part 18#5

418 27 8
                                    

Vannya hanya melangkah tanpa tau arah, dia baru tersadar saat melihat sebuah rumah dengan pagar putih yang pernah beberapa kali dikunjunginya, kosan Putra. Merasa ini salah, Vannya membalikan badannya berniat untuk pergi. Tepat pada saat itu ia melihat sebuah motor berhenti tepat di depannya menampakan sosok yang beberapa hari ini tak dilihatnya.

“Vannya,” sapa Putra setengah kaget setengah heran, menemukan cewek yang beberapa hari ini dihindarinya berada di depan rumah kosannya

Setelah beberapa detik yang dirasa lama, akhirnya Vannya sedikit tersadar dari keterkejutannya. Dengan setengah bingung, Vannya berlari kembali menyusuri jalan yang tanpa sadar dilewatinya tadi.

“Vannya!” Teriak Putra kali ini sepenuhnya terkejut dengan tindakan spontan Vannya dan langsung mengejarnya.

Suara Putra terdengar beberapa kali memangil namanya, namun Vannya menolak untuk berhenti. Tanpa sadar air mata telah meluncur di pipi Vannya, entah untuk alasan apa.

“Vannya!” suara Putra terdengar makin mendekat. Vannya sadar dengan kempuan berlarinya yang jauh dibawah Putra, itu artinya sebentar lagi ia akan terkejar. Tapi biarlah, biarlah itu terjadi dengan sendirinya. Setidaknya Vannya telah berusaha meloloskan diri walaupun akhirnya akan gagal.

Malang bagi Vannya, dirinya tak sengaja menginjak sebuah batu yang mengakibatkan dirinya limbung dan akhirnya terjatuh. Langkah kaki Putra terdengar mendekat, buru-buru Vannya menghapus air matanya sebelum terlihat Putra.

“Lo gak apa-apa?” Vannya menggeleng setelah bisa berdiri meskipun dengan bantuan Putra.

Meskipun sudah tidak ada air mata di pipi Vannya, tapi Putra tau jika cewek yang ada di hadapannya baru saja menangis, terlihat dari matanya yang basah dan wajahnya yang memerah.

“Gue gapapa kok kak, gue balik dulu.” Baru satu langkah Vannya berjalan, dirinya kembali limbung, namun sekarang ada Putra yang menahannya sehingga Vannya tak kembali terjatuh.

“Kayanya kaki lo terkilir deh, lutut lo juga berdarah. Gue obatin dulu abis itu baru gue anter lo pulang.” Seru Putra sambil mengangkat Vannya, menggendongnya ala bridal.

“Apaan sih kak, turunin gueeee!” seru Vannya kaget dengan apa yang dilakukan Putra. Dengan refleks, Vannya melingkarkan tangannya di leher Putra karena takut terjatuh.

“Kalo gue gak kaya gini, gue yakin lo bakal berusahan lari lagi padahal jelas-jelas lo gak bisa lari, ya kan?”

Mendengar pernyataan Putra, Vannya hanya bisa diam. Malu sendiri karena fikirannya bisa dibaca begitu mudah.

“Kenapa lo lari? Lo ngindarin gue?”

“Gue ngindarin lo? Bukannya elo yang ngindarin gue?!” jawab Vannya dengan nada sedatar mungkin, berusaha terlihat tak peduli.

Putra menghentikan langkahnya, “Kapan?” tanyanya sambil memandang lekat Vannya.

“Apaan sih kak, udah buruan jalan gue mau cepet-cepet balik!” seru Vannya, tak tahan dengan tatapan Putra.

“Kenapa? Grogi ya gue liatin?”

“Apa sih lo! Buruan ah! Atau engga gue balik sendiri nih!”

“Emang bisa?” Putra masih terus menggoda Vannya, sambil kembali berjalan. “Aawww...!” tanpa disadari Putra, Vannya sudah mencubit perut Putra.

“Sukurin!”

###

Saat itu Vannya duduk sendirian di ruang tamu rumah kosan Putra. Putra tadi pamit ganti baju setelah mengobati luka Vannya yang ternyata lumayan parah juga. Sambil terus mengelus-elus kakinya yang terkilir, tanpa sengaja ia melihat ponsel Putra tergeletak begitu saja di atas meja.

Akibat rasa penasaran yang besar, kini ponsel itu sudah berada di tangannya, dengan yakin Vannya menggoreskan jarinya membuat pola yang menjadi kunci ponsel itu dan hasilnya berhasil.

Yang pertama di buka Vannya log in telepon. Di posisi teratas tante Annisa, kemudian Ari, dan beberapa orang yang Vannya tak kenal. Tangannya berhenti men-scroll saat mana Melsi tertangkap mata.

Tak berhenti di situ, Vannya langsung melihat pesan masuk, whatsapp, dan bbm Putra. Di whatsapp lah Vannya menemukan chat room mereka. Tiba-tiba layar berganti menampakan tulisan “Melsi Calling”.

Dengan ragu Vannya menggeser layar kearah kiri lalu mendekatkan ke telinganya.

“Put.. Putra..” hanya itu yang terdengar diselingi isakan karena Vannya telah menutup teleponnya.

Ponsel itu sudah rapi berada di tempatnya semula saat Putra, terlihat fress setelah mandi.

“Yuk pulang.”

Katanya namun Vannya hanya diam, “Ayo!”

“Kayanya gue pulang sendiri aja deh kak.”

Kening Putra berkerut tanda tak setuju.

“Tadi ada telpon,” jawab Vannya sambil menunjuk kearah ponsel Putra dengan dagunya. “Dari Melsi.. dia nangis..”

“Lo tetep gue anter balik!”

###

Gimanaaaaaaaaaaaaa??? :D

oke oke, aku tau ini makin ngaco dan kalian udah pada bosen juga..  dan aku pun ingin ini semua segera berakhir  dan gak pengen ini jadinya kaya sinetron yang berkepanjangan.. Tapi bagaimana dong, sedang buntu :(

terimakasih kalian smua :)

Senandung Masa PKLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang