04

69 0 0
                                    


"Saya tidak mengenal anda sebagai ayah saya. Saya hanya mengenal anda sebagai perebut kebahagiaan saya. Tepat kematian ibu saya 9 tahun lalu di situlah kebahagiaan saya berakhir. Dan apa anda tahu? Laura yang dulu sudah mati, dia di bunuh oleh keluarga nya sendiri. Saya tidak mengenal anda sebagai ayah saya, saya mengenal ada sebagai penoreh luka terdalam hati saya. Ketika orang lain mengatakan ayah adalah cinta pertama anak gadisnya, saya hanya bisa tertawa. Miris, kenapa saya mendapatkan ayah yang malah membuat luka pertama dalam hati saya?" air mata Gefe tak mampu ia bendung lagi, ia bukan menangisi ucapan ayah Laura tadi, tapi ia menangisi betapa malangnya gadis remaja yang sekarang ia tempati raga nya. Dulu ia kira kesulitan terbesar dalam hidup adalah ketidakadaan nya uang. Tapi setelah melihat bagaimana kehidupan Laura, ia rasa bukan hanya itu masalah utama dalam sebuah kehidupan.

Seisi rumah itu hanya terdiam setelah mendengar ucapan Gefe, entah kenapa hati Defan, Rio dan Edric sakit setelah mendengar Gefe mengucapkan kalimat itu.

"Mulai hari ini saya sudah memutuskan. Jalani hidup kalian sebagaimana mestinya dan jangan pernah mengurusi hidup saya. Dan anda"- tunjuk Gefe kepada ayah Laura -"jika tidak mau menghidupi hidup saya lagi, saya siap keluar dari rumah ini. Jadi gelandangan lebih baik dari pada hidup mewah tapi penuh luka"
Dengan sisa-sisa sakit hatinya Gefe melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Meninggalkan ayah dan kedua saudara kandung nya yang masih terdiam merenungi kata-kata Gefe.

Yahh sangat beruntung, kali ini ibu tiri nya dan anak nya tidak ada. Jadi tidak ada yang mengompori keluarga bodoh nya itu. Kalian tidak lupa kan jika Andre masuk rumah sakit setelah bertarung dengan Gefe bukan?.

.
.
.

Gefe menghempaskan tubuhnya di atas kasur queen size miliknya. Matanya menerawang langit-langit kamar yang penuh lukisan abstrak. Kamar laura penuh dengan lukisan abstrak yang jika di lihat oleh orang yang tidak menyukainya maka akan merasa aneh dan tidak nyaman.

"Lukisan abstrak. Hampir menggambarkan kehidupan lo yang menyedihkan ini"

"Huhhh gue istirahat aja lah. Ngomong sama nangis butuh tenaga lebih ternyata" setelah mengucapkan kalimat itu, mata Gefe perlahan tertutup. Menyusuri alam mimpi, masih dengan seragam lengkap dan kaos kaki yang melekat pada tubuh nya.

*****

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, Gefe dengan baju santai nya menuruni tangga bermaksud untuk makan malam. Di sana, tepatnya di ruang makan, sudah ada kedua abang kandung nya ayah, ibu tiri dan saudara tiri nya. Sepertinya kondisi Andre sudah membaik sehingga malam ini ia sudah ada di rumah.

Dengan gerakan santai Gefe mendudukkan bokong nya pada salah satu kursi di sana, kemudian mengambil nasi dan lauk yang ia suka tanpa memperdulikan berbagai tatapan berbeda dari keluarganya.

"Ini pa, anak kamu yang udah bikin Andre masuk rumah sakit. Lihat tampang nya, nggak ada rasa bersalah sedikitpun" Mira-ibu tiri Laura, memandang sinis kearah Gefe.

Gefe masih tak memperdulikannya ia tetap melanjutkan acara makannya, begitu juga dengan abang dan ayahnya.Mereka seperti tidak mendengarkan omongan Mira.

"Paaa!! Kok kamu diam aja sih, kamu nggak marahin anak kamu itu? Dia udah bikin anak aku celaka loh" ucap Mira lagi berusaha mengompori Edric

"Diam dan makan makanan kamu!!" jawab Edric tegas kepada Mira. Sedangkan wanita itu mukanya sudah memerah menahan amarah. Kali ini usaha nya gagal untuk membuat Gefe menerima amukan dari ayah nya.

'Tunggu saja kamu'

Sedangkan Gefe, ia berusaha menahan tawanya ketika melihat ekspresi ibu tiri nya itu. Sungguh lucu, jika bukan karna situasi nya sedang tegang sekarang, Gefe pasti akan tertawa terbahak-bahak.

'Rasain, ini baru permulaan, perlahan gue bakalan buat nggak ada satu orang pun lagi yang bahkan ngebela lo' ucap Gefe dalam hatinya dengan ceria.

Karna porsi makannya yang sedikit , sekarang Gefe sudah menyelesaikan acara makannya. Kemudian meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah katapun.

Mira dan Andre memandang dengan tajam kepada Gefe yang sepertinya sekarang sudah sedikit berubah. Sedangkan Rio, Defan dan Edric, entahlah tatapan mereka sulit di artikan.

.
.
.

Kaki jenjang Gefe membawanya ke taman belakang rumah ini, matanya memandang takjub hamparan bunga di hadapannya.

"Waww gila, cantik banget. Ehh bi ini yang nanam bunga nya siapa?" tanya Gefe kepada salah satu maid yang sedang membersihkan kan taman ini.

"Taman ini dulu di tanam sama mendiang ibu nona" jawab maid itu ramah namun sedikit terlihat ketakutan di matanya, mungkin ia takut menyinggung perasaan majikannya.

"Ohhh oke. Makasih bi"

"I-iya non" jawab maid itu dengan gagap, ia sebenarnya sedikit terkejut Gefe mengajak nya berbicara, karna yang ia tahu nona nya ini tidak pernah mengeluarkan sepatah katapun kepada orang-orang di rumah ini.

Tanpa memperdulikan raut terkejut dari pelayan itu, Gefe kembali melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Entah ini hanya perasaannya saja, setelah mendengar kata 'ibu' dari maid tadi hatinya mendadak sakit. Mungkin ini perasaan dari Laura yang asli.

Kaki Gefe terus membawanya menyusuri rumah yang besar ini, hingga akhirnya ia sampai di garasi, di sana terpampang berbagai mobil yang ia tahu harganya sangat fantastis. Namun bukannya tertarik dengan mobil-mobil mahal itu, gefe lebih tertarik pada motor sport berwarna hitam yang sedikit berdebu, ia heran maid di rumah ini tidak terhitung jumlahnya , tapi kenapa motor yang satu ini bisa sampai di biarkan berdebu.

Dengan penuh rasa penasarannya Gefe langsung menghampiri motor itu, yang ternyata kuncinya pun masih menempel pada tempatnya.

"Wahh rejeki anak soleh "
Ucap Gefe lalu melihat jam yang bertengger di pergelangan tangan nya

"Masih awal, nyari angin lah. Udah lama nggak make motor kayak gini"

Tanpa menunggu lama lagi Gefe sudah menghidupkan motor nya dan mulai melaju dengan kencang setelah keluar dari gerbang rumah.

.

.

.

Ckittt...brakk

Jantung gefe serasa mau melompat dari tempatnya, sangat tiba-tiba, rombongan motor sport biru melaju tak terkendali menyermpet motor milik Gefe.

"GILA LO WOIII!!! LO KIRA NI JALAN PUNYA NENEK MOYANG LO APA!!! BERENTI LO PADA SIALAN!!! "

Namun suara Gefe teredam dengan suara motor yang jumlahnya boleh di katakan sangat banyak.

"Sialan tu orang, nggak tahu gue udah pernah mati apa. Nih jantung kenapa lagi. Amit-amit kalo sampe gue mati lagi" dengan gerutuan nya Gefe berusaha mengangkat motornya yang tergeletak tepat di samping nya.

"Berat cuk, ni badan kecil banget lagi" Gefe berusaha mengangkat motornya lagi namun gagal, motor itu bahkan hanya terangkat sejengkal saja

"Gue kayaknya harus cepet besarin ni badan, masa ngangkat motor aja gue nggak mampu. Dulu jangankan motor gedung lima lantai juga gue mampu ngangkatnya" -begaya lo fe-

Saat sedang asik menyombong kan dirinya Gefe di kejutkan dengan suara bariton seseorang

"Banyak gaya lo, kalo nggak mampu bilang aja. Nggak usah belagu"

Love Story Transmigrasi [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang