Setelah berpikir semalaman akhirnya Luna memantapkan hati untuk menjual Rukonya dengan pertimbangan Wulan butuh lingkungan yang lebih asri dan ramah. Pukul sembilan pagi Pak Joni-pun datang dengan segala kelengkapan berkas yang telah jauh hari ia siapkan.
"Terima kasih karena telah mengambil keputusan yang tepat, saya kemari untuk menjelaskan bagaimana proses jual beli dan pembayarannya, tapi nanti untuk legalnya akan diselesaikan di kantor notaris" terang Joni mulai membuka tas yang dibawanya.
"Saya minta dicarikan rumah yang senilai, kalau bisa yang ada tamannya meski kecil tidak masalah"
"Pak Joni anda bisa kembali ke kantor sekarang biar saya yang ambil alih" Alan tiba-tiba datang dan menyela. Selagi Joni membereskan dokumen yang baru saja ia keluarkan. Pria berkemeja hitam itu berdiri seraya menatap Luna lekat.
"Baik Pak, kalau begitu saya permisi" Alan segera duduk di kursi yang di tinggalkan karyawannya, ia tersemyum tipis sebelum mulai berucap.
"Terima kasih sudah memberiku kemudahan, aku akan membalasnya setimpal, ayo ikut aku melihat rumah yang akan kau tinggali bersama Wulan"
"Jangan bilang..!" Tebak Luna mengeryitkan dahinya
"Kau memang pintar, iya aku menawarkan rumahku untuk kau tinggali bersama Wulan" balas Alam Lugas.
"Lalu kau akan tinggal dimana?"
Alan tidak langsung menjawab malah mengenggam tangan kanan Luna yang berada di atas meja, pria itu tersenyum karena tidak mendapat penolakan.
"Kalau kau bersedia menikah denganku, maka kita akan tinggal bersama"
"Ka..kau melamarku?" Tanya Luna setengah berbisik karena tidak mau sampai Siska mendengarnya.
"Tentu saja, aku menyatakan perasaanku karena ingin menikahimu, aku sudah menyukaimu selama lebih dari lima tahun dan untuk tahun-tahun berikutmya aku ingin hidup bersamamu dan Wulan"
Semua gestur yang ditunjukkan Alan mulai dari tatapan hingga genggaman tangannya menunjukkan keseriusan, hal itu tidak bisa dipungkiri Luna, tapi semuanya terlalu mendadak debarannya saja belum bisa ia tenangkan, apalagi berpikir untuk memberikan jawaban.
"Setelah tanda tangan di notaris, kau hanya punya waktu tiga hari untuk berkemas, tapi saranku sebaiknya tidak usah membawa banyak barang, perabotan di rumahku lengkap, kau bisa memakai semuanya, untuk sementara aku akan menginap di rumah Erwin" lanjutmya lagi.
"Baiklah aku terima" Luna hanya mengucapkan apa yang terlintas di benaknya dan saat ini Alan-lah yang sedang menguasai pikirannya.
"Terima yang mana lamaranku atau rumahku?" Dengan wajah penuh harap Alan meminta Luna memperjelas jawabannya.
"Aku terima semua yang kau tawarkan, karna kita sama-sama sebatang kara jadi buat acara yang sederhana saja"
"Ba..baiklah, serahkan saja semua padaku" Alan yang tidak menyangka akan mendapatkan jawaban secepat itu senang sekaligus panik. Dengan sedikit bergetar, dikecupnya tangan Luna yang masih ada dalam gengamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Lime (End)
RomanceSetelah bangkit dari kematian, Luna tak lagi seperti sebelumnya. Tujuan hidupnya-pun berubah. Ia yang awalnya seperti bayangan kini muncul di permukaan. Kedua tangannya jauh lebih berguna dari sebelumnya, tergantung bagaimana suasana hati dan cara i...