biru biru bukan lima puluh ribu

937 59 4
                                    

Dipersembahkan untuk teman teranjrit saya, gatau siapa soalnya ga punya temen, wkwk.

☘ — 🆂︎🅾︎🅾︎🅽︎ 🆃︎🅾︎ 🅱︎🅴︎ — ☘

Kaki gadis itu sudah lemas, sejak tadi ia tidak berhenti bolak-balik ke kamar mandi. Jantungnya berdetak tak karuan. Isi perutnya sudah keluar semua.

Dan dia makin kehilangan kekuatan saat tebakannya tepat, dua garis biru terpampang nyata di dalam test pack yang sengaja ia beli kemarin. Raysha atau yang kerap disapa Acha, perempuan berusia genap 20 tahun itu kini resmi hamil.

-

Sayup-sayup terdengar suara azan menggema dari kejauhan, setan-setan yang berkumpul di tempat kotor itu mulai hilang satu persatu. Di salah satu kamar, tampak seorang pria berusia hampir seperempat abad terbangun dengan kepala yang terasa berat.

Ia menghela napas kemudian berdiri dan mengenakan lagi pakaiannya yang tercecer di lantai. Dia pergi ke kamar mandi untuk melakukan urusannya.

Sekembalinya, ia tampak lebih segar dan hidup. Rakan Agustin Malik, begitu yang tertulis di akta kelahirannya. Pemuda dengan tinggi hampir 180 cm.

Wajahnya rupawan, dengan sedikit campuran Timur Tengah, hasil gen Ayahnya yang mempersunting Bundanya jauh jauh dari Dubai. Matanya sedikit coklat, dengan bibir kemerahan.

"Ngampus, Rak?" Seorang pemuda keluar dari ruangan lain, masih dengan wajah bantalnya.

Sedangkan ruang tengah terlihat sangat mengenaskan, dengan banyak sampah dan botol-botol kaca berserakan. Mereka habis party malam tadi. Merayakan kelulusan Gio yang baru saja menyandang gelar magister.

Raka mengangguk saja, dia mencomot satu toast yang baru saja dihidangkan dan mengambil tasnya. "Gue cabut dulu, thanks buat breakfastnya!"

Sampai di kampus, seperti biasa ia akan mengabari pacarnya dulu, Jasmin. Sudah hampir tiga tahun mereka menjalin hubungan. Rencananya ia akan melamarnya tahun depan dan mereka akan menikah setelah ia lulus.

Memikirkan wajah Jasmin yang sedang merona membuatnya senyum senyum sendiri. Raka menyimpan ponselnya dan berjalan menuju ke kelasnya.

Begitu masuk, ia mendapati kelas masih sepi. Baru ada 6 mahasiswa yang duduk di sana sambil berbincang. Raka lantas memilih tempat duduk, seperti adatnya, ia akan duduk di bangku deretan belakang.

"Sel, udah berangkat Lo?" Tanyanya basa basi pada salah satu mahasiswi, namanya Selma.

"Iya, Bang. Udah ngerjain PPT belom lu? Ntar dikumpul loh, tau kan Bu Handayani orangnya disiplin banget."

Raka mengangguk, "udah kemaren gue kerjain sambil ngopi."

Ngopi tapi pakai anggur merah hehe. Raka tertawa geli memikirkan kebohongannya barusan. Ia lantas menengok ke bangku sebelah Selma yang masih kosong. Biasanya cewek itu duduk sebelahan sama temennya.

"Temen Lo kemana?" Tanya Raka.

Selma mengangkat alisnya, "Acha?"

Raka mengangguk, Selma mendengus. "Kaya gatau aja, Bang. Dia mah mesti telat tiap hari. Cewek satu itu ribet banget kalo siap siap."

Laki-laki itu tergelak mendengar gerutuan Selma. Nggak salah sih, Acha emang selalu telat, kalo ngga telat biasanya gara gara jam pertama kosong dan cewek itu ga buka hp sebelum berangkat.

"Nah tuh Dateng orangnya," ujar Selma, "Panjang umur Lo, Cha. Dicariin Bang Raka nih!"

Acha hanya diam, ia kemudian duduk di sebelah Selma dan sibuk dengan ponselnya sendiri. Raka dan Selma saling menatap, melemparkan tatapan bingung. Nggak biasanya Acha diem kaya gitu.

Perempuan itu kalau datang biasanya menyapa orang-orang di kelas dan tertawa konyol karena jokesnya yang ga lucu sama sekali. Kadang juga tiba-tiba cerita random tentang kejadian yang dia alami di jalan.

Pokoknya ini kaya bukan Acha.

"Lo kenapa deh, Cha?" Tanya Selma bingung.

"Tau tuh, belum makan kali." Timpal Raka.

Helaan nafas terdengar, Acha melirik sekilas ke arah Selma, "Ga apa apa, Sel."

"Kayanya dia salah makan deh, Bang. Atau engga salah lewat jalan terus ketempelan dedemit," bisik Selma sambil bergidik ngeri. Sedangkan Raka menatapnya dengan serius. Sebenernya tuh bocah kenapa?

༺ 𝙩𝙤 𝙗𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙞𝙣𝙪𝙚 ༻

Soon to be.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang