Deringan sebuah ponsel memecah keheningan di dalam mobil Lamborghini hitam yang terlihat terparkir tidak jauh dari pagar tinggi sebuah rumah mewah. Sang pemilik ponsel yang sudah berada di ambang dunia nyata dan dunia mimpi sedikit mengerang dan mengumpat sesaat sebelum mengangkat panggilan tersebut.
"DI MANA KAU???!!! CEPAT PULANG SEKARANG JUGA!!!! tuut... tuutt... tuuutt...."
"Sial!"
Pemilik ponsel yang merupakan seorang gadis itu sontak mungumpat mendengar suara wanita yang tadi berteriak padanya, siapa lagi kalau bukan si Nyonya Besar yang merupakan ibu kandungnya sendiri.
Dengan geraman kesal, gadis bernama Choi Jira itu segera menyalakan mobilnya dan menuju gerbang yang tidak terlalu jauh dari tempatnya memarkir mobil.
Ya. Sejak dua jam yang lalu sebenarnya gadis itu sudah pulang dari pekerjaannya sebagai seorang Dokter di Rumah Sakit keluarganya sendiri. Rumah sakit yang sangat ia obsesikan untuk ia pimpin suatu saat nanti ketika ia mendapatkan gelar S2 yang entah kapan itu, mengingat meski memiliki otak yang cerdas, gadis itu terlalu sering membolos dan membuat kekacauan.
Pintu gerbang kokoh itu terbuka saat ia membunyikan klakson mobil beberapa kali. Jira mendesah kesal melihat beberapa mobil mewah terparkir tepat di depan halaman rumahnya yang megah.
"Sampai kapan mereka akan berpesta?" gumanya sambil berdecak kesal. Setelah memarkirkan mobilnya, gadis itu meraih jas Dokter'nya, tas selempang hitamnya dan sebuah topi berwarna hitam.
"Selamat malam, Nona Muda." Ucap seorang body guard Ayahnya setelah membukakan pintu mobil Jira, pria itu sedikit membungkuk memberi hormat.
"Selamat malam, Josh." Jawab Jira dengan nada terkesan mengantuk.
Pria yang dipanggil Josh itu tersenyum samar mendengar Jira memanggil nama Baratnya. Gadis itu memang lebih suka memanggil orang lain dengan nama Barat, mungkin karena ia besar di luar negeri dan baru beberapa hari lalu kembali ke Seoul. Jira selalu mengeluh bahwa lidahnya akan cedera jika memaksakan memanggil orang lain dengan nama Korea.
"Di mana para tamu?"
"Di ruang tengah, Nona Muda." Josh menjawab masih dengan menundukan kepalanya. Enggan untuk menatap mata Jira.
"Sial! Aku tidak bisa lolos dari Mommy kalau sudah begitu."
"Ya, sepertinya memang tidak mungkin."
Jira berdecak kesal mendengar penuturan pengawal mudah itu. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan mengeram frustasi.
Akhirnya dengan enggan, Jira menyeret kakinya masuk ke dalam rumahnya. Dengan kepala menoleh ke kiri-kanan, gadis itu melilitkan jas Dokternya di pinggangnya yang ramping. Semakin dekat dirinya dengan suara orang-orang yang berbincang, semakin ia menurunkan topi hitamnya untuk menutupi wajahnya.
Jira bersembunyi dari balik tembok dan melihat nyaris lima puluh orang berada di ruang tengah rumahnya. Ia tidak melihat kedua orangtuanya dan hal itu membuatnya tanpa pikir panjang segera melangkah menaiki tangga yang berada tepat di sisi kanan-kiri rumah.
Suasana seketika menjadi tenang, namun Jira mengabaikan semua itu. ia tahu bahwa pakaian yang ia gunakan sangat mencolok, jika dibandingkan dengan para tamu. Meski hanya pesta untuk mengeratkan hubungan orangtuannya dengan para sahabat mereka, namun acara ini adalah acara formal yang membosankan bagi Jira. sedangkan pakaian yang ia kenakan lebih terlihat seperti berandalan, hanya jas Dokternya saja yang menunjukan bahwa ia adalah wanita berpendidikan.
"Aquinas Constantin?" suara lembut, namun sarat akan peringatan itu membuat langkah Jira yang sudah berada di tangga terakhir membeku. Gadis itu menggigit bibir bawahnya gemas dan berbalik layaknya sebuah robot, benar-benar kaku. "come here."