03. Taruhan

25.1K 1.5K 16
                                    

Dulu ketika sampai di Sekolah, Luna akan berjalan cepat dengan wajah menunduk sampai ke kelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dulu ketika sampai di Sekolah, Luna akan berjalan cepat dengan wajah menunduk sampai ke kelasnya. Kini ia berjalan santai dengan wajah terangkat. Gadis itu akan tersenyum tipis saat ada yang bertatap mata dengannya.

Beberapa merasa keheranan, beberapa memilih mengabaikan. Luna sendiri tak ambil pusing, sampai di kelas. Ia mengambil sapu dan mulai membersihkan sampah-sampah dan pasir di lantai. Hari ini bukan piketnya, ia hanya ingin melakukannya.

Tak ada yang benar-benar dekat dengan sosok Luna di kelas, ia hanya di kenal sebagai salah satu siswi berprestasi yang anti sosial. Tak pernah terlihat di kantin dan lebih sering menyendiri di perpustakaan. Mengingat dirinya dulu, lagi-lagi membuat gadis itu menghela nafas.

"Kenapa kau yang menyapu, ini kan bukan waktu piketmu" tegur Rina, gadis berkuncir yang baru saja datang "lalu aku harus mengerjakan apa sekarang?" Tanyanya bingung.

"Bersihkan saja meja Guru dan papan tulis" saran Luna kembali duduk di bangkunya. Ia mulai merasa bosan, di usia ini ia tidak punya ponsel karena belum mampu membelinya. 'Sepertinya berjalan-jalan sebentar lebih baik' pikirnya. 

"Luna terima kasih ya, rambutmu terlihat bagus hari ini" ucap Rina ketika Luna sudah hampir mencapai pintu. Gadis itu hanya membalas dengan senyuman.

"Ternyata dia cantik juga" gumam Rina melanjutkan pekerjaannya.

Letak lapangan tidak jauh dari kelas Luna. Sambil bersandar di salah satu tembok pilar, ia menatap sekelompok siswa yang sedang bermain basket, padahal jam pelajaran belum di mulai tapi mereka sudah banyak keringat.

Gadis itu hanya sekedar membunuh waktu sampai bel masuk berbunyi dan pilihannya tidak salah, karena ternyata seru juga melihat para cowok rebutan bola.

Benda bulat yang sejak tadi berpindah dari satu tangan ke tangan lain itu bergulir keluar lapangan akibat gagal di tangkap oleh salah satu pemain. Seorang pemuda berkaos putih lalu mengejarnya, ia berhenti kurang lebih lima langkah dari tempat Luna berdiri lantas memungut bola itu.

Matanya keduanya sempat bersitatap, melihat gadis di depannya tersenyum, pemuda itu sempat terdiam beberapa   detik sebelum membalas senyum Luna. Ia berniat untuk mendekat, namun urung karena salah seorang teman memanggilnya.

"Alan! Lempar bolanya kemari!"

Pemuda bernama Alan itu menurut, namun saat ia menoleh kembali ke tempat Luna tadi berdiri, gadis itu sudah tidak ada disana.

🍈

Duduk di salah satu sudut Kantin, Luna menikmati bekal dan es teh yang dibelinya. Nasi dengan lauk tempe goreng itu terasa begitu nikmat, berkah tangan kanannya memang luar biasa.

Suara berisik dari dua meja di dekatnya menarik perhatian gadis yang baru saja menyelesaikan makannya itu. Terlihat dua orang gadis yang sepertinya berteman baik sedang mengadakan permainan taruhan.

Sweet Lime (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang