Part 12 #C - Ketika Cinta Mulai Bersemi

1K 25 2
                                    

Suara air yang terjatuh dari ketinggian itu semakin nyata ditelinga Vannya, membangkitkan semangatnya yang sudah turun karena kelelahan. Tak lama kemudian suara histeria teman-temannya yang sudah sampai di tempat tujuan menggema, memecah keheningan hutan.

“Kak, ayo cepetan!” seru Vannya tak sabar. Tangannya semakin kuat meraik Putra agar berjalan lebih cepat.

“Pelan-pelan Van, licin!” Putra sedikit ngeri jika melihat kesebelah kanan mereka, sebuah sungai kecil yang mengalirkan air dari air terjun terpampang dua meter dibawah mereka, sudah seperti jurang saja.

Sedikit lagi, hanya tinggal berjalan memutari tebing dan mereka telah sampai di tempat tujuan.

Tak sampai dua menit, Vannya telah terhipnotis dengan apa yang dilihatnya. Dari ketinggian sekitar sepuluh meter, air terjatuh membentuk sebuah tirai air yang tebal, menimbulkan suara gemericik yang menenangkan jiwa.

Dua jam yang lalu saat mereka turun dari truk, mereka harus berjalan kembali. Menyusuri ilalang-ilalang yang tingginya mampu menyembunyikan mereka. Sempat tak tahu arah dan menemui jalan buntu setelah cukup jauh memasuki hutan ilalang itu.

“Aduh kak gue gak kuat!” Kata Vannya saat itu. Tangan kirinya terus memegangi perutnya yang terasa kembung dan perih.

Putra baru menyadari tangan kanan Vannya yang dari tadi ada didalam genggamannya memang terasa dingin. Saat menoleh kebelakang, wajah Vannya yang memang sudah putih makin terlihat putih, ditambah keringat bercucuran di pelipisnya.

Buru-buru Putra mendudukan Vannya disalah satu batu yang cukup besar.

“Van, lo kenapa?” Tanya Niki yang mulai mendekat. Dibelakangnya menyusul Adel, Nanda dan Aldi.

Adel yang sedang membawa tas obat dan makanan buru-buru mengeluarkan kotak obat.

“Nih..” Katanya sambil memberikan tablet berwarna hijau kepada Vannya. “Kayanya itu karena lambung elo deh.”

Meskipun Vannya paling sebal jika harus makan antasida, Vannya tetap menerima tablet itu kemudian mengunyahnya. Tak apalah kalau tablet, asalkan jangan sirup.

“Kita gak mungkin ke atas lagi, buntu. Jadi kita turun!” Kata Ari yang baru saja kembali. Ia dan Rama tadi mengecek jalan jika mereka terus berjalan naik.

“Lo kenapa Van?” Tanya Rama yang berada disebelah Ari.

“Masalah lambung, tapi udah makan obatnya kok.” Sahut Niki menjawab pertanyaan Rama. Dan Rama pun menyahuti dengan kata “Oh”.

“Ya udah biar gue yang liat ke bawah.” Putra mengalihkan topik pembicaraan. “Ayo Di, kita liat apa kita bisa jalan kebawah atau engga.”

Setelah itu mereka berdua berjalan menjauh, sementara Vannya hanya diam, mendengarkan obrolan dari orang-orang sekitarnya.

Lima menit kemudian Putra kembali mendekat, “Ada jalan. Aldi nunggu dibawah.”

Mereka pun kembali berjalan diantara ilalang-ilalang itu. Vannya kini lebih baik, terlihat dari wajahnya yang telah memancarkan sedikit warna merah.

Mereka memilih jalan kiri saat tiba dipersimpangan jalan tempat Aldi menunggu.Dan akhirnya, tiga puluh menit kemudian mereka bisa keluar dari ilalang-ilalang yang mengurung itu.

Saat mereka kebingungan harus kemana lagi, mereka kembali bertemu dengan salah satu bapak-bapak yang tadi berada di truk yang sama. Bapak itu menyuruh mereka untuk mengikuti aliran sungai yang ada didekat mereka, lalu masuk hutan.

Jika saat menyusuri ilalang suasana panas dan terasa gersang, suasana hutan justru sebaliknya, tanahnya basah dan keadaan gelap, meskipun tak segelap malam. Rapatnya pepohonan ditambah tinggi dan rindangnya menghalangi sinar mentari yang ingin menyinari hutan itu.

Senandung Masa PKLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang