12. Penghianat

13.8K 1.1K 10
                                    

Kurang lebih pukul enam sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kurang lebih pukul enam sore. Sarah pulang bersama Alex, sebelumnya dia sudah mengabari Luna akan pulang terlambat karena akan menjemput suaminya.

Si kecil Amelia langsung berlari ke pelukan Papanya yang begitu melihat segera berlutut sambil membentangkan tangannya. Sungguh gambaran keluarga yang sempurna, paling tidak begitulah yang terlihat.

"Terima kasih Luna, kau boleh pulang sekarang, maaf sudah membuatmu lembur"

"Tidak apa-apa Bu, tapi bisakah saya menginap disini, besok kan hari Minggu, saya masih ingin bermain bersama Amel, iya kan Mel?" Luna tersenyum pada anak manis itu agar menyetujui ucapannya "tidak usah di hitung lembur Bu, saya murni cuma ingin menemani Amel"

Amelia mengangguk, dari pelukan ayahnya, ia berlari kecil menuju tampat Luna berdiri dan memeluk pahanya.

"Putriku sepertinya sangat menyukaimu, tidak masalah, menginaplah! Aku dan istriku juga ingin menghabiskan waktu bersama, benarkan sayang?"

Alex tersenyum lalu merangkul istrinya menuju kamar. Sementara Salma yang sejak tadi juga ada di ruangan yang sama berdecak seraya menghentakkan kakinya, wanita itu terlihat sangat kesal.

"Kenapa kamu pakai nginap segala, mau godain Tuan Alex ya!? Hei bocil mimpimu jangan ketinggian. Tuan Alex itu tidak akan selera sama kamu yang tidak punya pengalaman dan body seksi, kamu ngaca sana! sudah matanya empat, kribo lagi!"

Setelah memuntahkan semua caciannya, Salma berjalan ke dapur, terdengar jelas dari sana bunyi peralatan masak yang dibanting.

"Berisik" Amelia mengeluh sambil menutup telinganya.

"Kita main dikamar saja ya sayang" ajak Luna menggandeng tangan gadis kecil itu.

'Kau seharusnya bisa menahan diri agar aku tidak terlalu mudah menebaknya Mbak Salma'

🍈

"Alan! Apa kau sedang tidak enak badan, kenapa dari tadi diam saja?"

Dahi Shania berkerut karena pemuda yang setengah jam lalu menjemputnya terlihat datar tak menikmati pertunjukan musik di cafe tempat di mana mereka berada sekarang.

"Tidak kok, aku hanya kepikiran PR mtk yang tadi dikasih Pak Galih" Alan berkilah sambil tersenyum formal, tatapannya kemudian ia alihkan ke gelas lemon tea pesanannya. Itu salah satu minuman kesukaan Luna.

"Bagaimana menurutmu penampilanku malam ini? Aku baru saja memotong rambutku, panjangnya sama cuma diberi layer biar kelihatan bervolume, tadi aku juga membeli tas, lihat modelnya! bagus kan?"

Shania terus berusaha menarik perhatian Alan yang jiwanya entah kemana, gadis itu sadar ada yang berubah dan sudah terasa berbeda. Namun ia akan tetap bertahan selama pemuda itu belum melepasnya. Shania akan memaklumi semuanya. Galau adalah hal yang wajar di usia mereka.

🍈

"Ke..kenapa Kakek belum tidur?" Tanya Alam gugup begitu melintas di ruang tamu, pria yang telah membesarkannya itu duduk di sofa single tanpa melakukan apapun, seolah memang sedang menunggunya.

Sweet Lime (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang