Bagian 9

16 5 0
                                    

09

In the hallway there i stood,

A glimmer of hope shone its light on me,


I stood holding courage.

- Agnes Syakir

Alasya

  Hari ini hari terpenting dalam hidup ku, hari ini aku ingin mengaku pada teman yang sudah kukenal selama hampir 3 tahun. Aku ingin memberitahunya bahwa sebenarnya aku menyukainya, sejak lama.
 
Menurut kalian, bolehkah seorang wanita menyatakan perasaannya terlebih dulu? Salahkah jika aku melakukannya? Salahkah jika aku ingin merasa tenang? Salahkah aku jika mencari arah kemana hubungan ini akan berlabuh? Salahkah aku jika berharap kapal ini berlayar? Atau harusnya aku kembali menyelam dalam-dalam, menunggu seorang nelayan membawa ku kembali ke daratan? Salahkah jika aku ingin memastikan?

  Setelah mempertimbangkan banyak hal, aku mencoba untuk berani melakukannya. Tapi, setelah mengetik panjang lebar, keraguan datang sehingga aku masih saja belum mengirim pesan itu, sampai aku bolak-balik menghapus dan mengetiknya kembali. Aku tiba-tiba teringat satu momen, momen saat 17 Agustus, saat itu aku datang terlambat kesekolah dan dia mengejekku, karena semalamnya Keya menyuruh ku untuk memberitahu semua panitia harus datang pukul 6 pagi, yang membuat ku malu adalah karena aku yang menyampaikan pesan itu, tapi aku juga yang terlambat datang. 

  Setelah berlari melewati dia yang mengejekku, aku cepat-cepat duduk di pinggir lapang seraya memperhatikan panitia lain yang sedang mempersiapkan perlombaan, tiba-tiba dia berjalan kearah ku dan duduk tepat di sampingku. Aku sedikit menoleh, masih malu dengan ejekkan nya tadi. Lalu dia bertanya,

"Hei, si paling pukul 6, kenapa telat?"

“Namanya juga manusia, bisa telat, bisa juga salah.” jawab ku. 

Dia hanya tersenyum dan mengangguk-angguk. Lalu salah satu adik kelas kami menghampiri,

“Euy Rey, kabogoh?” tanyanya dengan menunjuk ku.

“Lain. Kita mah teman ya?” jawabnya sambil menoleh pada ku. 

  Aku hanya terdiam, ucapannya itu tanpa sengaja menyadarkan ku bahwa dia hanya menganggapku sebagai teman tanpa ada perasaan yang lebih. Aku adalah orang tak bisa menyembunyikan perasaan, jika ada hal yang aku rasa semua akan langsung terpancar dari wajahku, entah itu ketika malu, senang, kesal bahkan kecewa. Jadi daripada dia sadar akan mimik wajah ku yang berubah, aku langsung berdiri dan pergi saja dengan alasan mencari Agatha. 
___

Lamunan ku pecah karena dering pesan masuk. 

R : “Hei? Ngetik apa dah lama bet.”

  Aku terdiam, bingung.
Haruskah aku melanjutkan pernyataan ini dan siap menerima segala konsekuensinya? Atau haruskah aku kembali mengubur perasaan ku dalam-dalam seperti biasa?

  Tiba-tiba jari-jari ku kembali mengetik, aku rasa aku siap menerima segala konsekuensinya, aku rasa aku siap menanggung balasan atas keberanian ini, aku rasa cinta tak memerlukan balasan, atau pengakuan, aku rasa aku hanya ingin dia mengetahui perasaan ku.

  Sampai akhirnya aku sadar bahwa cinta juga memerlukan balasan serta pengakuan dan setiap keputusan di dunia ini ada harganya. Aku pun sadar bahwa aku tak sesiap itu untuk menanggung semuanya. 
 
 
 

Never Be The SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang