Part 13 #B - Move On

934 33 7
                                    

“Gue ngeliat mantan cewek elo. Hari ini dia udah masuk lagi, kondisinya sehat wal afiat, gak kenapa-napa.” Lapor Dimas yang baru saja melihat Vannya keluar dari rumah sakit sambil menarik-narik tangan Adel.

“Dia masih cewek gue! Gue belum mutusin dia.” Jawab suara dari sebrang dengan dingin.

“Tiga tahun gak ada kabar, apa masih bisa disebut pacaran!” balas Dimas sinis sambil terus mengamati kepergian Vannya menuju kearah selatan rumah sakit. Setelah Vannya dan Adel menghilang dibalik pagar rumah sakit, dia baru menyadari bahwa sambungan telpon masih aktif tapi tak ada suara apapun diseberang sana, “Rey, lo masih disitu?”

“Ya, gue masih disini. Dia udah balik?”

“Engga, dia gak langsung balik. Kayanya ngobrol disalah satu cafe di selatan rumah sakit sama temennya.”

“Siapa?”

“Bukan bareng cowok yang namanya Putra kok,” jawab Dimas geli melihat sikap cemburu sepupunya itu, namun tetap ditahannya juga untuk tertawa. “Dia sama cewek kok.”

“Oke, thanks.”

“Rey,” cegah Dimas cepat sebelum Rey mematikan telponnya. “Jangan gegabah!”

“Ya, gue ngerti.”

Setelah sambungan telpon itu terputus, Dimas menghela napas panjang sebelum melangkah masuk ke ruang UGD untuk menjalankan tugas piket malamnya hari ini.

Jika diberi pilihan, tentu saja Dimas tidak ingin berada dalam situasi sekarang ini. Terlibat dalam urusan cinta sepupunya yang bodoh itu, berfikiran cewek sebaik Vannya akan menyakitinya seperti teman masa kecilnya itu. Bodoh!

Masalahnya akan jauh lebih mudah jika dia hanya melibatkan dirinya saja. Tapi yang terjadi adalah, Dimas mencemplungkan diri dan juga perasaannya kedalam masalah ini, membuat keadaan semaki sulit dan pasti akan ikut menyakiti dirinya juga.

###

Matahari mulai tenggelam, membuat semburat cahaya yang khas di sore hari.

Dibalik kemudinya, Rey mengamati Vannya yang berjalan di trotoar depan rumah sakit menuju jalanan raya didepan bersama seorang cewek. Rey yakin dia tahu cewek itu, kalau tidak salah tebak cewek itu adalah salah satu alumnus SMP 71 angkatan Vannya, tapi Rey tidak tahu namanya.

Setelah menunggu beberapa saat, Rey memutuskan untuk mendekat dengan keberadaan Vannya. Rey memilih memarkirkan mobilnya beberapa meter didepan Vannya, dekat penjual sate yang sedang siap-siap membuka lapaknya.

Lewat spion depan, Rey mengamati Vannya. Beberapa angkot yang menuju rumahnya melewat tapi tidak diharaukannya, Vannya malahan menengok ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari sesuatu, membuat Rey harus sedikit menunduk supaya tidak ketahuan.

Setelah mengalami perdebatan batin yang cukup panjang, Rey memutuskan untuk menemui Vannya saat ini juga. Sambil terus mengamati Vannya lewat spion depan mobilnya, Rey mulai melepas safety betl, tepat saat dia akan membuka pintu, sebuah motor Vixion berhenti tepat didepan kedua cewek itu, membuatnya mengurungkan niat dan kembali diam memperhatikan dari dalam mobil dengan sedikit dongkol.

Dengan tatapan malu-malu yang menurut Rey menjijikan di mata Vannya dan tatapan penuh rencana dimata cewek yang satunya, mereka berbincang-bincang sebentar, sebelum akhirnya teman Vannya itu menyetop angkot yang lewat dan melompat masuk sambil melambai sekilas. Adegan selanjutnya sangat membuat Rey mendidih, dengan ekspresi yang dipaksa untuk biasa Vannya naik keatas boncengan motor cowok itu dan mereka melesat meninggalkan tempat.

###

Tekadnya untuk menutup rapat kenangan tentang Rey sudah bulat.

Malam itu sepulang Putra dari rumahnya untuk mengcopy data, dengan masih menggunakan seragamnya, Vannya masuk kembali ke dalam kamarnya membawa sebuah kardus berukuran cukup besar.

Senandung Masa PKLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang