Selesai mandi dan bersiap, gefe langsung keluar dari rumah itu dan berjalan ke jalan raya untuk mencari kendaraan umum. Seperti pertama kali ia terbangun di rumah itu, di sana terdapat sejumlah uang yang bisa gefe ambil dan digunakan untuk membayar biaya transportasi nya. Dan mungkin juga uang makan nya untuk pagi ini. Jangan tanyakan kepadanya kenapa bisa ada uang di sana. Ia pun tidak tahu. Jika di pikir-pikir ia jarang ke sekolah menggantikan tubuh laura. Biarpun sekarang ia yang ada di tubuh ini, tapi raga ini tetap akan dikenal sebagi laura. Dan tidak seharusnya ia bolos sebanyak ini, bisa-bisa ia terkena masalah dari sekolah dan keluarganya.Sekarang gefe sudah berada di depan rumah laura, namun ia agak heran karna terdapat garis polisi di depan rumah nya. Karna merasa penasaran ia menghampiri salah satu tetangga nya yang kebetulan juga berada di sana
"Misi ibu, ini ada apa ya?" ucap gefe sambil menunjuk rumah nya. Ibu-ibu yang di tanyai gefe sedikit terkejut namun langsung menormalkan kembali ekspresi nya
"Kamu nggak tau?. Semalaman keluarga kamu di teror. Sampe ada korban jiwa!! Ngeri pokok nya" ucap ibu-ibu itu bergidik ngeri, lalu segera berjalan menjauh dengan terburu-buru
"Teror?" gumam gefe pelan, memperhatikan rumah nya dengan pandangan yang sulit diartikan
"Yang jadi korban jiwanya siapa? Seisi rumah?"
"Bukan"
Gefe terpekik pelan, lalu langsung memutar badan nya dengan cepat. Ternyata di sana terdapat seorang polisi, yang mungkin tengah bertugas di sini
"Bukan keluarga kamu yang meninggal, tapi orang lain. Sekarang keluarga kamu ada di kediaman kamu yang lain, karna di takutkan kejadian yang kedua kalinya terjadi di sini" jelas polisi itu kepada gefe
Gefe mengangguk-anggukkan kepalanya, namun kemudian mendelik polisi itu
"Bapak tau dari mana saya juga kelurga yang punya rumah?"
Polisi itu tersenyum menanggapi ucapan gefe, lalu mengeluarkan selembar foto dari saku nya. Itu foto gefe, maksudnya laura.
"Kamu di cari sama saudara kamu. Dari semalam tidak pulang dan hampir di laporkan kepada pihak kepolisian, karna dikira kamu di culik"
"Saudara yang mana?"
"Ya saudara kamu. Yang bernama rio"
"Ooo. Yaudah deh, makasih pak informasi nya"
"Iya sama-sama"
Gefe sebenarnya agak terkejut mendengar apa yang terjadi sekarang. Tapi ia tidak mau menerka-nerka dulu di dalam benaknya, dan memilih untuk menuju kerumah laura yang lain. Untung nya ingatan tentang rumah itu sudah di terima oleh gefe.
Zzzzzz
Prak
Wajah gefe tertohok kesamping, pipinya memerah menerima tamparan keras dari tangan Edrick. Baru saja ia menginjakkan kaki nya di rumah ini, wajah marah Edrick sudah menyambut kedatangan nya.
"Dasar anak sialan!!! Kemana saja kamu semalam hah??. Semua orang sedang takut karna teror itu, dan kamu malah kelayapan nggak jelas" ucap Edrick menatap tajam kearah gefe
"Jangan pernah kamu injak kan kaki kamu di rumah saya lagi. Pergi dari sini, dan jangan harap bisa kembali lagi" lanjut Edrick penuh penekanan di setiap katanya
Gefe mengangkat wajahnya dan menatap tajam wajah Edrick. Tangannya yang sebelum nya berada di pipi kirinya beralih melayang kan tinju kearah wajah Edrick
Bukh.
"Kenapa tidak dari dulu pak tua?? Hah!!! Kenapa!!!!?. Kenapa dulu kamu selalu menahan aku untuk tidak keluar dari rumah, dan kenapa baru sekarang kamu menyuruh aku pergi? Hah!!? . Kenapa bajingan, kenapa???!!!!"
"Kurang ajar!!!!" wajah Edrick memerah, urat-urat tangannya dan wajahnya bermunculan dengan jelas, tangan kokoh itu mengepal kuat seakan-akan siap untuk meremukkan setiap inci tubuh gefe
"Ohhh aku tau. Karna kalau aku kelaur dari rumah, kalian tidak ada boneka untuk di siksa kan?. Hahaha ia kan?"
Rio yang menyaksikan adegan sekarang, meremas pelan jari-jarinya, ia berusaha menahan diri untuk tidak dulu ikut campur. Saat adiknya sudah hampir dalam bahaya ia akan mengambil langkah bagaimana pun cara nya untuk melindungi laura. Tapi untuk sekarang ia hanya akan diam, ia yakin adiknya masih bisa mengatasinya"Tutup mulut kamu itu!!. Siapa yang mengajarkan kamu menjadi anak kurang ajar seperti ini?. Saya tidak pernah mengajarkan kamu!!"
"Hahaha. Ya benar.—" gefe merubah kembali raut wajahnya, dan menatap tajam tepat di manik mata milik Edrick." Apa anda lupa?, kapan anda pernah mengajari saya?, kapan anda pernah mencontohkan hal baik di depan saya?, kapan anda pernah menjadi sosok ayah yang layak untuk saya?. Kapan anda MENJADI ORANG YANG BERHAK MENGATAKAN BAHWA SAYA ANAK KURANG AJAR PADAHAL ANDA TIDAK PERNAH MENGAJARI SAYA?. Kapan?. Jawab saya kapan anda pernah melakukan hal-hal itu??" gefe berusaha mengatur emosinya yang sudah meluap-luap, ia tidak ingin menyakiti siapapun dengan tangan nya untuk saat ini. Namun akhirnya, emosi yang terpendam itu berubah menjadi tetesan-tetesan air mata yang tanpa permisi mengalir di atas pipi gefe.
Sedangkan Edrick, ia sudah kehabisan kata-kata untuk menjawab kalimat gefe, walaupun di dalam hatinya terbesit sedikit rasa bersalah, tapi mata nya tetap menatap gefe dengan tatapan tajam penuh kebencian. Tidak pernah sekalipun mata itu menatap laura dengan penuh kasih dan rasa sayang. Di dalam nya hanya terdapat amarah dan kebencian.
Gefe menarik nafas dalam, lalu melanjutkan kalimat nya
"Anda ayah terburuk yang pernah saya lihat"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story Transmigrasi [TAMAT]
Novela JuvenilGeferia Kesha Salavoka, gadis cantik berusia 25 tahun yang berhasil meraih kesuksesannya meski terbilang masih muda. Memiliki keluarga dan pasangan yang sangat menyayanginya membuat hidup Gefe terasa sempurna. Hidupnya tak pernah kekurangan sedikit...