22. Menolak

13.3K 1.1K 6
                                    

"Tolong anda pertimbangkan lagi! Kami akan membayar dengan harga yang melebihi seharusnya, atau anda bisa pilih ruko manapun di kota ini yang senilai dan kami akan bereskan sisanya" bujuk Joni, pria 30 tahun yang ditugaskan atasannya untuk pembeba...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tolong anda pertimbangkan lagi! Kami akan membayar dengan harga yang melebihi seharusnya, atau anda bisa pilih ruko manapun di kota ini yang senilai dan kami akan bereskan sisanya" bujuk Joni, pria 30 tahun yang ditugaskan atasannya untuk pembebasan lahan.

"Jawabannya tetap tidak, meski kelak anda datang dengan atasan anda atau siapapun saya tetap tidak mau! Maaf saya harus melayani pembeli" tolak Luna tegas, ia lalu berdiri dan kembali ke meja saji karena ada driver ojol yang baru datang.

Joni, pria yang sedikit tambun itu menghela nafas, sisa Luna yang menolak negosiasi, rencana besar perusahaannya bisa berantakan kalau begini.

"Kenapa Lun, kau kelihatan bad mood?" Tegur Siska yang baru turun setelah shalat dan makan siang, wajah cantik yang biasanya dihiasi senyum kini sedikit di tekuk.

"Ada yang mau menggusur Rukoku untuk dibangun perkantoran, mereka mau membayar mahal tapi aku menolak, kau tahu kan Sis aku nggak suka di usik?" Geram Luna mengingat kembali pembicaraannya dengan Joni.

"Kalau mereka perusahaan besar, pasti akan datang lagi dan mungkin akan pakai cara kasar, kau harus hati-hati!"

"Aku tahu" Luna menarik nafas panjang, ia ingin membasuh wajahnya agar merasa lebih baik. "Sis, aku mau cek Wulan dulu sekalian shalat, tolong bantu jaga ya, cuma sebentar kok"

🍈

Kamar bernuansa putih dan abu-abu menyambut Alan yang baru saja tiba di rumah setelah lewat jam sembilan malam. Menjamu rekan bisnis juga adalah bagian dari pekerjaan yang tidak bisa ia tolak.

Setelah mendinginkan tubuh sejenak dengan hembusan angin dari pendingin ruangan, Alan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Malam ini ia ingin berendam untuk melemaskan otot-ototnya.

Andai saja ia bisa menemukan Luna mungkin saat ini dirinya tidak akan kesepian. Rumah besar yang di tinggalkan mendiang Kakeknya terasa mubazir karena hanya ditinggali sendiri olehnya karena ART dan tukang kebun yang bekerja akan pulang ketika jam lima sore.

Kini tidak ada lagi foto yang bisa ia lihat untuk melepas rindu sejak ponselnya hilang empat tahun lalu. Namun sosok Luna sudah begitu melekat, hingga saat memejamkan mata seperti sekarang, wajah gadis itulah yang terbayang.

Alan bangkit dari bathub dan membilas tubuhnya di bawah guyuran shower, sensasi air hangat membuat tubuhnya menjadi rileks.

Sebelum beranjak tidur, pria itu menyempatkan diri untuk membaca pesan dan email yang masuk dan membalas beberapa di antaranya. Satu email masuk dari Manajer bagian Umum membuatnya kesal hinga menghilangkan rasa kantuknya.

🍈

"Proyek ini bisa molor dan dananya bisa membengkak jika terus ditunda, masa kalian tidak bisa mengatasi satu Ruko kecil saja" sindir Alan pada Manajer bagian Umum, Syamsul.

"Saya dan Joni sudah kesana secara terpisah Pak, tapi pemilik Ruko itu tetap menolak semua tawaran yang kami berikan, ketika kami datang berdua hasilnya tetap sama meski kami sudah menunjukkan bebarapa foto Ruko pengganti" balas Syamsul menjabarkan kendalanya.

Sweet Lime (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang