“KAK ANNYAAA... BANGUUUN!!”
Vannya merasakan ada yang menggoncang-goncang tubuhnya, dan tak lama selimut yang menutupu tubuhnya lenyap entah kemana.
Dengan malas, Vannya bangun dari tidur panjangnya dan mendapati Gitta sedang berdiri disebelah tempat tidurnya, tangan kanannya ia telakkan dipinggangnya.
“Aduuuhh.. apaan sih? Gue masih capek nih.” Kata Vannya malas.
“Tuh ada kak Rafa di luar.”
“Rafa?” tanya Vannya heran, “Emang jam berapa sih sekarang?” lanjutnya mulai membuka mata.
“Tuh liat..” Gitta menunjuk jam weker Vannya. “Jam setengah enam! Gak puas apa lo tidur dari jam satu?”
Sepulang dari Garut, Vannya memang langsung melangkah menuju kamarnya. Tanpa mengganti bajunya, ia langsung menjatuhkan dirinya diatas tempat tidur dan tertidur pulas sampai Gitta datang dan membangunkannya.
“Iya.. iya.. gue ngumpulin nyawa dulu.” Ujar Vannya pelan.
Gitta melangkahkan kakinya keluar kamar Vannya sambil mengomel atas kelakuan kakak ke duanya itu. Didepan pintu kamar Vannya yang tak tertutup Gitta melihat Rafa yang sedang berjalan dari arah tangga.
“Gue disuruh nyokap lo naik.”
Gitta mengangguk tanda mengerti, “Lo masuk aja kak. Udah bangun kok, Cuma lagi ngumpulin nyawa katanya.”
Rafa memasuki kamar Vannya dan mendapatkan gadis itu sedang tertidur miring dengan selimut yang sudah menutupi seluruh tubuhnya lagi. Dengan satu sentakan, selimut itu telah berada dilantai.
“Aduuh.. Gitta gue bilang kan mau ngumpulin nyawa duluuu!” teriak Vannya kesal tanpa membuka matanya.
“Heh! Ngumpulin nyawa apaan? Elo tidur lagi itu namanya!”
Vannya membuka sebelah matanya dan mendapati Rafa disamping tempat tidurnya menggantikan Gitta.
“Kok elo bisa masuk sih?” seru Vannya yang kini sudah sepenuhnya bangun sambil mengambil selimutnya untuk menutupi tubuh. Meskipun Rafa adalah sahabatnya tapi tetap saja kan dia itu cowok. Dan Vannya menyadarai kebiasaannya saat tidur tidak bisa diem, sehingga membuat kaos yang dikenakannya terangkat. Vannya sendiri masih heran kenapa saat di Garut kemarin dia bisa tidur dengan manis, padahal kebiasaannya berbeda seratus delapan puluh derajat.
Setelah selesai merapihkan bajunya dibalik selimut, Vannya melanghak menuju kamar mandi yang ada dikamarnya. Rafa hanya menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah Vannya yang seperti itu.
“Jadi ngapain elo ke sini?” tiga puluh menit kemudian Vannya keluar dari kamar mandi. Tangannya menggosok-gosok rambutnya yang basah.
Rafa yang sedang melihat-lihat koleksi novel terbaru Vannya menjawab dengan santai, “Sejak kapan gue harus punya alesan buat main ke sini?”
“Sejak gue tanya elo tadi. So, ngapain elo kesini?” tanya Vannya lagi yang sekarang telah duduk didepan meja kecil tempat Vannya menyimpan laptopnya. Sambil menunggu laptopnya menyala sempurna, Vannya membereskan tempat tidurnya.
“Gue Cuma pengen main aja kok. Eh, koleksi novel lo gak banget deh!” Rafa mengomentari koleksi novel Vannya hampir semua romance Indonesia. Menurutnya gendre romance gak ada seru-serunya sama sekali.
“Yeeh.. biarin! Gue kan beli pake duit gue sendiri, jadi suka-suka dong mau beli yang kaya gimana!”
“Nya..”
“Heemm..” Vannya hanya menggumam. Tangannya sibuk mengeluarkan memori dari kamera SLR-nya untuk memindahkan foto-foto yang ada didalamnya ke laptop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Masa PKL
Teen FictionVannya seorang siswi SMKF di kota Bandung harus bertemu dengan dua cowok cakep saat melaksanakan praktek kerja lapangan. Pertama adalah Putra, salah satu asisten apoteker yang menjabat sebagai admin yang hobinya telat dan membuat Vannya menunggu lam...