29
Dua pekan sudah berlalu sejak hubungan ku dan Rey berakhir. Aku sudah bisa bersikap alami tanpa terlihat menyedihkan, walau aku masih belum bisa melupakan.
Senin ini kelas kami ada kegiatan untuk mengunjungi Gallery Kesenian sebagai tugas akhir mata pelajaran seni budaya. Kami berangkat pagi-pagi sekali, saat itu aku satu kolompok dengan Rey. Aku berusaha alami, sampai sesekali aku bertanya pada nya tentang hal yang harus di lakukan tapi dia tidak pernah menatap ku dan tidak menjawab ku seolah aku tak ada. Kegiatan selesai, dan aku ingin kembali pulang secepatnya. Namun, yang lain sedang asik foto-foto di sana, aku menunggu mereka di dalam angkutan umum ketika melihat kearah luar dari jendela aku melihat Rey dan Keya sedang berfoto dengan sangat dekat dan bebas tidak seperti kami dulu yang terlihat canggung dan tak nyaman.
Beberapa hari setelah kami putus, Keya dan teman-teman nya selalu terdengar berbincang,
"Naha mereka udah gak bareng lagi kesekolahnya." tanya Erna.
"Kayaknya putus." ucap Deya
"Nanti urang tanyain ke si Rey." ucap Keya.
Ketika mendengar percakapan itu terkadang, aku berharap dapat membaca hati orang. Melongok ke dalam sanubari mereka, membaca apa yang tertulis di sana. Menghirup dalam-dalam keraguan mereka, mengecap asa yang tidak diucapkan, dan menggali alasan di setiap debar perasaan mereka.
Mungkinkah alasan yang tak terucap dari mulut Rey ketika meminta ku untuk mengakhiri hubungan kami adalah Keya?
Kalau aku bisa membaca pikirannya, aku ingin tahu apa saja yang dia sembunyikan, apa saja yang sedang dia rasakan sekarang. Mengapa begitu asing di hadapanku. Mengapa tak tersenyum dan menatap ku sehangat dulu? Kenapa bahasa tubuhnya begitu canggung di depan ku.
Aku bukan Keya yang bisa mengekspresikan perasaan dengan bebas, atau memeluknya begitu saja. Ketika kami berpegangan tangan saja, aku sudah berkeringat dingin. Intinya aku tak bisa seperti itu.
Dulu, saat aku masih menjadi teman nya aku sangat pandai menyimpan perasaan ini tanpa mengharapkan akan menjadi pacarnya apalagi berakhir seasing ini.
***
Sudah 1 bulan berlalu, hari ini adalah hari terakhir aku mengenakan seragam sekolah. Hari kelulusan akhirnya tiba, setelah bulan-bulan berat yang penuh dengan mengulang pelajaran, teori, minggu-minggu ujian, dan menunggu hasil dengan deg-degan.
Nilai ku masih tetap baik seperti biasa walau sedikit merosot dari prestasi yang terdahulu. Sementara Rey tetap meraih nilai keseluruhan terbaik, seakan hal-hal yang belakangan terjadi tidak berpengaruh pada konsentrasinya.
Aku tidak baik-baik saja. Sebenarnya ku ingin bisa berteman kembali dengan Rey dan tak seasing ini. Aku tidak ingin meninggalkan sekolah ini dengan membawa dendam, luka, dan perih di hati. Jika suatu saat aku mengenang masa-masa SMA, aku tidak ingin mengatakan aku pernah membenci cinta dan teman lelaki pertamaku.
Kenapa masih sulit melupakan walaupun sudah terluka?
Pertanyaan itu terus menerus mendera, setiap malam sebelum aku mencoba tidur, setiap pagi ketika bertemu pandang dengan Rey, setiap kali melihatnya bermain basket sendirian.
Sudah tak terhitung berapa banyak hal menyakitkan yang aku rasa ketika aku bersama Rey, namun seperti terhipnotis sakit itu selalu cepat hilang ketika mendengar suaranya. Banyak hal yang aku pelajari setelah kejadian ini, siapa yang bilang cinta pertama tidak pernah berhasil? Aku diliputi keinginan untuk menemukan orang yang mengatakan itu. Bukan salah siapa pun bahwa cinta ku gagal, itu hanya hal yang ingin aku lakukan karena aku bisa menemukan cinta pertama sesungguhnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Never Be The Same
RomanceAku dan kau, kita adalah dua bintang di galaksi yang sama, namun berada pada orbit yang tak pernah berpotongan. Kita bersinar di langit yang sama, berbagi malam yang sama, tetapi tak pernah bisa saling menyentuh. Alasya dan Rey, dua jiwa yang terses...