28. Bersatu

13.9K 1K 6
                                    

Luna menyeka wajahnya lalu mengeluarkan selembar uang saratus ribu rupiah dari tasnya kemudian diletakkan di atas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luna menyeka wajahnya lalu mengeluarkan selembar uang saratus ribu rupiah dari tasnya kemudian diletakkan di atas meja.

"Biar aku yang traktir, karena kau akan membutuhkan uangmu untuk hal lain" ucapnya datar lalu pergi begitu saja. Karen yang emosi hendak mengejarmya, namun urung karena mendapati tatapan pengunjung lain yang menatap tidak senang kepadanya.

"Wanita sialan!" Makinya lalu menghempaskan uang yang ada di atas meja. "Paling tidak aku sudah merusak wajahnya" Karen manyeringai puas tanpa menyadari beberapa bintik merah mulai muncul di permukaan kulitnya.

🍈

Dalam perjalanan kembali ke rumah, Luna membersihkan wajahnya menggunakan tisue basah, awalnya ia hanya ingin memberi peringatan, tapi Karen memancingnya berbuat lebih jauh, jadi itu bukan salahnya.

Wanita yang memuja kecantikan seperti Karen akan kehilangan akal mandapati saluruh tubuhnya penuh bentol, paling tidak itu akan membuatnya sibuk selama tiga bulan.

Panggilan masuk dari Alan menarik perhatian Luna yang sedang membayangkan wajah histeris Karen saat mendapati kondisi tubuhnya. Andai ia bisa melihatnya pasti akan seru sekali.

Setelah membalas salam, calon suaminya itu langsung mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan tentang kejadian teror semalam.

'Aku akan memutus kerja sama dengan Ayahnya, aku tidak mau berurusan dengan segala apapun yang ada hubungannya dengan wanita itu' geram Alan

"Jangan mengusik rejeki orang lain hanya karena satu orang, sebagai pengusaha kau juga pasti tahu dampaknya. Aku dan Wulan baik-baik saja, dia pati tidak akan menganggu kami lagi, percayalah!"

Alan menghela nafas 'Kau benar, aku cemas sampai berpikiran pendek, terima kasih sudah mengingatkanku, inilah salah satu alasan kenapa aku membutuhkanmu"

"Kau ini bicara apa sih?" Wajah Luna kembali memerah, tapi kali ini bukan karena siraman teh panas. Denyut jantung yang tadinya normal kini mulai meningkat.

'Aku mencintaimu, kau harus mulai membiasakan diri mendengar ungkapan perasaanku, karena aku tidak akan menahan diri lagi'

Luna tidak tahu harus menanggapi Alan seperti apa, versi Alan yang agresif baru pertama kali ia hadapi, jika lewat ponsel saja dirinya sudah salah tingkah, entah bagaimana jika berhadapan langsung.

'Luna, halo, kau masih disana?'

'I..iya emm, sudah dulu ya, nanti kita lanjut lagi, Assalamu alaikum"

Tanpa menunggu jawaban Luna memutuskan panggilan, taksi yang dikendarainya juga sudah hampir sampai tujuan, ia harus segera mencari kesibukan untuk mengalihkan pikirannya dan sepertinya masak makan siang adalah cara yang ampuh, Wulan juga akan pulang sebentar lagi.

🍈

"Kenapa mukamu masam?" Tegur Erwin yang melihat atasannya hanya terdiam setelah menelpon.

"Sepertinya Luna belum sepenuhnya menerimaku" ungkap pria itu menunduk dengan helaan nafas berat.

Sweet Lime (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang