Setelah dari kantin, Gefe langsung masuk ke kelas nya tanpa menghiraukan decakan marah Bara saat di kantin tadi. Saat sampai di dalam kelas, suasana kelas sangat lah ramai. Itu bukan tanpa alasan, mereka menjadi sangat bersemangat seperti itu karena guru yang seharusnya mengajar hari ini sedang sakit, dan tidak ada guru penggantinya. Murid mana coba yang nggak suka jamkos?Gefe merasa sangat bosan sendirian di tempat duduknya, ia selalu berandai jika saja Kely ada di samping nya saat ini. Ia menegakkan badan nya dan merongoh sesuatu dari tas nya. Gefe tampak sedikit berfikir, tak lama kemudian ia beranjak dari duduknya dan menuju keluar kelas. Kaki jenjang nya membawa ia di taman belakang sekolah ini, setelah mendapatkan tempat duduk, Gefe merebahkan bokong nya dengan nyaman. Tangan nya terangkat memperhatikan benda di tangan nya.
"Siapa sih lo?" tanya Gefe entah kepada siapa
"Kenapa gue harus masuk ke tubuh Laura?. Kenapa gue harus terjebak di sini. Gue rindu mama, gue rindu papa, gue rindu kerjaan gue yang udah gue perjuangkan mati-matian. Miris banget kesuksesan yang gue raih susah payah harus kandas dengan cepat. Gue ngorbanin waktu, kesehatan, dan masa muda gue buat meraih semua nya, tapi kenapa Tuhan nggak adil banget. Kenapa gue harus mati, dan sekarang malah bersemayam di tubuh orang yang gue nggak pernah kenal sama sekali. Ini semua nggak adil!!" ucap Gefe mencurahkan segala isi hatinya. Ia bingung tentu saja. Dirinya yang tidak tahu menau dengan kehidupan Laura harus di hadapkan dengan masalah yang terjadi di tengah-tengah keluarga ini.
"Tapi gue udah janji sama Laura buat bikin raga nya yang masih ada sekarang bisa di pandang orang dengan lebih baik" lanjutnya lagi meremas pelan benda di genggaman nya
Gefe membuka kain merah yang sedari tadi ia bawa, air mata nya yang sudah membendung di kelopak mata nya ia hapus dengan kasar. Wajah nya kembali serius memandangi setiap tulisan di kain merah itu. Gefe membalik kain itu, tepat di belakang nya sudah ada terjemahan dari bahasa yang tertera di bagian depan kain itu.
"Sebatang nikotin. Organisasi di bawah laut. Tebak siapa aku?. Sisa tiga, dan gue nggak ada gambaran sama sekali sama tiga teka-teki ini"
"Nggak tenang gue selama di tubuh ini, belum juga satu bulan" lirih nya mengeluh. Ya memang, kalau di hitung-hitung belum satu bulan ia bertransmigrasi di tubuh laura.
Kringgg
Kringggg
Kringgg
Gefe mendengus kesal mendengar suara yang berkumandang di seantero sekolah itu
"Cepet amat, perasaan baru juga duduk gue"Dengan terpaksa Gefe beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan taman. Meskipun ia tampak tenang, tapi isi pikiran nya sekarang sedang kusut, Gefe terus menduga-duga apa sekiranya arti dari semua kejadian yang ia alami selama di tubuh laura. Saking asik nya dengan isi pikiran nya Gefe sampai tidak sadar menabrak seseorang dari arah berlawanan. Gefe yang terkejut langsung terjatuh, namun sepersekian detik ia langsung sadar dan mulai berdiri untuk meminta maaf kepada orang yang di tabrak nya.
"Ma-a-" Mata Gefe membola, belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, orang itu sudah lebih dulu menancapkan sebilah belati di dada kanan nya. Gefe merasakan panas bercampur sakit di dadanya, matanya semakin memberat seiring kakinya yang lemas tak mampu menahan bobot tubuh nya. Detik berikutnya, Gefe kehilangan kesadaran.
'Gue belum siap buat mati lagi'
****
Suasana gelap di rungan itu semakin menambah kesan horor yang amat kentara. Lantai tanah yang sangat becek dengan beberapa bangkai tikus dan kecoa membuat sakit setiap hidung yang menghirup udara dari ruangan itu. Dan keadaan semakin tidak enak dipandang dengan adanya seorang gadis berlumuran darah di tengah-tengah ruangan itu. Kaki dan tangan nya diikat pada sebatang tiang beton yang sebagian sisinya sudah rapuh. Pakaian putih khas anak SMA milik nya sudah lusuh dan penuh bercak darah yang belum mengering. Tidak ada tanda-tanda mata mungil nya akan terbuka. Entah ia akan bertahan atau tidak dengan luka yang cukup serius di dada kanan nya. Di luar ruangan, dua orang pria dan satu orang wanita tengah berbincang-bincang, di lihat dari ekspresi mereka sepertinya kondisi yang mereka hadapi sedang tidak baik. Di sana bisa di lihat wajah takut, resah dan emosi yang kentara.
"Sorry gue nggak tau tu anak punya barang itu. Padahal gue udah mantau dia dari jauh-jauh hari" ucap salah satu pria itu setelah perdebatan sengit di antara ketiga nya
"Ck. Ucapan maaf lo udah nggak guna tau nggak. Sekarang kita harus gimana?. Gue nggak mau kalo sampe semua yang gue bangun selama ini hancur cuma karna benda kecil sialan itu" jawab pria lain nya dengan nada tinggi
"Saya kan sudah kasi tau kamu kalau anak itu tidak bisa dianggap remeh, sejak kejadian waktu itu dia sedikit berbeda. Bahkan seorang yang terlatih pun sangat mustahil bisa selamat dari kejadian waktu itu. Kamu, kita semua melihat dengan mata kepala kita sendiri kalau dia masih hidup. Apa itu masih kurang membuktikan jika dia bukan orang yang bisa kita anggap remeh" tambah wanita yang berada di situ dengan penuh penekanan. Ia memandang jengkel kepada pemuda di depan nya saat ini
"Maaf. Lain kali gue bakalan hati-hati. Sekarang kita harus gimana?. Urusan tu anak jangan di pikirin dulu, orang tua nya nggak bakalan peduli dia ada atau nggak di rumah"
"Lo bener. Sekarang kita harus musnahin semua bukti dan alat yang sekiranya bakalan membahayakan kita. Lo urus flashdisk itu, kita bakalan nyelidikin sisanya"
Pria dan wanita itu mengangguk mengerti, setelah sedikit berbincang mereka pergi meninggalkan tempat itu. Sedangkan di dalam ruangan, masih belum ada tanda-tanda jika gadis yang mereka sekap tadi akan sadar.
.
.
.
Waktu berlalu dengan cepat, matahari sudah lama kembali ke peraduan nya. Malam ini sedikit gelap karena sang bulan yang tidak ikut memainkan peran nya. Suara-suara tikus menggerogoti rumah tua itu tak sedikitpun membuat gadis yang sedari tadi pingsan membuka kedua matanya. Suara langkah kaki yang berisik membuat tikus-tikus itu berhenti dari kegiatan nya dan berangsur pergi. Di depan ruangan seseorang berusaha untuk membuka pintu yang terkunci, di tangan nya terdapat sebuah palu yang tak henti-hentinya di pukul kan pada sebuah gembok yang mengunci pintu itu.
Brakk
Sedikit tenaga yang di butuhkan. Pintu terbuka dengan lebar, namun bukan nya masuk, orang-orang itu malah memundurkan kakinya seakan-akan menghindari sesuatu di depan sana.
"Bau apa ini. Uwakkk. Uhuk...uhukk"
"Bau bangkai. Tempat apa ini, sangat tidak berperikemanusiaan"
"Tarik kembali kata-kata mu Jen. Ini lebih pantas di bilang tidak berperikehewanan. Lihat bangkai-bangkai tikus itu"
"Dasar dodol. Cepat keluarkan gadis itu, dia bisa meninggal jika menunggu kalian mengoceh tidak jelas"
"Baik tuan!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story Transmigrasi [TAMAT]
Fiksi RemajaGeferia Kesha Salavoka, gadis cantik berusia 25 tahun yang berhasil meraih kesuksesannya meski terbilang masih muda. Memiliki keluarga dan pasangan yang sangat menyayanginya membuat hidup Gefe terasa sempurna. Hidupnya tak pernah kekurangan sedikit...