resmi

366 44 9
                                    

Budayakan vote sebelum membaca.

☘ — 🆂︎🅾︎🅾︎🅽︎ 🆃︎🅾︎ 🅱︎🅴︎ — ☘

Pijar cahaya bintang angkasa masih menerangi permukaan bumi dengan hangatnya yang tak terlalu menyengat. Kendati ini sudah pukul 11 siang, Acha yang hanya menggunakan blus sepanjang ¾ lengan tak merasa kepanasan. Mungkin juga karena faktor angin yang berhembus sepoi-sepoi.

Tadi sehabis berbincang dengan keluarga Acha, mereka sempat menyantap sarapan bersama sebelum akhirnya Mama dan Papa melepas mereka untuk pergi ke KUA sendiri. Ya engga sendiri sih, soalnya Mama harus mandi dan dandan dulu. Makannya Raka sama Acha berangkat duluan.

Rencana tadi Mama pengin Acha pake kebaya Mama pas nikah dulu, tapi Acha ga mau. Jadilah dia cuma pake baju yang dipake saat berangkat tadi.

Mereka duduk di ruang tunggu, berkas-berkas udah diserahkan ke pihak KUA. Tinggal nunggu penghulunya dateng dan juga para saksi. Raka bolak-balik membaca sobekan kecil yang ada di tangannya.

Raysha Klaranazita Binti Danuarja Sudibjo.

Ini kalau sampai nggak lancar bahaya sih, bisa remedi dia. Mana udah sok jago langsung gas nikahin. Raka tegang part 2.

Perempuan bakal istrinya sendiri malah sibuk sendiri dengan ponselnya. Acha lagi ngecek nilai yang baru aja dikirim sama dosen MKU alias mata kuliah umum. Agak takut karena dia tiap hari telat masuk kelas, tapi kalo bab tugas sih dia ga pernah kosong, selalu ngumpul tepat waktu.

Wajahnya sumringah kala menemukan fakta bahwa dirinya mendapat huruf pertama abjad untuk matkul tersebut. Terselamatkan deh semester ini, dia udah punya pegangan buat menyeimbangkan nilai dari matkul sebelah yang emang anjlok karena dia ga paham sama sekali sama isi kuliahnya.

"Bang Raka, MKU Bahasa Indonesia dapet apa?"

Raka mengalihkan pandangannya dari contekan di tangannya, "belum cek. Emang udah keluar nilainya?"

Acha mengangguk, lantas Raka mengeluarkan ponselnya dan mengecek nilainya. Setelah laman nilai terbuka, Raka tampak meneliti deretan nama mata kuliah, hingga sampai di mata kuliah yang dicari, dia menghela napas.

"B+ doang," parahnya setengah mengeluh.

"Kok bisa?" Alis Acha menukik tinggi, padahal Raka ini rajin loh itungannya. Di kelas aktif, tugas kayanya juga ngumpul mulu, dan kalo dateng ga pernah telat. Overall okay lah. "Coba dikonsulin lagi sama Pak Mamat, Bang. Kayanya salah input data. Biasa kan, dosen sepuh kadang tu salah liat gitu."

"Entar aja deh, gue mau nikahin Lo dulu. Jangan ganggu. Ntar kalo nama Lo salah sebut bisa ngulang. Malu gue."

"Hehe, iya deh. Semangat ngapalinnya!" Acha menonjok udara, memberi semangat pada Raka, "cuma 5 kata doang!"

Raka langsung memberikan bombastis side eyes. Ya ga salah, tapi namanya orang lagi panik, deg-degan kan bisa aja salah sebut. Oh iya, buat mahar, Raka memilih buat memberikan emas batangan dua. Lumayan itu harganya bisa naik seiring berjalannya waktu. Bisa buat tabungan juga, walau dia nggak berharap mereka bakal kehabisan uang.

Pokoknya mah, dia bakal usahain dulu sampe sakit kepala. Kalau mentok nanti bisa pinjem dulu seratus. Awowkwk.

"Bang, Mama Papa udah dateng. Ayo siap siap!" Acha menarik pelan kemeja yang dipakai Raka, membuat laki-laki itu berhenti berkomat-kamit. Dia menoleh dan benar saja Papa dan Mama Acha sudah datang bersama Bibo Lasmi, Pak Ujang selaku ketua RT dan juga Ustadz Hamid yang jadi pemuka agama di kompleksnya.

Raka menghela napas panjang, ia melipat kertas tadi dan dia kantongi di sakunya kemudian berdiri. "Sana ke Mama kamu dulu, aku mau wudhu."

Dengan sigap Acha berdiri dan berlari ke arah orangtuanya, bjir aku-kamu!

Soon to be.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang