jasmin

388 43 17
                                    

Budayakan vote sebelum membaca

☘ — 🆂︎🅾︎🅾︎🅽︎ 🆃︎🅾︎ 🅱︎🅴︎ — ☘

Pukul setengah dua siang, Raka menuju ke kafe temannya. Udah lama dia ga ketemu temen-temen gilanya. Padahal belum juga sebulan, udah kangen aja.

Dia ga ngajak Acha karena sang istri lagi nemenin Bunda bikin kue buat syukuran pernikahan mereka. Rencananya sih mau dibagiin ke tetangga.

“Akhirnya lelaki bejat yang satu ini muncul juga ke peradaban,” ujar Ed.

Raka melemparinya dengan kulit kacang, Nathan yang baru aja dateng terus menyalami yang lain. Tos ala cowok dong. “Iya, perasaan lo ngilang deh akhir-akhir ini. Kemana aja Lo, Rak?”

Yang ditanya tidak menjawab, malah menghela napas. Ia berhenti makan kacang, jawaban yang dinanti teman-temannya mungkin akan keluar sebentar lagi. “Menurut kalian gue ke mana?”

“Yeeu! Malah nanya balik!” sewot Nathan.

“Eh, apa kabar Lo sama bumil?” tanya Seta. “Kangen gue njir sama tuh cewek. Gemesin soalnya.”

Gio yang baru menghidangkan minuman untuk para sobatnya lantas bergabung di obrolan, “nih, Brazilian lemonade. Trial.”

Dengan cepat Seta, Nathan dan Raka mengambil gelasnya masing-masing, begitu cairan itu melewati kerongkongannya, Raka terbatuk-batuk hebat. “Anjing, Lo kalo ga bisa masak ga usah gegayaan masak deh, Njing! Pait begini, bangsat!”

Bukannya merasa bersalah, Gio malah kelihatan sumringah, “Ya kan produk gagal. Emang sengaja gue kasih kalian. Tadi pas blender gue tinggal boker dulu jadi kelamaan.”

“Udahlah, bersyukur. Namanya juga gratisan,” kata Seta. “Heh, Samsul! Pertanyaan gue belom Lo jawab ye!”

Raka mengusap wajahnya kaya orang setres, “dia Bae-Bae aja. Ga usah khawatir.”

Semua orang mengangguk, Gio yang duduk di sebelah Ed menarik satu batang rokok dan menyalakannya menggunakan pemantik api, “Cincin apa tuh? Lo kayanya kaga pernah pake begituan.”

“Cincin kawin,” ujar Raka santai sambil mengunyah nasi goreng buatan Gio.

Keempat laki-laki di hadapannya tampak syok, bahkan Ed sampai tersedak minumannya. Gimana bisa Raka membicarakan berita besar itu dengan wajah yang sejujurnya pengin mereka tonjok?

“LO SERIUS?!” tanya Ed, lebih terdengar kaya bentakan.

Raka mengangguk enteng, “Baru kemaren gue resmi.”

“Wah gila sih! Lo bisa bisanya ga ngabarin kita, parah lu!” protes Seta.

Nathan yang masih syok ga bilang apa apa, dia masing dengan wajah syoknya memandang Raka dalam-dalam.

“Gue cuma nikah di KUA,” terangnya. “Doi ga mau nikah pake gede gedean. Lagian duit gue juga kaga cukup anjir kalo mau bikin yang segede punya musdalifah.”

“Pan bisa pinjem gue dulu,” kata Gio yang masih menyayangkan bahwa mereka sebagai sohib Raka kaga diundangin. Gelengan Raka menjadi jawaban, “Kaga deh, masa anak gue belum lahir aja udah dikasih makan uang utangan. Ntar mukanya jadi kaya Lo kan ga lucu.”

Yang dikatain ngga terima terus melempar sewadah kacang Sukro ke wajah Raka, tenang aja bungkusnya belum dibuka jadi ga akan tumpah kemana mana isinya. Gio mendelik, “Anak Lo bakalan lebih lucu kalo mirip gue ya anjir! Muka Lo kek onta, kaga ada lucu-lucunya!”

Seta dan Nathan ketawa keras mendengar ejekan yang dilontarkan Gio ke Raka. Emang dasarnya receh, apa apa diketawain kalo kedua cecunguk itu mah. Sedangkan satu orang lagi, yakni Ed, kelihatan fokus dengan layar gawainya. Nggak tau lagi ngurus apa, mukanya spaneng banget sih tapi.

“Kalian sadar ga sih?” tanya Nathan.

Laki-laki dengan kaos putih di sebelahnya yang tak lain adalah Seta langsung menyikut si penanya, “Kalo ga sadar udah dibawa ke rumah sakit, Belegug!”

“Kaga gitu maksudnya, otak teri!” kesal Nathan, “Makannya dengerin dulu gue ngomong!”

Lantas atensi keempat kawannya itu beralih padanya, Nathan tersenyum tengil, “Ciye, nungguin yak!”

Dan tak ayal kelakuannya itu mendapat hadiah berupa tabokan Raka, sikutan maut Seta, lemparan sepatu oleh Gio dan jitakan oleh Ed. Lengkap sudah. Paket komplit pokoknya teh.

“Faqih kemana deh, lama kaga keliatan. Tumben amat dia kaga ikutan kemari, padahal biasanya dia yang paling semangat,” heran Raka.

Yang lainnya saling melempar tatapan.  “Serius, Rak. Lo ga buka HP dari kapan dah?” tanya Seta.

Dahi Raka berkerut dalam, dia kayanya buka HP mulu deh. “Tiap hari lah, aneh pertanyaan lo.”

Gio menghela napas, dia menyesap rokoknya terakhir dan mematikan putungnya di asbak. Ia menyemburkan asap nikotin itu ke udara kemudian berucap, “Dia kecelakaan seminggu lalu, patah tulang dan dibawa balik ke Samarinda sama keluarganya. Kemungkinan kaga balik lagi ke sini.”

Wajah Raka tampak terkejut, dan setelah beberapa saat, dia menghela napas panjang. Pundaknya ditepuk-tepuk oleh Seta sebagai bentuk penyaluran kekuatan.

“Udah, kaga apa apa. Kita tau Lo juga pasti lagi sibuk-sibuknya mikir mau nikahin cewek Lo, Rak.”

“Cewek Lo siapa?”

Tiba-tiba terdengar suara perempuan yang tak asing di telinga Raka. Jantungnya berdebar hebat, dan seluruh sendinya melemas, “Jasmin..”

༺ 𝙩𝙤 𝙗𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙞𝙣𝙪𝙚 ༻

Soon to be.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang