9-PERTEMUAN TAK TERDUGA

1K 203 84
                                    

Terimakasih sudah mengklik part ini.

Wajib follow akunku sebelum baca.

Tandai typo ✅

________

"Jodoh di tangan Tuhan. Kita sebagai hamba, hanya bisa menerima takdir yang digariskannya."
________

Hari Minggu yang cerah. Liona terbangun karna bunyi alarm yang membangunkannya. Ia meraih handuk dan mandi. Ia memakai kemeja bermotif bunga teratai dan rok span hitam dibawah lutut. Ia membiarkan rambutnya digerai dengan bandana berwarna ungu muda. Setelah puas menatap wajahnya di cermin, ia pun turun menemui kedua orangtuanya yang ternyata juga telah siap.

"Yuk berangkat!" ajak Yoga dan diangguki keduanya. Mereka pun berangkat menuju lokasi gereja.

•••🍂•••

Disebuah kamar yang bernuansa abu-abu, seorang lelaki masih asyik bergelut di balik selimutnya. Ia terlihat seperti orang sedang banyak beban pikiran. Tadinya, mamanya sudah menyuruhnya untuk ke gereja tapi ia beralasan sedang sakit alias tidak enak badan. Namun sebenarnya pikirannya lah yang sedang merasakan sakit sekarang.

Rivan masih terbebani dengan keputusan ayahnya yang terdengar sangat jelas ditelinganya semalam. Ia akan menikah. Sialan! Sungguh ia benar-benar tidak terima. Sempat terlintas di pemikirannya tentang calon yang dijodohkan olehnya. Apa ia juga sama seperti dirinya? Menolak keputusan orangtuanya? Ia jadi sedikit penasaran siapa cewek itu.

Pasti ada cara untuk membatalkan perjodohan ini. Tiba-tiba sesuatu ide langsung terlintas dibenaknya. Sumber bantuannya ada pada cewek yang sempat dikenalnya baru-baru ini. Liona. Liona akan ia jadikan alasan kepada orangtuanya bahwa ia sudah berpacaran. Ia juga yakin mamanya, yang sudah tertarik akan Liona, pasti akan mendukungnya.

Ia meraih ponselnya dan segera mencari kontak Liona. Namun kemudian sesuatu yang lain langsung terlintas di benaknya. Tidak. Cewek itu mungkin lagi digereja sekarang. Jadi tidak boleh diganggu.

Akh! Rivan mengacak rambutnya frustasi. Waktunya ada sebelum malam tiba nanti. Ia pun terduduk di kasur dengan pikiran yang kacau. Ia kemudian mencari nomor kontak lain di ponselnya. Ia butuh teman sekarang. Orang pertama tertuju pada Arlan.

"Ada apaan sih, nelpon gue? Ganggu gue nge-game aja!"

"Ini lebih penting dari sekedar game, Lan! Ke rumah gue sekarang juga! Lo lagi nggak di gereja, kan?"

"Emang lo pikir di gereja bisa nge-game?!"

"Nggak. Ke rumah gue sekarang!"

"Kenapa, sih?! Kayak orang yang lagi hamil aja lo!"

"Sialan! Perasaan lo daritadi ketus mulu ama gue, anjing! Intinya lo ke rumah gue sekarang! Lo bilang dua bocah itu juga!"

"Iya, tapi kenapa? Kayak gawat ba-"

"ARLAN SIALAN! KE RUMAH GUE SEKARANG, BANGSAT!!"

"Ck, iya-iya cere-"

Tuk. Rivan langsung memutuskan panggilan itu dengan geram. Resiko punya teman bangsat kayak Arlan!

Ia kembali dihantui oleh pikirannya semula. Apa ia memang harus menerima kenyataan? Ia memang mau menikah tapi tidak di umurnya sekarang. Kedatangan orang baru di hidupnya sekarang hanya akan menambah beban hidupnya saja. Ia mungkin tidak bebas dengan kehidupannya yang dirasakannya sekarang. Akh, sialan! Lama memikirkan hal ini membuatnya gila saja!

RIVANDO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang