bicara

514 54 4
                                    


☘ — 🆂︎🅾︎🅾︎🅽︎ 🆃︎🅾︎ 🅱︎🅴︎ — ☘

Notasi angka telah menunjukkan pukul 09.15 saat langkah kaki Acha menapaki tangga menuju ke lantai 3 tempat Raka menunggunya. Mereka udah janjian sebelumnya.

Raka keluar duluan sekalian mau nyebat, dan untuk menghilangkan rasa curiga orang-orang, ia keluar belakangan.

"Ada cewe, Rak!" Seru Gio antusias.

Mereka bertemu di cafe milik Gio. Di sana ada 6 laki-laki Yang sepertinya adalah teman baik Raka. Mendengar ucapan Gio, Raka menoleh dan mendapati Acha yang tampak bingung.

"Masuk aja," ujar Gio.

"Jangan sentuh," peringat Raka kemudian bangkit dan menghampiri perempuan itu. Acha sedikit kempis kempis setelah menaiki puluhan anak tangga demi menuju ke lantai 3.

Raka membimbingnya menuju ke teras luar karena di dalam banyak asap rokok. Ia mempersilahkan Acha duduk.

"Pasti tadi pake tangga," tebaknya sambil memberikan tisu ke perempuan itu.

"Ya kan adanya tangga," gerutu Acha menyapu keringat di leher dan pelipisnya.

Pemuda itu memperhatikan Acha sambil terkekeh, "Ada lift kok, tadi harusnya tanya dulu. Capek kan?"

Mata bulat Acha membelalak lebar, "Hah seriusan?"

Raka mengangguk, "Ada kok, di Deket dapur. Nanti turunnya pake lift aja."

Kemudian hening. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, Acha menyelipkan rambutnya di belakang telinga. Kemudian menatap ke jalanan di bawah sana.

"Udah berapa bulan?" Tanya Raka berusaha tidak membuat perempuan itu tertekan.

"Dua," jawab Acha lalu menunduk menatap perutnya yang sama sekali nggak kelihatan maju.

"Kalo pagi muntah terus?"

Acha mengangguk, Raka menghela napas. Merasa bersalah kepada gadis itu. Gara-gara kelakuannya sekarang Acha yang harus membawa anaknya. Tapi jujur aja peristiwa seperti ini baru terjadi sekali dalam hidupnya. Walau dia udah beberapa kali tidur sama cewek lain, baru sekali yang berhasil jadi bocah.

"Udah nyoba ke dokter berarti?" Tanya Raka lagi.

"Iya, kemarin nyoba."

"Sama siapa?"

Acha tersenyum sendu, "Sendiri."

Makin makin dah tu, Raka ngerasa kaya jantungnya diremes remes. Kenapa deh Acha pake pasang wajah melas gitu?

"Maaf," kata Raka pelan, dia juga ga tau harus bagaimana. Dan posisinya mereka masih kuliah bro. Walau Raka udah ada tabungan dan dia juga kerja freelance, tapi niatnya kan buat nikah sama Jasmin.

"Terus Bang Raka mau gimana?"

"G-gue ga tau. Jujur aja, Cha. Gue nggak pernah mikir kalo kejadiannya bakal kaya gini."

Acha menghela napas,"Apa Bang Raka akan tutup mata? Kalo iya gue ga apa apa, Bang. Mungkin nanti kalo dia  udah kelihatan, gue akan ambil cuti. Kalo udah 4 bulan ngga bisa disembunyikan, Bang."

Tiba-tiba pintu terbuka, "Rak, Lo bikin anak orang hamil?! Oh my God!"

Di sana berdiri Gio, Seta, Nathan, Ed dan Faqih. Mereka sama sama menggelengkan kepalanya.

"Tanggung jawab!" Putus Ed.

Faqih menepuk bahu Raka, "Gue ga nyangka dari kita berenam bakal lo duluan yang pecah telor, Rak. Selamat."

"Keterlaluan sih, Rak. 2 bulan Lo biarin dia berjuang sendirian. Pokoknya, Lo harus nikahin dia secepatnya," kata Ed menambahkan. "Lo udah ngerasain enaknya, sekarang makan ampasnya!"

Sedangkan Gio, Seta dan Nathan hanya bisa terdiam melihat hal itu.

"Kalian bikinnya berapa ronde?" Tanya Gio jahil.

"GIO LO BISA DIEM KAGA?" Hardik Ed.

Laki-laki yang barusan dibentak itu kemudian menyisih ke dekat Acha, "Tuh, liat, Mbak. Yang kaya maung itu namanya Edward Mawang."

Dan berakhirlah momen serius itu berganti dengan cek cok Ed dan Gio yang saling berteriak satu sama lain.

༺ 𝙩𝙤 𝙗𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙞𝙣𝙪𝙚 ༻

Soon to be.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang