40

24 0 0
                                    


Gefe sudah berada di kamar nya saat ini, dengan nafas teratur membaringkan diri nya di atas kasur king size yang terasa sangat nyaman. Berbaring tidak pernah senyaman ini sejak ia berada di raga Laura.

"Siapa yang nusuk gue? Dan kenapa 'mereka' mau nolongin gue?"

"Dan yang nolongin gue adalah orang yang waktu itu gue temuin di cafe, kenapa dia bisa terlibat sama gue?" monolog Gefe, sungguh isi kepalanya sekarang sangat kacau. Berbagai spekulasi dan dugaan yang ia sendiri tidak yakin jawaban nya benar atau salah membuat kepalanya terasa sakit.

Beberapa menit bergulat dalam pikiran nya, Gefe memutuskan untuk membersihkan kan badan nya terlebih dahulu, siapa tahu kepalanya akan mendapatkan pencerahan setelah mandi.

Dilain tempat, Rio yang kini sudah membersihkan diri nya tengah bergulat dengan layar monitor dan kertas-kertas yang sedikit berserakan di atas meja belajarnya.

"Sekarang gue sadar. Peristiwa meninggalnya mama bukan lah kejadian biasa seperti yang selama ini kami pikirin, bukan Laura yang menyebabkan mama meninggal, pasti ada hal lain" gumam Rio memperhatikan layar monitor komputernya.

"Mama yang notaben nya cucu dari seorang pimpinan organisasi kayak gitu nggak mungkin ngelakuin kesalahan yang ngebuat dia meninggal, mama juga bukan orang bodoh yang nggak tau ngebedain mana yang seharusnya dia lakuin sama mana yang nggak"

"Gue yakin mama meninggal bukan karena sakit tapi karena.....di bunuh?" bukan tanpa alasan Rio berpemikiran seperti ini, pasalnya mama nya meninggal dengan sangat tiba-tiba, dan ia sangat yakin jika mama nya memiliki kondisi tubuh yang sangat sehat, bahkan lebih sehat dari mereka berempat. Ketika musim flu dan batuk menyerang, mama nya adalah satu-satu nya orang yang tidak terjangkit. Ia memiliki imun tubuh yang sangat bagus. Itu sebab nya Rio merasa janggal dengan kematian mama nya ditambah lagi dengan informasi yang ia dapatkan dari Elzra. Sebenarnya sudah sejak dulu Rio merasakan perasaan ini, namun kecurigaan nya itu ia kubur dalam-dalam karena ayah dan saudara nya membenci Laura, jadilah ia berpemikiran yang sama seperti mereka dan tidak lagi memikirkan tentang kecurigaan nya itu.

Rio menghela nafas pelan dan memejamkan mata nya dengan badan yang menyender di bangku, tidak berbeda jauh dari Gefe, kepala Rio pun sangat pusing saat ini. Di tambah lagi dengan rasa bersalah nya yang amat besar terhadap adik nya, membuat Rio ingin sekali menghajar diri nya sendiri.

"Gue harus apa?"

"Gue harap gue masih belum terlambat"

Tok, tok, tok

Rio membuka mata nya dan melihat kearah pintu kamarnya yang tertutup, dengan malas ia bangun dari posisi duduk nya untuk membuka pintu guna melihat siapa yang mengetuk pintu kamar nya.

Ceklek

Rio mengerutkan kening ketika melihat siapa yang sedang berdiri di depan nya saat ini.

"Papa udah pulang?"

"Papa kenapa?" tanya Rio lagi ketika melihat wajah ayah nya yang sudah memerah seperti sedang menahan amarah.

"Kemana anak sialan itu?" desis Edrick pelan penuh penekanan

Rio memasang wajah datar nya ketika sang ayah menyebut Laura dengan sebutan ciri khas nya. Dulu ia biasa-biasa saja ketika mendengar bahkan menyebutkan kata-kata itu, tapi sekarang hatinya malah terasa di sayat dengan belati setiap kali ayah nya menyebut adik nya dengan sebutan itu.

"Ada urusan apa papa sama Laura? Nggak usah ganggu dia, dia lagi istirahat" jawab Rio berusaha untuk tenang walaupun sekarang tangan nya sudah terkepal kuat.

"Jadi dia sudah pulang? Anak sialan itu, beraninya dia menginjakkan kaki di rumah ini lagi" Edrick berbalik hendak pergi, namun Rio sudah terlebih dulu mencegah nya.

"Papa kenapa sih? Hah? Papa tu sadar nggak sama apa yang mulut papa ucapin? Papa punya hati nggak sih sebenarnya?" ucap Rio sambil mencengkram keras sebelah tangah Edrick.

Wajah pria berkepala tiga itu sudah sangat memerah, urat-urat di wajah nya bahkan bertonjolan karena emosi yang sedang ia tahan.

"Berani nya kamu....."
Edrick menghempaskan tangan Rio dari pergelangan tangan nya.

"Anak itu sudah seharusnya mati dari dulu, kehadiran nya selalu membawa sial!!"

Rio menggeleng-geleng kan kepalanya , tak habis pikir dengan sosok pria yang sekarang berdiri di hadapan nya ini. Bertambahnya umur tidak menjamin pola pikir dan tindakan dewasa seseorang.

"Papa belajar dari mana sih tahayul kayak gitu? Buka mata papa!! Papa itu udah di bodoh-bodohin sama mereka, kapan sih papa sadar nya!!??" ucap Rio frustasi sendiri, ia sangat kecewa dengan ayah nya. Bukan kah ia seorang ayah? Tapi kenapa ia bahkan tidak bisa melihat kebenaran apapun dari anak kandung nya sendiri.

"Kamu yang bodoh Rio!! Kamu begitu mudah terperdaya dengan trik murahan anak itu, dan bahkan sekarang kamu sudah berani melawan papa, jika kamu masih terus bersikap seperti ini, papa nggak segan-segan memperlakukan kamu seperti anak sialan itu, jika kamu terus melawan papa, papa nggak akan mikir dua kali untuk ngusir kamu serta anak tidak berguna itu dari rumah ini"

Bukan nya takut Rio malah terkekeh mendengar ucapan ayah nya.

"Ngusir kita? Bangun pa, jangan mimpi kelamaan. Papa lupa? Atau....papa memang sengaja lupa? Apa yang sekarang papa miliki semua nya itu punya mama, dan papa tau siapa pewaris nya? Sekitar 60% warisan itu jatuh ke tangan Laura, anak sialan yang dari dulu papa benci" ucap Rio dengan senyuman miring, ia bisa melihat raut keterkejutan dari wajah ayah nya itu, ia yakin ayah nya pun tahu jika apa yang sekarang ia miliki bukan lah benar-benar milik nya. Rio juga penasaran kenapa mama nya tidak mewariskan sepeserpun kepada ayah nya.

"Jadi pikir-pikir lagi kalo mau ngomong, papa bukan tuan besar di rumah ini. Dan jangan pernah gangguin Laura lagi, atau papa bakalan berurusan sama aku" lanjut Rio lagi masih dengan senyuman miring nya.

Wajah Edrick semakin pias, ia tidak menyangkal apa yang Rio katakan kepadanya, karena itu memang benar, ia dulu juga sempat syok ketika melihat wasiat yang di tinggalkan oleh sang istri, dimana hampir seratus persen seluruh harta yang ia miliki jatuh ke tangan Laura, dan sisanya kepada Rio dan Defan.

Brak

Rio menutup kasar pintu kamarnya tepat di hadapan Edrick membuat pria dewasa itu kembali tersadar dari dunia nya. Tangan nya terkepal kuat, dengan segera ia meninggalkan tempat itu dan menuju kearah kamar nya.

***

Di rumah sakit
Seorang gadis terlihat mengendap-endap memasuki sebuah ruangan yang di dalam nya terbaring Defan dengan keadaan masih tertidur. Gadis itu mengeluarkan sebuah suntikan yang terdapat cairan di dalam nya, tangan nya terangkat hendak menyuntik kan cairan itu ke dalam cairan infus, namun belum sempat ia melakukan niatan nya, pintu ruang inap itu sudah lebih dulu dibuka oleh seorang suster. Dengan cepat gadis itu bersembunyi sebelum suster itu mengetahui kehadiran nya.

"Sial, aku gagal lagi"

Love Story Transmigrasi [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang