02

73 1 0
                                    


Gefe menggeliat dalam tidurnya, perutnya perih pertanda mag nya sudah kambuh. Bagaimana tidak kambuh,sekarang sudah pukul lima sore, entah memang karna kondisi badan nya yang kurang sehat, atau karna pada dasarnya si Gefenya yang kebo. Sehingga ia baru bangun sekarang.

Gefe memutuskan untuk keluar dari rumah ini mencari makanan, karna ia tadi pagi sempat melihat persediaan makanan di dapur yang sudah habis, atau memang tidak ada. Untungnya di kamar ini ia menemukan uang lumayan banyak jadi ia tidak harus menahan lapar. Dan sampai sekarang Gefe bingung siapa Laura ini dan tempat apa sebenarnya yang di tinggali nya saat ini.

Saat keluar dari pintu depan, ia kira ia akan menemukan pemandangan hutan belantara, karna mengingat rumah ini yang sangat kotor. Tapi dugaannya salah, rumah ini tepat di pinggir jalan setapak yang juga ternyata rumahnya di apit oleh rumah-rumah para tetangganya. Ia kira ia hanya sendiri di sini. Kawasan ini seperti gang kecil kalau di lihat-lihat.

Kaki gefe semakin melangkah keluar menyusuri pekarangan rumah ini yang lumayan luas, Gefe mengedarkan pandangannya kesana kemari, dan wow...ada motor? Dengan kunci yang masih menyantol sempurna di tempatnya?. Wahhh Ia sangat beruntung. Luka-luka di tubuhnya membuat gefe susah untuk bergerak, jadi ia akan menggunakan motor itu.

"Bodo amat lah gue, yang penting makan aja dulu sekarang" ucapnya lalu menancap gas keluar pekarangan rumah. Tujuannya saat ini adalah, mencari makanan apa saja yang penting bikin kenyang.

*****

Dan disinilah Gefe sekarang, di sebuah warung kecil di pinggir jalan dengan meja penuh makanan. Ia sudah sangat lapar, jadi khilaf memesan hampir semua menu di warung ini.

"Wuahh gila enak banget. Udah lama gue nggak makan di tempat kayak gini. Terakhir sebelum pacaran sama reja, diakan overprotektif banget mana di bolehin gue makan sembarangan. Huhhh jadi kangen gue. Padahal kan seharusnya gue udah nikah, tapi berakhir di tempat ini" muka Gefe yang tadinya ceria kini berubah sendu ketika mengingat calon suaminya. Reja. Ntah bagaimana ekspresi muka calon suaminya itu ketika mengetahui jika ia sudah meninggal karna kecelakaan, saat hendak menuju tempat pernikahan.

Jujur Gefe sangat menyayangkan kenyataan jika raganya yang dulu sudah mati. Tapi di satu sisi dia juga bersyukur bisa hidup untuk yang kedua kali nya.

"Semangat Gefe, lo pasti bisa. Pertama-tama sekarang lo harus bisa buat keluarga Laura gak mandang lo remeh lagi" ucap Gefe penuh tekat lalu melanjutkan memakan makanannya dengan lahap. Memang makanan adalah obat memperbaiki mood yang paling ampuh.

****

Di sisi lain, sebuah keluarga kecil yang nampak bahagia sedang bercengkrama, sesekali melontarkan candaan dan tertawa. Mereka adalah keluarganya Laura. Ibu kandung Laura meninggal sejak ia masih kecil, dan ayahnya menikah lagi dengan wanita lain. Laura kecil mengira bahwa ibu tirinya akan sebaik ibu nya dulu, namun semuanya hanyalah angan-angan saja. Tepat saat ibu tirinya itu menginjakkan kaki di rumah mereka, sejak saat itulah semuanya berubah. Bukannya di perlakukan dengan baik layaknya seorang ratu, Laura malah menerima segala hinaan dan kekerasan dari ibu tirinya. Ayah, dan abang-abang nya?, mereka hanya diam. Tak ada niatan sama sekali untuk membela ataupun menolongnya. Karna memang mereka pada dasarnya tidak menyukai Laura. Alasannya sangatlah klasik, mereka menuduh kematian ibu laura di sebabkan oleh Laura.

Dan sejak saat itulah penderitaan Laura di mulai. Ia tidak melawan sama sekali, atau mungkin untuk membela diri ketika di fitnah. Ia hanya diam. Keterdiamannya itu lah yang membuat keluarganya semakin menjadi-jadi memperlakukan nya dengan tidak baik.

Ketidakadaan Laura di rumah itu membuat mereka seperti terbebas. Karna mereka menganggap laura hanyalah benalu di tengah-tengah keluarga mereka. Jangankan untuk mencari, bahkan mungkin sama sekali tidak ada rasa khawatir di dalam hati mereka melihat laura tidak pulang sejak kemarin. Sungguh miris, diabaikan itu rasanya tidak enak

*****

"Gue besok sekolah nggak ya? Badan gue masih lemah banget, tapi kalo gak masuk nanti si Kely, Kely itu pasti khawatir" monolog Gefe pada dirinya sendiri. Ia terus menimbang-nimbang apakah besok akan masuk sekolah atau tidak.

"Masuk kali ya, gue juga penasaran sama abang-abang tolol nya Laura. Gimana sih tampang mereka, biarpun gue ada ingatan wajah mereka dari ingatan Laura, tapi gue tetep penasaran muka-muka tolol mereka kayak gimana" ucap Gefe lagi sambil meletakkan jarinya di atas dagu seperti tengah berfikir.

"Oke fix gue masuk. Nggak sabar gue ketemu para orang tolol itu" Gefe berucap dengan seringaian nya. Hmm sepertinya akan terjadi sesuatu besok.

****

Sesuai rencana nya kemarin, hari ini Gefe berangkat ke sekolah, sekarang ia sudah berdiri di depan gerbang sekolahnya dengan badan menyender pada motor miliknya.

"Lumayan juga nih sekolah" monolog nya sambil terus memandangi sekolahan itu. Bangunan yang lumayan megah berdiri kokoh dengan arsitektur yang lumayan menarik, membuat mata tidak bosan untuk melihatnya.

Setelah puas memandangi, Gefe kembali menaiki motornya dan melaju kearah parkiran khusus para siswa/i.

Kaki Gefe berjalan menyusuri koridor, banyak siswa/i yang berlalu lalang namun tak satu orang pun yang menyapanya, jangankan menyapa, melirik saja tidak. Tapi Gefe tidak ambil Pusing akan hal itu.

menurut ingatan Laura, kelasnya berada di kelas XI MIPA 2. Tidak di sangka ternyata Laura juga memiliki otak yang cerdas seperti dirinya dulu.

Saat asik berkecimpung dalam pemikirannya tiba-tiba ada yang menarik keras rambutnya dari belakang, Gefe mengeram tertahan, ia sudah bisa menebak siapa biang nya yang sudah seenaknya menjambak rambut miliknya.

Dengan penuh tenaga Gefe langsung memegang dan memelintir tangan orang itu sehingga ia mengaduh kesakitan. Sekarang ia sudah bisa melihat jelas wajah pria brengsek yang sudah menjambak rambutnya.

"Sialan lo!!! Udah berani lo sama gue sekarang hah!!!?" teriak Rio di hadapan Gefe sambil terus memegangi tangannya. Mukanya memerah menahan amarah dan rasa sakit.

Namun Gefe hanya memandangnya sekilas lalu berbalik arah hendak meninggalkan tempat itu. Tapi lagi dan lagi, aktivitasnya di halangi dengan tamparan keras yang mendarat di pipi mulusnya. Wajah Gefe tersentak kesamping. Gemuruh di dadanya sudah tak mampu di tahannya lagi, sungguh seumur hidupnya ia tidak pernah di tampar sekalipun.

Wajah Gefe berpaling menghadap siapa yang sudah menamparnya. Ternyata itu Andre, abang tirinya. Dengan tangan yang mengelus pelan pipi nya Gefe berucap kepada orang itu.

"Tangan kotor lo nggak pantes nyentuh kulit gue. Anak haram kayak lo nggak ada hak nyakitin gue" desis gefe memandang tajam Andre di hadapannya.

Andre memandang nyalang kearah Gefe, dengan amarah yang sudah mencapai ubun-ubun sebuah tamparan keras mendarat lagi untuk yang kedua kalinya di atas pipi Gefe.

Love Story Transmigrasi [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang