Sepulang Sekolah Diah menghubungi kekasihnya untuk berjanji temu, dia memutuskan akan memberitahu tentang kehamilannya yang sudah menginjak usia tiga bulan.
Berdiri di depan gerbang Sekolah gadis itu menunggu, Andika, kekasihnya yang tak lama kemuadian muncul dengan wajah masam.
"Aku sibuk, memang apa yang mau kau bicarakan, tidak bisa di telepon saja?" Hardiknya.
Diah hanya diam lalu naik ke sadel belakang, motor segera melaju dengan kencang ke tempat dimana biasa mereka bersama.
"Katakan sekarang! Aku harus kembali ke kampus" ujar Andika setelah mengunci pintu kamar kostnya. Pria itu lalu menyakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam.
"Tolong matikan itu" lirih Diah menutup hidung dan mulutnya dan beringsut menjauh dari pria berperawakan Chindo itu.
"Kenapa? bukankah aku biasa merokok di depanmu?" Ketus kekasihnya itu
"Sekarang tidak boleh lagi" ujar Diah seraya memegang perutnya dan itu disadari oleh Andika.
"Jangan bilang kau hamil!" Bentaknya seraya berdiri dengan mata melotot.
"Itulah yang ingin kubicarakan, kita harus segera menikah" Diah tersenyum karena melihat Andika mematikan rokoknya, dia pikir pria yang dicintainya itu peduli pada bayi mereka.
"Tidak..tidak, ini tidak boleh terjadi, aku tidak siap, gugurkan! Gugurkan sekarang!" Andika berjalan hilir mudik memegang kepalanya seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Tidak!" Tolak Diah tegas "aku tidak mau, kau harus bertanggung jawab, kita harus menanggung dosa ini bersama"
Andika naik pitam melihat kekeraskepalaan Diah, dia belum ingin terikat, masih banyak mimpi yang ingin di raihnya, bayi itu akan jadi penghalang. Merasa gadis itu tak bisa dibujuk, pria itu-pun memilih cara kekerasan.
"Kalau kau tidak mau, biar aku yang gugurkan" ucapnya dingin.
Dengan wajah bengis Andika yang memang sedang dalam posisi berdiri mulai menendang dengan sasaran perut Diah yang sedang duduk di pinggir kasur. Untung saja reflek gadis itu bagus dan bisa menghindar sehingga yang terkena adalah pahanya.
"Apa kau gila? Aku akan berteriak biar orang-orang datang dan tahu kebusukanmu!" Ancam Diah panik sambil memeluk perutnya. Tak ada waktu untuk menangis, ia harus menyelamatkan bayinya.
"Teriak saja! Aku tidak peduli yang penting bayi itu mati, aku bisa beralasan kau jatuh" balas pria itu tak berperasaan.
Karena itulah dia hanya menyasar perut Diah, agar kelak tidak ditemukan memar di bagian tubuh yang lain jika rencanaya berhasil.
Andika terus menyerang hingga Diah terpojok sampai ke dekat nakas, bantal dan guling yang ia jadikan tameng sudah berserakan di lantai. Posisinya yang terjepit membuat ia makin panik ketika Andika kembali hendak melayangkan tendangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Lime (End)
RomanceSetelah bangkit dari kematian, Luna tak lagi seperti sebelumnya. Tujuan hidupnya-pun berubah. Ia yang awalnya seperti bayangan kini muncul di permukaan. Kedua tangannya jauh lebih berguna dari sebelumnya, tergantung bagaimana suasana hati dan cara i...