demam

460 49 9
                                    

Biasakan vote sebelum membaca.

☘ — 🆂︎🅾︎🅾︎🅽︎ 🆃︎🅾︎ 🅱︎🅴︎ — ☘

Di belahan waktu lain, Raka tengah meringkuk dengan badan menggigil di kamarnya. Tadi pagi dia ga berangkat kelas. Berat banget matanya, mau dibuka dikit aja ga kuat.

Bunda lagi ga di rumah, beliau kemaren baru berangkat ke rumah neneknya di Malang. Sekalian liburan dan reuni sama temen SMA katanya. Jadi mau ke sana selama 1-2 Minggu.

Sedangkan kakaknya, alah! Ga bisa diharapkan sama sekali. Lesmana itu bedain garem sama gula aja ga bisa. Malah nanti Raka masuk rumah sakit gara gara praktek ilegal Lesmana.

Oke ini ga lucu, tapi Raka bener bener sekarat.

Dia belum makan dari kemaren. Terakhir dia makan kemarin lusa, itupun sore. Dan badannya yang tiba-tiba demam ini belum dikasi obat apa apa.

Dia ga tau ponselnya di mana, tapi seingetnya sih ga jauh dari tempatnya terbaring. Dengan sisa-sisa kekuatannya, Raka menggerakkan tangannya dan meraih ponselnya.

Otaknya udah buntu, dia buru buru buka kontak dan nyari siapapun yang bisa dia telepon buat dimintain tolong. Persetan dengan sopan atau tidak. Bahkan kalau ini sampe yang ke telepon dosennya, dia tetep bakal nekat.

Daripada keburu koid anjir.

Habis terdengar nada sambung, Raka buru-buru ngomong. Meski suaranya gemetaran luar biasa, "Plis, t-tolongin gue. G-gue demam tinggi, pang-gilin rum-rumah sakit.."

"Halo, Bang? Bang Raka lagi sama siapa? Ih, bentar habis ini gue ke sana! Alamatnya dimana?"

Puji syukur, kontak yang dia pencet itu punya Acha. Karena hurufnya A jadi letaknya di bagian atas. Orang Bejo mah, minum tolak angin wkw.

"Perum Palem Manis, blok G. Nomer 29.."

Habis itu Raka cuma bisa denger samar-samar suara Acha yang ngoceh sambil naik motor. Ga jelas, iya emang.

Dan sekitar 20 menit kemudian Acha dateng. Dia bingung cara buka pintunya gimana. Dia ketuk ketuk awalnya, tapi ga ada sahutan. Dia panggil panggil juga ga ada yang nyaut.

Mana Dia cuma pake daster ijo bunga-bunga ditambah kardigan sama pake sendal doang ke sini. Ga pake helm anjir, soalnya Acha kebetulan lagi di kostnya Selma tadi. Rencana mau nginep di kostnya Selma mumpung malem Sabtu. Biasalah, girls time. Waktunya adu nasib sambil ngomongin hal hal random kalo mau libur begini mah.







Perempuan itu akhirnya menyerah, dan nyoba telepon Raka.

"Halo, Bang! Ini gue dah di depan pintu!"

"M-masuk aja.."

Abis itu, tanpa basa-basi, Acha langsung memutar knop pintu dan masuk ke rumah keluarga Malik. Ya pake acara salam juga sih, soalnya takut.

"Kamar gue di deket ruang TV.. Buruan, ga kuat.."

Mendengar suara Raka yang makin memprihatinkan itu, Acha jadi panik dan langsung nyari-nyari ruangan yang dimaksud. Dan dia akhirnya nemu ruang kamar cowok itu.

"Permisi," ujarnya terus masuk.

Dilihatnya raga cowok itu sedang meringkuk di bawah selimut. Ruangan itu gelap, tapi cat dindingnya yang putih membantu Acha biar bisa menerka keadaan. Acha melangkah lebih dekat ke Raka.

"Bang, gue bawain bubur. Makan dulu, habis itu minum obatnya."

Acha membuka selimut yang membungkus tubuh pemuda itu. Dan yang bikin dia melotot adalah, Raka yang keringetnya udah sampe banjir dan sebagian sampe mengering. Ini orang sakit dari kapan anjir?

Waktu dia coba ngecek suhu badannya, asli sih! Puanas banget.

"Makan dulu, ayo! Dikit aja ga papa, belom makan kan?"

Raka mengangguk, dia kemudian berusaha bangun dan duduk dari posisi awalnya. Acha menyiapkan buburnya dan juga air untuk laki-laki itu makan.



Canggung dikit ga ngaruh!

"Ayo buka mulutnya, gue suapin."

Dan Raka menurut saja, dia membuka mulutnya perlahan. Sendok perak itu perlahan mendekat ke mulutnya dan bubur yang di bawa perempuan itu perlahan berkurang.

"Ini bubur apa, Cha?" Tanya Raka sambil mengunyah makanannya, dahinya berkerut dalam. Jujur rasanya agak hambar dan aneh bagi Raka.

"Bubur bayi sih, hehe. Soalnya mau nyari bubur ayam ga ada. Terus tadi di jalan nemunya ini. Ya udah beli ini."

Wajah Raka yang sakit jadi kelihatan kaya 'hah? Ini beneran?'. Acha yang ngeliat ekspresi cowok itu kemudian tertarik buat nyobain, "Enak kok! Kenapa deh mukanya kaya gitu?"

"Ga kok, ga papa."

Dan sampailah Raka pada suapan terakhir, habis itu dia dikasih botol air mineral sama Acha. Cewek itu kemudian sibuk menyiapkan obat obatan buat Raka.

Bayangin aja, dia udah bawa Paracetamol, terus bawa minyak, dan minyaknya itu minyak bayi anjir. Soalnya Acha emang suka baunya dan bikin anget wkw. Dan dia juga bawa gula jawa. 😭

"Nih, diminum dulu obatnya." Perempuan itu memberikan sebutir obat pereda nyeri ke cowok itu. Raka dengan cepat meminumnya. Habis itu, Acha ngasih gula Jawa tadi ke Raka.

"Hah?"

"Makan!" Perintah cewek itu.

"Biar apa?" Bukannya menjawab, tapi Acha malah langsung menjejalkan potongan manis itu ke mulut Raka.

"Biar ga pait, obatnya! Udah, sekarang Lo tidur aja, Bang. Gue jagain."

Raka yang menyender ke kepala ranjang terus menghela napas, "Makasih ya, Cha."

Acha ngangguk singkat, dia terus nempelin punggung tangannya ke dahi cowok itu lagi. Udah agak mendingan.

"Syukur deh," gumam perempuan itu. Habis itu dia ngelepas cardigannya dan dia pake buat nyelimutin badannya Raka yang setengah duduk itu. Ga lupa dia olesin minyak bayi ke leher Raka.

"Lo pake aja, Cha."

"Ga deh, baju Lo basah keringet gitu pasti jadi dingin. Makannya gue kasih cardigan biar ga dingin-dingin amat."

"Ya udah. Makasih." Raka menatap cewek itu lamat-lamat. Acha yang sekarang ada di depannya ini adalah cewek yang sama dengan cewek yang dia hamili.

Mengingat itu, Raka jadi kepikiran lagi.

"Cha," panggilnya pada sosok dengan rambut diikat asal asalan itu. Acha berdehem, cewek itu lagi buka WA-nya Selma yang nanyain dia kemana. Lupa bilang tadi, soalnya pas Acha minggat, Selma lagi boker.

"Gue... siap buat tanggung jawab."

[komen dulu😊😊]

༺ 𝙩𝙤 𝙗𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙞𝙣𝙪𝙚 ༻

Soon to be.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang