang punyanya ada di hadapannya, mana kakinya lagi ada di pangkuan anaknya lagi. Buru-buru Vannya menarik kakinya, namun ditahan oleh Putra.
“Diem!”
Mamanya Putra berjalan mendekat kearah mereka berdua dan memukul bahu anaknya itu. “Yang lembut dong, jangan kasar-kasar sama perempuan!”
“Apa sih ma? Ini juga udah pelan kok.”
Mama Putra tidak memperdulikan alasan anaknya itu, wanita cantik itu malah mengulurkan tangannya kearah Vannya, “Annisa, nama kamu siapa sayang?”
“Vannya tante.” Dengan canggung Vannya menjawab.
“Jarang-jarang loh dia bawa perempuan ke rumah ini, apalagi di bolehin masuk ke kamarnya.”
“Masa sih, tan?”
“Beneran, perempuan yang bisa masuk kekamarnya Cuma tante sama bi Parmi, tapi sekarang tambah satu lagi, kamu.”
Segitu special-nya kah Vannya? Tiba-tiba pemikiran itu membuat wajah Vannya kembali merona. Haduuuh deket-deket sama Putra kok jadi keseringan merah gini sih?
“Ehem.. maaf ibu-ibu, orang yang lagi di omonginnya ada di sini nih. Nanti aja yah ngegosipnya.” Dengan kesal Putra memotong obrolah seru ala perempuan, jika dibiarkan bisa sampe subuh nih.
“Ya udah Vannya, tante ke kamar dulu yah? Udah ada yang marah-marah nih. Yang sabar aja kalo ngadepin Putra yah, kalo dia ngapa-ngapain kamu lapor tante aja, oke?”
“Siap tante.” Tawaran itu langsung di sambut suka cita oleh Vannya.
“Nyokap lo cantik.” Komentar Vannya saat Annisa telah pergi.
“Iya dong, anaknya aja cakep gini kan.” Jawab Putra narsis.
“Huuuh... nasris banget sih!” seru Vannya sambil memeletkan lidahnya.
“Haha.. buktinya lo mau sama gue kan?”
“Kepaksa.”
“Masa?” ujar Putra. Perlahan dirinya makin mendekat kearah Vannya dengan tatapan tajam.
Vannya yang sudah tersudut di sudut sofa jengah juga dengan tatapan dan posisi mereka sekarang. Ia mendorong Putra sambil berteriak, “Iyaaa!”
“Hahaha..” tawa Putra berderai. Vannya yang bingung dengan alasan Putra tertawa hanya diam sambil menatap Putra aneh.
“Kenapa sih elo seneng godain gue mulu? Sebel tau!”
Masih sambil tertawa Putra menjawab, “Abis lo panikan, jadi gue seneng godain elo.”
“Nyebelin!” Vannya melipat kedua tangannya di depan dada dan memasang wajah se-bete mungkin.
Putra yang menyadari Vannya mulai kesal langsung menghentikan tawanya kemudian mulai membujuk, “Jangan ngambek dong.. Vannya kan baik, cantik.” Vannya masih diam tidak menanggapi ucapan Putra sedikitpun. “Ayo dong Vannya my sweet heart jangan ngambek nanti cantiknya ilang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Masa PKL
Teen FictionVannya seorang siswi SMKF di kota Bandung harus bertemu dengan dua cowok cakep saat melaksanakan praktek kerja lapangan. Pertama adalah Putra, salah satu asisten apoteker yang menjabat sebagai admin yang hobinya telat dan membuat Vannya menunggu lam...